Mohon tunggu...
Irwan E. Siregar
Irwan E. Siregar Mohon Tunggu... Jurnalis - Bebas Berkreasi

Wartawan freelance, pemerhati sosial dan kemasyarakatan.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Nyiur Melambai di Negeri Seribu Parit

15 April 2023   13:59 Diperbarui: 15 April 2023   14:04 429
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sedangkan tempurungnya bisa dijadikan karbon, briket, dan keperluan lain. Batangnya untuk bahan bangunan dan perabotan. Sabutnya bisa dijadikan cocofiber (serat sabut kelapa) dan limbahnya sebagai cocopeat (serbuk sabut kelapa). Cocofiber memiliki pasar yang cukup baik di Cina. Sedangkan cocopeat dibutuhkan perusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI) untuk media tanam pembibitan akasia dan eukaliptus.

Wajar jika Wardan memiliki impian besar terhadap kelapa. Impian tersebut, ungkapnya, akan diwujudkan dengan membangun museum kelapa, mendirikan politeknik perkebunan kelapa, dan mencanangkan gerakan satu rumah satu produk kelapa, serta agrowisata kelapa. Semuanya bermuara untuk kesejahteraan masyarakat Inhil dengan tagline "Kelapa Menjulang Masyarakat Gemilang".

Potensi kelapa memang cukup besar dari Negeri Seribu Parit ini. Sayang, belum semuanya bisa digarap menjadi bisnis yang menggiurkan. Beberapa tahun lalu, misalnya, di kabupaten ini telah berdiri sebuah industri pengolahan sabut kelapa. Sayangnya, tak sempat berumur panjang. Padahal, potensi sabutnya maha besar. Sedih melihatnya, karena sabut terbuang sia-sia jadi onggokan sampah.

Padahal, tak jauh di seberang, di sebuah pulau kecil yang bersebelahan dengan PT Pulau Sambu di Sungai Guntung, sudah ada satu contoh keberhasilan pengolahan sabut kelapa. Pada 2010-an di sini sudah berdiri kilang sabut kelapa yang dipelopori seorang mantan wartawan di Tanjungpinang bernama Ady Indra Pawennari. Ia bekerjasama dengan seorang pengusaha terkemuka di Kepri. Produksi cocofibernya telah diekspor ke Cina dalam jumlah yang banyak. Sedangkan cocopeat dijual ke perusahaan HTI di Riau. "Masih terus berproduksi, Bang," kata Ady saat dihubungi jelang Ramadhan lalu.

Jadi mengapa tidak bisa dikembangkan di bagian darat Kabupaten Inhil? Dalam sebuah survei kecil yang pernah dilakukan, faktor penghambat utamanya adalah masalah  transportasi. Di Tembilahan dan  Pekanbaru tidak ada pelabuhan kontainer untuk ekspor. Sehingga pengapalan ke luarnegeri harus dari Belawan, Sumatera Utara.

Namun, jika pengusaha di Inhil jeli, sebenarnya industri sabut kelapa tetap bisa dijalankan. Targetnya bukan cocofiber, melainkan cocofeat. Serbuk sabut kelapa ini, meskipun harganya lebih murah, tapi laris manis di perusahaan HTI. Dua HTI di Riau hingga kini membeli cocofeat dari Asahan, Sumatera Utara, dan Lampung. Serat cocofiber sendiri tahan disimpan sampai puluhan tahun dan bisa dijual sedikit-sedikit ke Jakarta/Jawa.

Belajar ke Asahan

Untuk itu, sebaiknya pemerintah, pengusaha, dan masyarakat Inhil mengadakan studi banding mengenai kelapa ke Kisaran, Kabupaten Asahan, Sumatera Utara. Kendati hanya memiliki kebun kelapa seluas 23.474 hektare, namun hampir seluruh proses produksi kelapa sudah dilakukan di sana.

Kelapa yang sudah dipanen dikupas sabutnya. Kelapa lalu diserahkan kepada kaum ibu di sekitarnya untuk dikoncet atau dipisahkan dari batok. Kelapa putih tanpa batok ini diekspor ke Malaysia yang jaraknya hanya beberapa jam naik kapal kecil.

Batok kelapa yang masih ada sisa kelapanya dibawa ke kilang pres. Di sini sisa kelapa dicungkil dari batok lalu dimasukkan ke mesin pres sampai menjadi minyak.  Batok lalu diambil pedagang pengumpul untuk dijadikan briket arang dan keperluan lainnya.

Sedangkan sabut kelapa dibeli kilang pengolahan sabut dari masyarakat lalu diolah menjadi cocofiber dan cocofeat. Untuk satu keranjang rotan besar yang biasanya dipakai di kebun sawit, anak-anak pengumpul sabut diberi Rp 10.000.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun