Mohon tunggu...
Irwan Lalegit
Irwan Lalegit Mohon Tunggu... Konsultan - Nama Lengkap Saya: Irwan Gustaf Lalegit

ADVOKAT, Alumni Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi Manado.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Mengapa Kita Tidak Berhak Memakai Nama dan Lambang Bulan Sabit Merah?

21 Februari 2016   03:27 Diperbarui: 8 Maret 2023   10:03 12973
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kita (masyarakat Indonesia) sesungguhnya selalu menunggu Jiwa Negarawan dari para pendiri dan pengurus Yayasan BSMI untuk mewujudkan visi dan misinya tanpa pun harus memakai nama dan lambang Bulan Sabit Merah, karena peran serta Yayasan BSMI selama ini sudah sangat baik, bahkan terlampau baik, hanya satu saja kekurangannya, dan itu berupa kurangnya pengertian bahwa Yayasan BSMI bukanlah pihak yang terkait dengan Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional, dan tentu saja tidak berhak memakai nama atau kata-kata dan lambang Bulan Sabit Merah.

KETIGA, bukan lambang yang bisa dipakai sembarangan, lambang Bulan Sabit Merah untuk lambang kemanusiaan dengan sifat netral dan wajib dihormati oleh semua pihak, dan perdebatan tentangnya telah tuntas dibahas pada tahun 1929.

Harus disadari oleh seluruh masyarakat Indonesia bahwa, sejarah panjang perdebatan masyarakat internasional untuk menggunakan Lambang Palang Merah atau Bulan Sabit Merah telah dibahas tuntas pada tahun 1929 dalam sebuah Konferensi Internasional Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional yang dilaksanakan untuk memahas itu. Itupun kemudian diperkuat pada Konferensi Internasional tahun 2005 dengan pengadopsian satu lagi lambang pembeda yaitu Kristal Merah (Red Crystal).

Tahun 1864, saat diadakan Konferensi Diplomatik, perdebatan mengunakan lambang Palang Merah diatas dasar putih telah dibahas tuntas di Jenewa, Swiss. Ia sejatinya digunakan karena menawarkan keuntungan teknis. Ia memberikan pesan khusus, mudah diingat, mudah dikenali dari jarak jauh, memiliki desain yang sederhana dan sangat mudah dibuat. 

Kemudian tahun 1876, Kesultanan Ottoman (kini Republik Turki) mengajukan lambang Bulan Sabit Merah untuk Dinas Kesehatan Tentara Kerajaannya yang berasal dari bendera negaranya (Bulan Sabit Putih diatas dasar merah), yang kemudian disepakati dalam Konferensi Internasional Gerakan di tahun 1929. 

Pada saat itu, selain kesultanan Ottoman mengusulkan Bulan Sabit Merah, negara-negara seperti Afganistan, Cyprus, India, Jepang, Thailand (Siam), Siria, Sudan, Srilanka, mengusulkan lambang-lambang berbeda untuk Dinas Kesehatan Tentaranya. 

Lambang Singa dan Matahari Merah misalnya, ia diajukan oleh Kekaisaran Persia. Meski disetujui oleh konferensi internasional gerakan, kini lambang Singa dan Matahari Merah tidak lagi digunakan sejak 1980, seiring berubahnya Kekaisaran Persia menjadi Republik Iran.

Lambang yang lain, seperti: Nyala Api Merah (Red Flame), Bintang David Merah (Red Shield of David), Red Arrchway (Mehrab-e-Ahmar), Strip Merah di bawah Matahari Merah di atas Dasar Putih (Red Strip Beneath a Red Sun on a White Ground), Swastika, Palem Merah (Red Palm), dan lambang-lambang yang lain, menjadi usulan yang mengemuka kala itu.

Misalnya jika semua lambang yang diusulkan negara-negara diatas disepakati dalam Konferensi Internasional Gerakan tahun 1929, maka sejarah karut marut penggunaan lambang pembeda pada saat perang akan kembali mundur sebelum tahun 1864 (konferensi internasional pertama yang menghasilkan Konvensi tentang Komite Internasional Palang Merah atau ICRC dan Lambang Palang Merah)---bahkan mundur ke era-era seperti perang di Solferino 1859, sebelum Henry Dunant menulis buku: “Kenangan dari Solferino” yang tanpa aturan kemanusiaan modern dan menewaskan dan mencederai sekitar 40 ribu tentara, di mana personil Dinas/Unit Kesehatan dan Kerohanian Tentara hanya ditandai seadanya dengan mengunakan ban lengan beraneka warna-motif-corak. Penggunaan tanda tersebut, yang mana tanpa disepakati, dihormati, dan ditaati secara internasional, dalam penerapannya jelas akan menimbulkan penafsiran berbeda, sentimen tertentu, dan sangat berbahaya bagi keselamatan para personil medis dan rohaniawan yang bertugas dilapangan dan seharusnya dijamin netral untuk menolong semua korban perang tanpa kecuali.

Karena itu, jasa baik dari kesimpulan para peserta konferensi internasional tahun 1929 itu, jangan lagi dikesampingkan oleh orang dan badan hukum seperti Yayasan BSMI di Indonesia. 

Bahwa lambang Palang Merah dan Bulan Sabit Merah kini menjadi milik dunia, bukan lagi milik agama (jika sekiranya dipersepsikan demikian). Keduanya kini mewakili pesan, gagasan, ide-ide kemanusiaan universal dari Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional tanpa bertendesi lagi pada konotatif agama. Karena sekali lagi, pada tahun 1929 para peserta Konferensi Internasional yang saat itu gagap teknologi komunikasi, justru telah membahasnya tuntas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun