Mohon tunggu...
Irwan E. Siregar
Irwan E. Siregar Mohon Tunggu... Jurnalis - Bebas Berkreasi

Wartawan freelance, pemerhati sosial dan kemasyarakatan.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Nyiur Melambai di Negeri Seribu Parit

15 April 2023   13:59 Diperbarui: 15 April 2023   14:04 429
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

BAK memasuki kota seribu satu malam, Tembilahan tampak gemerlap. Lampu-lampu bersinar terang di deretan pemukiman sepanjang jalan.

Aneka dagangan tersaji dari rumah-rumah yang sebagian besar telah disulap menjadi tempat berjualan. Bengkel sepedamotor, tukang pangkas, dan penjual jasa lainnya yang masih buka sampai malam membuat ibukota Kabupaten Indragirihilir (Inhil) ini menjadi kian semarak.

Gegap-gempitanya suasana di Tembilahan serasa mampu mengalahkan atau setidaknya menyamai kota Duri, di Kabupaten Bengkalis yang sering dijuluki sebagai kota minyak. Padahal di kabupaten terujung di Provinsi Riau ini tidak ada minyak sama sekali. Sebanyak 70 persen penduduk Inhil justru mengandalkan hidup dari penghasilan kelapa.

Namun, kendati terbilang jauh dari Pekanbaru, ibukota Provinsi Riau, gaya hidup masyarakatnya boleh dikatakan tak seperti orang desa yang bersahaya. Warga yang berseliweran di jalanan tampak mentreng dengan sepatu bermerek semacam Adidas, Nike, Puma. Kaum wanita bergaun impor dan memakai tas mewah Hermes, Chanel, Cristian Dior, dan sebagainya. Meskipun barang mewah ini dibeli di deretan penjual barang bekas PJ atau Pasar Jongkok yang ada di sana.

Bergairahnya kehidupan warga Tembilahan memang tak lepas dari hasil panen kelapa. Seperti diketahui, kabupaten ini memiliki kebun kelapa seluas 341.072 hektare atau terluas di tanahair. Tanaman tersebut umumnya sudah turun-temurun warisan dari leluhur.

Sejak zaman Hindia Belanda kawasan ini telah dikenal sebagai penghasil kelapa. Bahkan, pada 1918 Mufti Indragiri Tuan Guru Syekh Abdurrahman Shiddiq, telah memodernisasi kebun kelapa. Bersama keluarga dan muridnya membuat parit-parit untuk mengatur sirkulasi air pasang dan surut air laut. Dengan sistem kanalisasi ini

parit yang dikorek berfungsi menyuplai kebutuhan air bagi tanaman kelapa saat kemarau dan tidak terendam saat air pasang atau hujan. Kanal juga dapat dimanfaatkan sebagai sarana pengangkut kelapa. Banyaknya hamparan parit membuat Inhil dijuluki Negeri Seribu Parit.

Sistem parit atau kanalisasi yang dipelopori Tuan Guru Syekh Abdurrahman Shiddiq, ternyata juga diterapkan PT Pulau Sambu saat membuka perkebunan kelapa secara modern di Pulau Burung, Sei Guntung, Kecamatan Kateman, Inhil pada1980-an lalu. Kini perusahaan milik Tay Juhana itu sukses sampai ke mancanegara dengan produk santan, minyak kelapa, dan aneka komoditi lain berbahan baku kelapa. 

Rantai Pasar

Sebagai primadona sumber ekonomi,  perkelapaan di Inhil tentu mengalami pasangsurut juga. Saat ini, misalnya, harga kelapa anjlok sampai Rp 1.500 per kilogram. Sebelumnya harga sempat bertengger di posisi Rp 3.200. Satu butir kelapa beratnya sekitar 1 kilogram lebih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun