Mohon tunggu...
Irwan Lalegit
Irwan Lalegit Mohon Tunggu... Konsultan - Nama Lengkap Saya: Irwan Gustaf Lalegit

ADVOKAT, Alumni Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi Manado.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Mengapa Kita Tidak Berhak Memakai Nama dan Lambang Bulan Sabit Merah?

21 Februari 2016   03:27 Diperbarui: 8 Maret 2023   10:03 12973
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kita bisa menyebut mereka pada tahun 1929 itu sebagai futurolog, karena ternyata pemikiran mereka masih sangat relevan dan jauh melampui pemikiran sempit masyarakat modern saat ini. 

Kini, dunia bergerak dinamis, maju terus tanpa harus kembali lagi ke ideologi sektarian dalam penggunaan lambang Konvensi Jenewa. Karena itu, jangan lagi membalikan sejarah ke era-era kemunduran, ke jaman tanpa aturan, tanpa budaya hukum.

Dan, karena masyarakat Indonesia makin dikenal sebagai masyarakat yang taat hukum, maka karena itulah lambang-lambang kemanusiaan universal dari Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional ini, jangan lagi dikonotasikan dengan atau sebagai klaim milik agama, kepercayaan, ideologi, atau pandangan politik tertentu.

Sekali lagi, fakta perdebatan lambang pelindung dan pengenal yang telah tuntas di tahun 1929 itu, seyogyanya tidak lagi diungkit kembali, ya, karena mengungkitnya hanya membuang energi kemanusiaan yang percuma. Dunia kemanusiaan bergerak maju dengan sistem yang semakin solid, terarah, terorganisir, dan di Indonesia pun, peran kemanusiaan PMI semakin “profesional, tanggap dan dicintai oleh Masyarakat Indonesia.

KEEMPAT, lambang Bulan Sabit Merah hanya boleh digunakan oleh Dinas Kesehatan Tentara Nasional Indonesia dan Perhimpunan Nasional-nya.

Sebagai negara yang telah meratifikasi Konvensi Jenewa Tahun 1949, maka pihak yang berhak menggunakan lambang Palang Merah dan Bulan Sabit Merah di Indonesia dalam fungsinya sebagai tanda pelindung pada situasi konflik bersenjata, yaitu: 1. Dinas Kesehatan dan Rohaniawan TNI, 2. Sukarelawan/Petugas PMI yang diperbantukan pada Dinas Kesehatan TNI yang tunduk pada hukum serta peraturan militer, 3. Semua unit medis sipil dengan ijin tertulis dan pengawasan dari pemerintah. Dalam fungsinya sebagai tanda pelindung pada kondisi damai, yaitu: 1. Dinas Medis dan Rohaniawan TNI, 2. Sukarelawan/Petugas PMI dengan persetujuan dari pihak yang berwenang.

Pada masa konflik bersenjata, penggunaan lambang Palang Merah dan Bulan Sabit Merah dalam fungsinya sebagai tanda pengenal hanya oleh pihak: 1. ICRC, 2. IFRC, 3. PMI. Sedangkan dalam fungsinya sebagai tanda pengenal pada keadaan damai, hanya oleh pihak: 1. PMI, 2. Unit Kesehatan bukan anggota Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional dalam fungsinya untuk pertolongan pertama secara temporer, sesuai dengan peraturan perundang-undangan nasional dan atas ijin tertulis dari Ketua Umum PMI.

Bahwa mungkin karena ketidaktahuan masyarakat Indonesia akan fakta sejarah tuntas sudahnya perdebatan lambang saat Konferensi Internasional Gerakan di tahun 1929, memang masih memupus fungsi pemakaian kedua lambang diatas. Terasa sangat sering kita menemukan lambang Palang Merah dan Bulan Sabit Merah masih tertera pada bendera, pakaian, kendaraan atau berbagai benda lainnya. Hal ini semakin menimbulkan anggapan bahwa lambang Palang Merah dan Bulan Sabit Merah adalah lambang untuk pertolongan atau kesehatan milik umum, yang dapat dipergunakan secara bebas di Indonesia.

Padahal sejatinya lambang Bulan Sabit Merah adalah lambang kemanusiaan dan netral, yang hanya boleh digunakan oleh Dinas Kesehatan Terntara dan Perhimpunan Nasional yang juga anggota dari Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional. Karena itu pemakaian lambang Bulan Sabit Merah atau tanda atau sebutan apapun yang merupakan peniruan dari padanya oleh perseorangan, perkumpulan-perkumpulan, perusahaan atau perseroan dagang baik pemerintah maupun swasta, selain dari mereka yang berhak menurut Konvensi Jenewa 194 selalu harus dilarang, apapun maksud dari pemakaiannya itu dan tanpa mengindahkan tanggal penggunaannya.

Misalnya, menurut Pasal 54 Konvensi Jenewa Tahun 1949 atau Pasal 54 UU No 59 Tahun 1958, apabila perundang-undangan mereka (setiap negara penanda tangan konvensi) belum juga sempurna, pemerintahnya harus setiap saat mengambil tindakan-tindakan yang perlu untuk pencegahan dan pemberantasan tindakan-tindakan penyalahgunaan seperti tersebut dalam Pasal 53. Oleh Karenanya, Rancangan Undang-Undang Kepalangmerahan harus segera disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

Selain itu, pengaturan yang cukup lengkap tentang pemakaian lambang pun telah diatur dalam Peraturan Penguasa Perang Tertinggi Nomor 1 Tahun 1962 tentang Pemakaian/Penggunaan Tanda dan Kata-Kata Palang Merah. Pada Pasal 4 Peraturan ini disebutkan bahwa Ketentuan-ketentuan yang tersebut dalam pasal-pasal 1, 2 dan 3 Peraturan ini berlaku juga bagi tanda-tanda yang berbentuk "Bulan Sabit Merah" atau "Singa Merah dan Matahari" diatas dasar putih, demikian pula perkataan-perkataan "Bulan Sabit" atau "Singa Merah dan Matahari", dan di Pasal 5, Pasal 6 dan Pasal 7 secara jelas mengatur ketentuan Pidananya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun