Mohon tunggu...
Irmina Gultom
Irmina Gultom Mohon Tunggu... Apoteker - Apoteker

Pharmacy and Health, Books, Travel, Cultures | Author of What You Need to Know for Being Pharmacy Student (Elex Media Komputindo, 2021) | Best in Specific Interest Nominee 2021 | UTA 45 Jakarta | IG: irmina_gultom

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Jangan Sembarangan Memodifikasi Dosis, Yuk Patuh Saat Minum Obat!

8 Juni 2022   07:00 Diperbarui: 8 Juni 2022   20:52 2389
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi obat (Sumber: @sharonmccutcheon via unsplash.com)

"Loh, kok obatnya udah abis aja? Bukannya baru dua hari yang lalu ditebus?"

"Iya. Gue minumnya double. Biar cepet sembuh. Soalnya gue harus cepet masuk kantor lagi, sebelum kerjaan numpuk dan malah bikin gue tambah sakit."

Bagaimana pendapat pembaca sekalian ketika membaca dialog di atas? Di satu sisi, si pasien mungkin terlihat memiliki rasa tanggung jawab yang baik terhadap pekerjaannya. Tapi di sisi lain, ia tidak mempertimbangkan risiko kesehatannya karena tidak patuh minum obat.

Well, meski boleh dikatakan bahwa pasien zaman sekarang banyak lebih kritis ketika menerima pengobatan, tapi nyatanya tidak sedikit pula yang sering bersikap asumtif. Contohnya ya seperti dialog di atas.

Dulu waktu saya masih duduk di bangku SMA dan belum paham tentang dunia obat-obatan seperti sekarang, saya juga pernah memiliki pemikiran yang sama. Kebetulan saya tipikal siswi yang takut ketinggalan pelajaran. 

Maklum, tugas dan project sekolah yang diberikan oleh guru-guru saya dulu luar biasa banyak. Tiada hari tanpa tugas. Jadi kalau saya lengah sedikit, pasti saya akan tertinggal. Dan tentunya ketertinggalan saya itu akan berpengaruh terhadap nilai-nilai saya nantinya. Oleh sebab itu sebisa mungkin saya tidak boleh absen satu hari pun.

Bagaimana kalau saya sakit? Yah, pokoknya selama saya masih bisa bangun dan berdiri, berarti saya masih bisa mengikuti pelajaran. Bila perlu, saya melipatgandakan dosis obat dengan anggapan saya akan lebih cepat sembuh.

Tapi ternyata oh ternyata, ketika saya kuliah farmasi, anggapan tersebut luar biasa salah. Fenomena terkait kedisiplinan/kepatuhan pasien dalam mengonsumsi obat, selalu menjadi topik bahasan dalam perkuliahan farmasi, bahkan di dunia pelayanan farmasi.

Beberapa contoh ketidakpatuhan tersebut misalnya:

  • Pasien tidak teratur minum obat seperti yang dianjurkan oleh dokter
  • Pasien mengurangi/menambah dosis obat yang diminumnya tanpa berkonsultasi dengan dokter/apoteker
  • Pasien berhenti minum obat lebih cepat dari waktu yang ditentukan dokter
  • Pasien minum obat milik orang lain karena merasakan gejala yang mirip

Faktor yang Memengaruhi Ketidakpatuhan Pasien

Kalau dipikir-pikir, apa sih yang menyebabkan pasien tidak patuh dalam meminum obatnya? Kenapa mereka seakan-akan tidak aware dengan risiko akibat ketidakpatuhan dalam proses pengobatannya? Beberapa hal di bawah ini bisa jadi adalah penyebabnya:

1. Mudah Lupa

Berhubung pengobatan juga dipengaruhi oleh frekuensi/waktu, bisa jadi seorang pasien harus meminum obat yang berbeda dengan frekuensi yang berbeda pula. Misal seseorang harus minum obat Natrium Diklofenak 3 kali sehari setelah makan, Amlodipine 1 kali sehari di malam hari, dan Multivitamin 1 kali sehari di pagi hari.

Nah masalahnya, daya ingat setiap orang dalam mengingat berbeda-beda. Ada yang mampu mengingat hal-hal kecil dan detail, ada juga yang tidak. Pasien yang mudah lupa, apalagi jika memiliki tingkat kesibukan yang tinggi, akan cenderung berantakan dalam meminum obatnya.

Kebetulan saya pernah menderita herpes yang cukup parah. Bintil-bintil berwarna merah dan berisi air memenuhi leher saya. Untungnya saat itu saya sudah kuliah farmasi, jadi saya paham betul bahwa kepatuhan saya meminum obat sangat memengaruhi tingkat kesembuhan. Saya bahkan sampai memasang alarm dan rela bangun saat subuh demi bisa memenuhi frekuensi waktu minum obat setiap 8 jam sekali.

2. Polifarmasi

Kalau contoh di atas hanya ada 3 obat yang harus diminum dalam waktu yang berbeda, ada juga pasien yang harus minum obat hingga lebih dari 5 macam dengan waktu yang berbeda. Terlalu banyak obat yang harus diminum membuat pasien merasa malas minum obat. Apalagi jika jangka waktu pengobatannya panjang hingga berbulan-bulan.

Baca juga: 'Polifarmasi' pada Resep Obat yang Perlu Anda Ketahui

3. Asumsi yang Salah

Faktanya, masih banyak juga orang yang suka suka berasumsi tentang kondisi kesehatannya. Mulai dari melakukan self diagnose berdasarkan kemiripan gejala penyakit yang dialami dirinya dibandingkan dengan orang lain (misal keluarga atau teman dekat), bahkan berani untuk meminum obat sisa dari anggota keluarga yang lain. 

Kemudian ada juga yang mengurangi dosis obat bahkan menghentikan obat sebelum waktunya karena merasa sudah sembuh. Dan seperti contoh di atas, ada yang dengan pedenya menambah dosis obat yang diminumnya dengan anggapan supaya lebih cepat sembuh.

Lalu bagaimana dengan swamedikasi? Mengobati penyakit secara mandiri dengan membeli obat tanpa resep dokter hanya bisa dilakukan untuk mengatasi penyakit-penyakit yang ringan seperti flu, demam, batuk, dan lainnya. Namun tentu saja jika sakit terus berlanjut atau terasa semakin parah dan mengganggu, langkah yang paling tepat adalah berobat ke dokter.

4. Ketidakmampuan Ekonomi

Dalam hal ketidakpatuhan pasien dalam pengobatan, faktor kondisi ekonomi tidak bisa kita kesampingkan. Kondisi masyarakat Indonesia yang masih banyak berada pada level menengah ke bawah, sangat memengaruhi kepatuhan mereka dalam pengobatan ketika menderita sakit.

Daripada beli obat yang tidak bisa mengenyangkan, banyak lebih mengutamakan menuntaskan rasa laparnya (dan keluarganya) lebih dulu. Kalau pembaca sekalian ada yang bekerja di saran pelayanan, pasti pernah menemukan pasien yang tidak mau menebus semua obatnya karena masalah biaya. Jangankan obat paten, menebus obat generik saja belum tentu mampu.

Risiko Akibat Ketidakpatuhan Pasien dalam Minum Obat

Saat dokter dan apoteker memberikan obat kepada pasiennya, hal yang paling penting adalah bahwa obat tersebut harus dalam regimen yang tepat. Tepat indikasi, tepat obat, tepat dosis, tepat cara pemberian, dan tepat frekuensi. Tujuannya tak lain adalah supaya kesembuhan segera tercapai dan pasien dapat sehat kembali.

Oleh sebab itu disadari atau tidak, ketidakpatuhan pasien dalam mengonsumsi obatnya dapat menimbulkan risiko bagi kesehatannya sendiri. Apa saja itu?

1. Hati-hati dengan Obat Indeks Terapi Sempit

Tingkat keamanan suatu obat dapat diukur melalui Indeks Terapi Obat (Drug Therapeutic Index). Indeks Terapi Obat artinya perbandingan konsentrasi obat dalam darah yang memberikan 50% efek toksik pada manusia atau 50% letal (kematian) pada hewan coba terhadap konsentrasi obat dalam darah yang memberikan 50% efek terapi pada tubuh.

Jadi bagi beberapa orang, mungkin ada yang tidak terlalu bermasalah ketika ia melipatgandakan dosis obat yang diminumnya karena asumsinya sendiri, yakni supaya lebih cepat sembuh. 

Bisa jadi hal itu karena tubuhnya memang memiliki toleransi yang baik terhadap obat, atau bisa juga karena obat yang diminumnya memiliki indeks terapi yang luas (High Therapy Index). Jadi obat tersebut mudah ditoleransi tubuh dalam berbagai dosis, misalnya Paracetamol.

Beda halnya jika ternyata obat tersebut memiliki indeks terapi sempit (Narrow Therapeutic Index). Perbedaan kecil dosis dalam darah dapat berisiko memberikan efek toksik atau kegagalan terapi yang serius bagi pasien. Contoh obat dengan indeks terapi sempit misalnya Digoxin.

Rumus menghitung Indeks Terapi obat (Dokumentasi pribadi)
Rumus menghitung Indeks Terapi obat (Dokumentasi pribadi)

2. Risiko Efek Adiksi

Sembarangan meningkatkan dosis obat terutama obat-obat yang termasuk dalam golongan narkotika, psikotropika, atau golongan obat-obat tertentu (OOT), dapat berisiko menimbulkan adiksi (ketagihan). 

Contoh, pasien-pasien yang menerima pengobatan anti-anxietas dan anti-depresan tidak boleh sembarangan menaikkan dosis yang tujuannya semata-mata supaya lebih mudah tertidur. Atau pasien yang mengonsumsi Tramadol sebagai anti nyeri, tidak boleh sembarangan menaikkan dosis demi menghilangkan rasa sakit.

3. Semakin Sulit Sembuh

Ketika pola ketidakpatuhan pasien dalam mengonsumsi obat berlangsung secara berulang, tidak menutup kemungkinan toleransi tubuhnya terhadap obat tertentu akan semakin tinggi. Dengan demikian pasien akan semakin sulit untuk sembuh karena dosis harus dinaikkan dan frekuensi pengobatan akan lebih lama.

4. Resistensi Antibiotik

Sudah banyak sekali sosialisasi dan edukasi yang dilakukan para praktisi kesehatan mengenai resistensi antibiotik. Ya, resistensi antibiotik benar-benar tidak boleh dianggap remeh karena risikonya sangat besar.

Baca juga: Jangan Anggap Remeh Resistensi Antibiotik

Pasien yang tidak patuh dan minum antibiotik secara tidak teratur sesuai resep dokter atau bahkan berhenti di tengah jalan karena merasa sudah sembuh, sangat berisiko mengalami resistensi antibiotik. 

Ketika pasien sudah resisten terhadap antibiotik tertentu, maka ia harus mengganti jenis antibiotik lain ke golongan yang lebih tinggi. Dan jika hal tersebut terjadi terus menerus, maka nyawanya bisa saja terancam karena tidak ada lagi antibiotik yang mempan.

Risiko resistensi antibiotik akibat ketidakpatuhan juga semakin besar ketika pasien menerima pengobatan Anti-tuberculosis (dengan kombinasinya) dimana jangka waktu pengobatannya mencapai berbulan-bulan hingga tahunan.

Baca juga: MDR-TB Tak Kalah Mengerikan Dibanding Covid-19

5. Biaya Pengobatan Lebih Besar

Ketika pasien semakin sulit sembuh karena dosisnya perlu dinaikkan, obatnya perlu diganti, hingga frekuensinya perlu diperpanjang, sudah pasti biaya pengobatan juga akan semakin besar. Hal ini tentu akan memperberat tanggungan pasien (dan keluarganya). 

Ya kalau si pasien tidak memiliki kondisi ekonomi yang lebih dari cukup. Bagaimana dengan mereka yang memiliki kondisi ekonomi pas-pasan?

Nah pembaca sekalian, apakah ada di antara kalian yang sering tidak patuh dalam meminum obat? Atau ada yang punya pengalaman serupa dengan orang-orang terdekat? Yuk lebih disiplin lagi. 

Jangan sampai cuma gara-gara perkara sering lupa minum obat atau sembarangan menaikkan dosis obat yang diminum, malah jadi rugi sendiri. Malesin kan?

Cherio!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun