Kembali ke Batu Parsidangan tadi, Batu Parsidangan yang terletak di bawah Pohon Hariara biasanya digunakan untuk rapat bagi para tetua adat dan tempat untuk menjatuhi vonis bagi penjahat.Â
Apabila kejahatannya tergolong kecil biasanya hukuman yang dijatuhi tidak tidak terlalu berat, misalnya diasingkan dari desa. Namun jika kejahatannya tergolong berat, maka hukuman mati denagn cara dipenggal pun bisa dijatuhkan. Umumnya hukuman ini dijatuhi pada kelompok musuh.
Yang agak membuat merinding, konon penjahat yang yang telah dieksekusi, jantung dan hatinya akan diambil untuk dimakan oleh raja. Hal ini dipercaya dapat meningkatkan kekuatan raja. Itulah legenda yang memunculkan stigma bahwa orang Batak dulu mempraktikkan kanibalisme.
Menari Tortor di Huta Siallagan
Usai mendengar penjelasan tentang sejarah Huta Siallagan dari tour guide, pengunjung akan diajak untuk menari Tortor. Pihak kampung adat bahkan dengan baik hati menyediakan sejumlah Ulos dan Sortali untuk dipakai oleh pengunjung yang akan menari Tortor.Â
Tentunya Ulos dan Sortali ini hanya dipinjamkan saja loh ya, jadi setelah tarian selesai tidak boleh dibawa pulang dan harus dikembalikan ke tempat semula.
Menari Tortor tak akan lengkap kalau tidak ada patung Sigale-gale yang ikut menari. Oleh sebab itu pihak kampung adat juga menghadirkan replika patung Sigale-gale untuk menemani pengunjung menari Tortor.
Dalam satu bagian tertentu, pengunjung akan diajak untuk menari dengan menyelipkan uang di kedua jemari tangan (pasti sering lihat dong ya kalau orang Batak menari ada saweran dengan menyelipkan uang di antara jemari tangan). Uang ini nantinya akan ditaruh dalam keranjang di samping patung Sigale-gale.Â