Mohon tunggu...
Irwan Saputra
Irwan Saputra Mohon Tunggu... Jurnalis - Petualang

Bermimpi dan berani gagal

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Badan Hukum sebagai Subjek Hukum dalam Qanun Jinayat

3 Januari 2021   14:00 Diperbarui: 3 Januari 2021   14:04 1052
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi badan hukum (www.dosenpendidikan.co.id)

Sifat Pertanggungjawaban Hukum dalam Islam

Seperti yang telah penulis uraikan di atas, subjek hukum dalam qanun ini tidak terbatas pada individu melainkan juga badan usaha atau korporasi, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum selama pihak tersebut melakukan usahanya di Aceh dan milik orang-orang Islam. Adapun jenis hukuman yang diberikan berupa uqubat ta’zir berupa cambuk dan penjara kepada pelaku dan penanggung jawab, denda hingga pencabutan izin usaha.

Pertanggungjawaban hukum atau pemidanaan dalam Bahasa Arab disebut uqubah yaitu bentuk balasan bagi seorang atas perbuatannya yang melanggar ketentuan hukum syara‘ yang ditetapkan oleh Allah dan Rasulnya untuk kemaslahatan dunia.8 Dalam maqashid al- khamsah, tujuan daripada pemidanaan terhadap pelaku jarimah adalah untuk memelihara, a) agama, b) jiwa, c) akal, d) keturunan, dan e) harta benda serta kehormatan.

Qanun Jinayat berasaskan pada keislaman, legalitas, keadilan dan keseimbangan, kemaslahatan, perlindungan dan hak asasi manusia, dan pembelajaran kepada masyarakat (tadabur). Dalam penjelasan Pasal 2 huruf a Qanun Jinayat dikemukakan bahwa, yang dimaksud dengan asas keislaman adalah ketentuan- ketentuan mengenai jarimah dan uqubah di dalam qanun ini harus berdasarkan pada Alquran dan hadis atau prinsip-prinsip yang diambil dari keduanya. 

Begitu juga kesadaran untuk menjalankan dan mematuhi qanun ini adalah berhubungan dengan ketaatan kepada dua dalil tersebut. Asas inilah yang membawa sifat bidimensional dengan kata lain pemberlakuan qanun ini merupakan bentuk ketaatan umat islam terhadap ajaran Islam.10 Menurut Muhammad Tahir Azhari, asas keislaman dalam mengandung konsep bidimensional yang mencakup dua dimensi, yaitu religius-spritual dan dimensi kemasyarakatan yang bertumpu pada ajaran tauhid (unitas).

Alquran dan Sunnah Rasul yang menjadi sumber hukum Islam merupakan seperangkat kaidah yang mengatur bagaimana seharusnya manusia berperilaku, baik dalam melaksanakan hubungan dengan Allah, maupun dengan sesama manusia dalam suatu masyarakat atau negara, bahkan hubungan antar negara dan hubungan manusia dengan lingkungan hidupnya. Islam yang dalam Bahasa Arab disebut al-din mengandung beberapa makna sebagaimana disimpulkan oleh Muhammad Al-Naquib al-Attas, yaitu : 1) keadaan berhutang, 2) kepatuhan, 3) kekuasaan yang bijaksana dan, 4) kecendurangan atau tendensi alamiah.

Bila dikaitkan dengan Islam dalam Alquran maka makna yang paling tepat adalah kepatuhan yang berasal dari kata salima yang juga berarti kedamaian, kesejahteraan, penyerahan diri, penundukan, dan kepatuhan kepada Allah. Orang yang telah menyatakan dirinya tunduk dan patuh pada ketetapan-ketetapan Allah dinamakan muslim,12 dan setiap muslim memiliki konsekuensi dan kewajiban memelihara hubungan dengan Allah, manusia dan lingkungan hidupnya. 

Hal ini berbeda dengan hukum positif, Ismail Muhammad Syah mengatakan hukum positif hanya bertujuan untuk kepentingan duniawi semata yang berkenaan dengan segala macam seluk beluknya, sementara hukum Islam adalah ketetapan Allah untuk mewujudkan kemaslahatan dan kepentingan manusia lahir dan batin, dunia dan akhirat.14 Berangkat dari itu, pertanggungjawaban pidana yang dilakukan oleh korporasi sama halnya dengan pertanggungjawaban terhadap subjek hukum mahkum alaih. Dalam kasus yang melibatkan korporasi maka pertanggungjawaban hukum dimintai kepada si pemilik korporasi baik itu hukuman ta`zir berupa cambuk, denda atau dicabutnya izin usaha, tergantung dari jarimah yang dilakukan.

 

Penutup

Dari uraian di atas dapat disimpulkan, seiring perkembangan zaman fikih dalam bentuk perundang-undangan dalam hal ini Qanun Jinayat telah memasukkan badan usaha atau korporasi sebagai subjek hukum (mahkum alaih). Selama ini, subjek hukum yang dikenal dalam hukum islam hanya bersifat individu tidak termasuk korporasi, hal ini tentu sangat berpengaruh terhadap perkembangan subjek hukum dalam ilmu Ushul Fiqh. Sementara itu, pertanggungjawaban hukum terhadap badan hukum juga bersifat bidimensional, dimana yang bertanggung jawab terhadap jarimah yang dilakukan atas nama badan usaha ditanggung oleh pemilik badan baik itu bersifat uqubat ta`zir berupa cambuk, denda atau pencabutan izin usaha. Dari paparan di atas, pemakalah memberikan saran terkait pergeseran subjek hukum dari individu ke badan usaha, dimana pergeseran ini meninggalkan persoalan berupa masih sangat terbatasnya landasan teoritis dari pendekatan Ushul Fiqh terhadap penentuan badan hukum sebagai subjek hukum sehingga perlu adanya kajian lebih lanjut terhadap hal yang dimaksud.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun