Lantas si penelepon memberikan sederet nomor telepon rumah, yang kebetulan memang sama dengan nomor telepon rumah kami. Tapi, saya yakin kalau ibu itu salah sambung.
“Betul itu nomornya. Tapi, tak ada nama itu di rumah ini.”
“Lantas, ini rumah siapa,” si ibu bertanya.
“Rumah bapak saya.”
“Nama bapaknya siapa?”
“Saya tak mau beri tahu.”
“Mengapa tidak? Saya ingin tahu.”
“Bukan urusan saya, situ mau tahu atau tidak,” lha saya mulai sebal.
Lantas si penelepon marah-marah. Saya berharap dia meminta maaf, karena salah sambung, bukannya lantas marah-marah seperti itu. Saya tutup saja teleponnya.
Jangan sekali-kali memberi tahu nama pemilik rumah jika ada telepon salah sambung. Bahkan nama kita sekalipun. Bisa berbahaya. Sebab, si penelepon sudah tahu nomor telepon rumah, ditambah nama. Bisa runyam jika dua data itu dipakai untuk keperluan yang tidak-tidak.
Masih banyak kasus telepon tanpa etika yang pernah saya terima. Ada yang berkali-kali missed call dengan harapan akan ditelepon. Rupanya dia tidak punya pulsa. Paling banyak kejadian melalui telepon landline, karena pada masa lalu, belum ada fasilitas caller ID. Jadi, kita tak bisa tahu nomor telepon yang datang.