Mohon tunggu...
Irsyad Mohammad
Irsyad Mohammad Mohon Tunggu... Sejarawan - Pengurus PB HMI, Pengurus Pusat Komunitas Persatuan Penulis Indonesia (SATUPENA), dan Alumni Ilmu Sejarah UI.

Seorang aktivis yang banyak meminati beragam bidang mulai dari politik, sejarah militer dan sejarah Islam hingga gerakan Islam. Aktif di PB HMI dan Komunitas SATUPENA. Seorang pembelajar bahasa dan sedang mencoba menjadi poliglot dengan mempelajari Bahasa Arab, Belanda, Spanyol, dan Esperanto.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Aliansi Ayatullah & Kamerad: Kisah Persahabatan Iran & Korea Utara dalam Memperjuangkan Palestina

5 Maret 2024   16:51 Diperbarui: 5 Maret 2024   16:59 495
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ayatullah Ali Khamenei (kiri) & Kim Il-Sung (Kanan) sedang berjabat tangan di Parlemen Korea Utara. Sumber: twitter.com/KimIlSungDPRK

Syahdan pada bulan Mei 1989 seisi Kota Pyongyang, Republik Demokratik Rakyat Korea (Korea Utara) gegap gempita dan seisi kota riuh riak penuh dengan suka cita. 

Ada pemandangan yang tidak biasa kala itu, jutaan rakyat Korea Utara diberkati dengan datangnya sesosok pria bersorban serta berjenggot dan berjubah, suatu pemandangan langka yang mereka lihat hanya di film-film dan di koran serta buku, belum pernah mereka lihat langsung. 

Rakyat Pyongyang kala itu terkesima melihat pemandangan langka itu. Kala itu Di Bandara Internasional Sunan, Pyongyang; telah datang sosok salik saleh dan Imam Besar umat Muslim yang sangat fenomenal kala itu. Sosok itu ialah Ayatullah Ali Khamenei: marja' taqlid, Presiden Republik Islam Iran, juga orang no.2 di Iran setelah Imam Khomeini kala itu.

Ayatullah Ali Khamenei turun di bandara, ia disambut karpet merah dan penyambutan formal kenegaraan Korea Utara. Ia tidak datang sendiri, ia pun diiringi oleh rombongan para ulama Iran yang turut mendampinginya, banyak para ulama itu pun memegang posisi penting di kabinet negeri yang memberlakukan syariat Islam itu. 

Ketika Imam Ali Khamenei datang beserta rombongannya, staff kedutaan Iran turut menyambut bersama juga dengan warga negara Iran di Pyongyang, mereka menyambut dengan takbir dan menyenandungkan sholawat. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, sholawat dan takbir berkumandang di negeri yang menganut paham "agama adalah candu masyarakat." 

Republik Demokratik Rakyat Korea atau kita kenal sebagai Korea Utara ialah sebuah negeri komunis yang menganut paham marxisme-leninisme dan juga ideologi juche, sebuah ideologi sosialisme dengan cita rasa Korea yang digagas oleh Bapak Bangsa Korea Utara, Kim Il-Sung. 

Hingga kini praktek kehidupan beragama dilarang di Korea Utara, warga negara Korea Utara dilarang menganut agama dan tempat ibadah yang ada di Korea Utara kebanyakan dimiliki oleh kedutaan asing dan hanya untuk warga negara asing yang kebetulan bekerja atau jadi diplomat di Korea Utara.

Rombongan Ayatullah Ali Khamenei datang ke parlemen Korea Utara, di sana ia disambut oleh Presiden Korea Utara, Kamerad Kim Il-Sung (kakek dari Kim Jong-Un dan ayah dari Kim Jong-Il). 

Di parlemen kemudian rombongan Ayatullah Ali Khamenei disambut dengan lagu "Ey Shahid" (Wahai Syuhada) yang dinyanyikan oleh paduan suara resmi pemerintah Korea Utara. 

Dinyanyikannya lagu Ey Shahid merupakan peristiwa yang mengharukan bagi rombongan Ayatullah Ali Khamenei, sebab lagu ialah lagu perjuangan dalam Revolusi Islam Iran dan juga digunakan juga sebagai lagu perjuangan dalam Perang Iran -- Irak (1980 -- 1988). Lagu ini kemudian menjadi lagu perjuangan bagi berbagai gerakan Islam di seantero dunia, juga lagu perjuangan bagi gerakan-gerakan anti-penindasan. 

Paduan suara Korea Utara menyanyikan lagu Ey Shahid dengan sangat bagus, terlihat sekali kedua negara ini memiliki hubungan persahabatan yang mendalam. Persahabatan ini melampaui sekat-sekat agama, serta sekat-sekat geografis, serta sekat-sekat ideologis dan batin.

Selepas pertunjukkan lagu Ey Shahid kemudian dilanjutkan sesi acara hingga sambutan dari Pemimpin Besar Republik Demokratik Rakyat Korea, Panglima Tertinggi Militer Republik Demokratik Rakyat Korea, Ketua Umum Partai Buruh Korea, dan juga Presiden Republik Demokratik Rakyat Korea, Kim Il-Sung. Kim Il-Sung kemudian berpidato menyampaikan sambutan tentang persahabatannya dengan Iran dan kekagumannya kepada Revolusi Islam Iran dan juga kepada Imam Besar Iran, Ayatullah Ruhollah Musavi Khomeini. 

Kim Il-Sung dalam pidatonya pun mengatakan Revolusi Islam Iran memiliki esensi perjuangan yang sama dengan Revolusi Korea Utara, yakni perjuangan untuk sama-sama melawan imperialisme terutama imperialisme Amerika Serikat. 

Giliran berikutnya Ayatullah Ali Khamenei berpidato ia berterima kasih atas keramahtamahan Kim Il-Sung dan terutama pemerintah Korea Utara dalam menyambut dirinya. Juga ia mengatakan bahwa persahabatan antara Iran dengan Korea Utara adalah solidaritas perjuangan bersama kedua negara dalam membela kaum tertindas (mustadhafin) melawan kaum penindas (mustakbirin). 

Juga Imam Ali Khamenei menyampaikan salamnya dari Ayatullah Khomeini kepada Kim Il-Sung dan rakyat Korea Utara, yang selama ini telah bersama-sama membantu Iran dalam perang melawan Irak. Juga bersama-sama dalam memerangi imperialisme Amerika Serikat. 

Ayatullah Ali Khamenei memahami perasaan rakyat Korea yang terbelah akibat Perang Dingin, juga akibat intervensi Amerika Serikat dalam Perang Korea (1950 -- 1953) sehingga menurutnya negeri Iran dan Korea Utara sama-sama senasib sepenanggungan sama-sama menderita akibat imperialisme Amerika Serikat. 

Pernyataan ini dapat dipahami mengingat Korea Utara dan Iran, keduanya tidak punya hubungan diplomatik dengan Amerika Serikat. Amerika Serikat memutus hubungan diplomatik Iran pada tahun 1980, pasca disanderanya diplomat Kedubes AS di Iran (Iran Hostage Crisis). Mengakhiri pidatonya Ayatullah Ali Khamenei berharap kedepannya hubungan kedua negara akan menjadi lebih baik lagi. 

Selepas pidato Kamerad Kim Il-Sung bangun dari kursinya dan mendatangi Ayatullah Ali Khamenei di podium, kemudian mengangkat tangannya dan berpoto bersama. 

Poto ikonik itu kemudian menjadi simbol sebuah aliansi baru, aliansi bulan sabit merah -- sebuah aliansi pemerintahan revolusioner melawan penindasan. Sontak poto itu tersebar ke seantero dunia, banyak negara yang memusuhi Iran ataupun Korea Utara pun mengernyitkan dahi tatkala melihat poto itu.

Selepas rangkaian acara kenegaraan dalam kunjungan diplomatik Iran di Korea Utara, kemudian terjadi pawai raksasa seantero Kota Pyongyang. Ayatullah Ali Khamenei beserta Kim Il-Sung naik mobil limosin bersama, dalam iring-iringin yang kemudian disambut oleh rakyat Korea Utara dan rakyat Iran yang ada di Korea Utara.  

Poto Ayatullah Ali Khamenei dan Kim Il-Sung pun dipajang di seantero kota, beserta poster-poster propaganda menghiasai Kota Pyongyang. Banyak spanduk merah bertulisan bahasa Korea dan Persia dibawa oleh massa yang hadir pada acara itu. 

Doa-doa, dzikir, dan sholawat kemudian dikumandangkan oleh rakyat serta diplomat Iran yang hadir dalam pawai raksasa keliling ibukota Korea Utara kala itu. Suatu pemandangan yang mengharukan, serta menggetarkan sukma. Pertama kalinya dalam sejarah lafadz Allah dan Rasul-Nya berkumandang nyaring dan lantang di negeri komunis itu. 

Akhirnya rombongan pawai itu pun sampai ke Bandara Internasional Sunan Pyongyang. Di sana Ayatullah Ali Khamenei disambut karpet merah untuk melepas kepergiannya, diiringi dengan upacara militer. Kim Il-Sung pun akhirnya melepas sahabatnya itu dengan penuh suka cita, keduanya akhirnya menatap dengan tatapan yang demikian dalam. 

Hubungan antara Iran dengan Korea Utara hingga hari ini masih berlangsung baik, bahkan keduanya masih bekerjasama dalam berbagai bidang terutama perdagangan, militer, dan nuklir. Keduanya pun masih bersama-sama dalam cita-cita perjuangan dalam melawan pengaruh Amerika Serikat.

Kala itu banyak sekali yang bertanya mengapa bisa terjadi kunjungan kepala pemerintahan sebuah negeri teokratis, datang ke sebuah negeri atheis? Apalagi kunjungan Presiden negara Islam disambut dengan gegap gempita serta penuh suka cita di negara komunis. 

Berbagai fakta itu pastinya membuat banyak negara di dunia bertanya-tanya, mengapa aliansi kedua negara dengan ideologi yang bertentangan ini bisa terjadi? Bahkan yang paling mengernyitkan dahi, sembari geram dengan semua ini ialah Republik Korea (Korea Selatan). 

Korea Selatan menurunkan hubungannya dengan Iran pada tahun 1981 karena aliansi terbukanya Iran dengan Korea Utara, dari hubungannya sebelumnya setingkat kedutaan hanya menjadi charge d'affaires. 

Untuk menjawab pertanyaan besar tadi mengapa terjadi aliansi antara Iran dengan Korea Utara, kita harus membahas Revolusi Islam Iran 1979 dan Perang Iran -- Irak 1980 -- 1988. 

Pemerintah revolusioner Iran mengubah kebijakan luar negeri Iran secara drastis, yang tadinya Iran adalah antek Barat kemudian menjadi tandingan negara-negara Barat. 

Iran yang semula adalah boneka Amerika Serikat di bawah pemerintah Shah Mohammad Reza Pahlevi kemudian tidak punya hubungan diplomatik hingga sekarang, hubungan antara keduanya pun putus. 

Korea Utara pun tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Amerika Serikat karena campur tangan Amerika Serikat dalam membela Korea Selatan dalam Perang Korea (1950 -- 1953). Korea Utara sedari awal berdirinya berkomitmen dalam membela perjuangan kemerdekaan Palestina, bahkan Kim Il-Sung menyebut Israel adalah negara boneka dan kaki tangan imperialisme Amerika Serikat di Timur Tengah. 

Korea Selatan yang merupakan rivalnya Korea Utara, malahan punya hubungan diplomatik dengan Israel dan tidak punya hubungan diplomatik resmi dengan Palestina. 

Sebelumnya Shah Reza Pahlevi sangat pro-Israel, bahkan tidak punya hubungan diplomatik dengan Palestina. Imam Khomeini mengutuk sikap Shah yang dianggap pro-zionis, lantas ketika Imam Khomeini berkuasa ia langsung memutus hubungan diplomatik dengan Israel dan bekas kantor Kedubes Israel langsung diberikan untuk menjadi Kedubes Palestina di Iran. Iran sudah membuka hubungan diplomatik dengan Korea Utara pada tahun 1973, hubungan antara keduanya hanya sekadarnya. 

Iran sendiri membuka hubungan diplomatik dengan Korea Utara hanya untuk menjaga perimbangan, sebab Iran sendiri berusaha berbaik-baik dengan Blok Timur meski Shah Reza Pahlevi sendiri adalah antek Barat. 

Mengapa demikian? Sebab Iran berbatasan langsung dengan Uni Soviet kala itu, salah-salah bisa terjadi invasi atau hal yang tidak diinginkan yang bisa merongrong kedaulatan Iran. Faktanya Iran di masa Shah Reza sangat dekat dengan Korea Selatan karena kepentingan yang sama dalam melawan Blok Komunis dan keduanya berada di Blok Barat. Segalanya berubah setelah Revolusi Islam Iran di mana kemudian Iran lebih dekat dengan Korea Utara.

Pemerintah Korea Utara melihat retorika Imam Khomeini yang anti-Barat dan anti-Amerika Serikat sebagai peluang besar bagi mereka untuk berhubungan lebih dekat. 

Posisi Korea Utara yang tidak punya hubungan diplomatik dengan Amerika Serikat membuat mereka terkucil, mereka hanya memiliki hubungan diplomatik erat dengan negara-negara komunis serta beberapa negara dunia ketiga. 

Melihat Iran putus hubungan diplomatik dengan Amerika Serikat, Korea Utara melihat hal itu sebagai peluang. Terlebih terjadinya Perang Iran -- Irak di mana banyak negara Blok Timur bersimpati kepada Irak, karena Irak menganut ideologi ba'athisme atau sosialisme dengan cita rasa rasa Arab. 

Amerika Serikat dan bloknya sebelumnya tidak terlalu dekat dengan Irak, lebih dekat dengan Iran; namun segalanya berubah, bagi mereka Saddam Hussein yang sekuler jauh lebih baik bagi Imam Khomeini yang islamis. 

Amerika Serikat mendekati Saddam Hussein dan membantunya memberikan dana dan persenjataan yang ia butuhkan untuk melawan Iran, juga banyak negara-negara kerajaan di Jazirah Arab yang selama ini membenci ideologi ba'ath dan pan-arabisme serta nasionalisme Arab, tiba-tiba membantu dan mendanai Irak sebab mereka takut pengaruh Revolusi Islam Iran bisa sampai ke negeri mereka dan kerajaan mereka jatuh serta berubah jadi republik. 

Banyak negara Blok Timur yang cenderung menjaga hubungan baik dengan Saddam Hussein, apalagi selama ini Irak membeli senjata dari Uni Soviet. Irak menjadi satu-satunya negara yang berperang dengan menggunakan senjata buatan kedua blok yang sedang bermusuhan, blok Amerika Serikat dan blok Uni Soviet.

Iran diwarisi oleh banyak senjata canggih dari Amerika Serikat peninggalan rezim Shah. Namun untuk berperang dalam waktu lama, Iran butuh suku cadang untuk pesawat-pesawat tempur mereka. Juga butuh stok alutsistanya sendiri, memproduksi dalam waktu cepat bukan opsi yang memungkinkan mengingat Iran sedang berperang. 

Ideologi yang dianut Iran bukan saja tidak disukai Blok Barat, namun juga Blok Timur. Iran hanya memiliki sedikit opsi, negara Arab yang bersimpati dan membantu perjuangan Iran hanya Suriah dan Libya, keduanya digerakkan karena kebencian pribadi mereka kepada Saddam Hussein. Namun keduanya bukan negara produsen senjata, Iran butuh senjata dalam jumlah yang banyak. Suriah dan Libya tidak bisa memberikan dalam jumlah yang banyak.

Korea Utara mengirim misi perdagangan ke Iran dan menawarkan program bantuan persenjataan, serta menawarkan untuk mengirimkan tenaga ahli untuk membantu membangun sistem irigasi, pertambangan, penanaman padi, serta membangun industri alutsista. Iran tertarik dengan tawaran itu, terlebih Iran juga tertarik untuk membeli persenjataan Korea Utara sebab harganya pun cukup murah bila dibandingkan negara-negara maju lainnya. 

Membeli dari Amerika Serikat jelas tidak mungkin, sudah putus hubungan diplomatik (meski akhirnya terungkap Amerika Serikat menjual secara bawah tangan dengan Iran di tahun-tahun menjelang berakhirnya peperangan, lewat Iran -- Contra Scandal). 

Sebagai timbal balik Korea Utara menginginkan untuk membeli Iran dalam jumlah besar dengan harga bersahabat, akhirnya Iran setuju tawaran itu. Iran menjadi salah satu pemasok utama minyak Korea Utara. 

Duta Besar Korea Utara pun melobi Imam Khomeini untuk memutuskan hubungan diplomatik dengan Korea Selatan dan menjadikan Korea Utara sebagais satu-satunya Korea yang sah diakui oleh Iran, dan Korea Utara pun meminta Imam Khomeini untuk mengeluarkan pernyataan mengecam intervensi Amerika Serikat di Semenanjung Korea. 

Permintaan terakhir ini hanya dipenuhi sebagian, Iran tidak memutus hubungan diplomatik dengan Korea Selatan. Namun Imam Khomeini mengeluarkan fatwa mengecam intervensi dan imperialisme Amerika Serikat di Korea Selatan, serta Imam Khomeini meminta Amerika Serikat menarik tentaranya dari Korea Selatan.

Pada awal berjalannya peperangan Iran menggunakan senjata-senjata peninggalan Amerika Serikat, juga senjata yang diproduksi sendiri di dalam negerinya. Belakangan senjata-senjata buatan Korea Utara pun memasuki Iran, banyak artileri buatan Korea Utara menembak dengan perkasa menghujam tentara Irak yang menginjakkan kakinya ke Iran. 

Intensitas konflik yang kian meningkat membuat Iran membutuhkan senjata yang lebih canggih lagi untuk melawan Irak, Uni Soviet dan Tiongkok menolak memberikan senjata-senjata canggih mereka untuk Iran dan tetap menyuplai senjata canggih ke Irak. 

Korea Utara di sini mengambil peran sebagai pihak ketiga dalam perdagangan senjata buatan Uni Soviet dan Tiongkok. Walhasil Iran pun berhasil mendapatkan senjata-senjata canggih dari Uni Soviet dan Tiongkok dengan Korea Utara sebagai broker mereka. 

Bukan hanya itu saja, Korea Utara pun membocorkan sejumlah informasi intelijen A1 dari Blok Timur untuk membantu Iran. Walhasil Saddam Hussein pun murka dengan kelakuan Kim Il-Sung ini. Akhirnya Iran pun berhasil memenangkan perang dan mengusir tentara Irak dari negerinya.

Bagaimanakah hubungan kedua negara ini Pasca Perang Dingin? Setelah Perang Dingin berakhir terjadi normalisasi hubungan antara Korea Selatan dan Iran, kedutaan pun dipulihkan di antara kedua negara. Kini Iran menjalin hubungan dagang yang erat dengan Korea Selatan. 

Banyak produk-produk Korea Selatan masuk Iran, bahkan produk budayanya termasuk drama korea pun masuk Iran. Bahkan produk elektronik Korea Selatan pun memasuki Iran dan cukup banyak dibeli oleh orang Iran.

Ayatullah Ali Khamenei yang dulu merupakan Presiden Iran, kini menjadi Rahbar (Supreme Leader Iran) & Walayatul Faqih (Pemimpin Keagamaan Tertinggi Islam di Iran) ia tetap menjaga hubungan historis dan ideologis dengan Korea Utara, terlebih lagi Korea Utara mendukung program nuklir Iran dan sama-sama senasib sepenanggungan akibat embargo dan sanksi-sanksi dunia internasional yang dimotori oleh dunia Barat terhadap mereka. 

Korea Selatan pun turut ikut dalam voting PBB menentang program nuklir Iran, jadi jelas bisa dipahami mengapa hubungan baik dengan Korea Utara tetap dipertahankan. 

Nampaknya aliansi ini belum akan berakhir dalam waktu dekat, sebab mereka punya anggota baru yakni Rusia yang sama-sama tengah diberi sanksi dan embargo oleh dunia Barat dan punya sentiment yang sama kepada Amerika Serikat, akibat Perang Rusia -- Ukraina. 

Rusia dalam perang banyak membeli rudal-rudal buatan Korea Utara dan drone buatan Iran. Ketiga negara ini bahkan memiliki patron sekaligus bohir yang menghidupi ekonomi mereka, yakni Tiongkok. Walhasil tercipta aliansi militer antara Korea Utara, Iran, Rusia, dan Tiongkok. Bahkan keempat negara ini terbilang cukup konsisten dalam membela Palestina, terlebih bila kita lihat sikap 4 negara ini baru-baru ini ketika menyikapi Invasi Israel ke Gaza tahun 2023.

Semakin dekatnya hubungan diplomatik Iran, Korea Utara, Rusia, dan Tiongkok, pastinya semakin membuat Blok Barat gentar dan geopolitik dunia kedepannya akan semakin tidak pasti terlebih persaingan ekonomi antara Tiongkok dengan Amerika Serikat yang semakin sengit. Pada akhirnya persahabatan dan aliansi antar negara bukan semata karena kesamaan ideologis, namun juga kesamaan kepentingan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun