Mohon tunggu...
Irmina Gultom
Irmina Gultom Mohon Tunggu... Apoteker - Apoteker

Pharmacy and Health, Books, Travel, Cultures | Author of What You Need to Know for Being Pharmacy Student (Elex Media Komputindo, 2021) | Best in Specific Interest Nominee 2021 | UTA 45 Jakarta | IG: irmina_gultom

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Serunya Menari Tortor di Huta Siallagan

16 Februari 2020   07:00 Diperbarui: 16 Februari 2020   08:17 615
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Deretan Jabu Bolon di Huta Siallagan (Sumber: Dokpri)

Kembali ke Batu Parsidangan tadi, Batu Parsidangan yang terletak di bawah Pohon Hariara biasanya digunakan untuk rapat bagi para tetua adat dan tempat untuk menjatuhi vonis bagi penjahat. 

Apabila kejahatannya tergolong kecil biasanya hukuman yang dijatuhi tidak tidak terlalu berat, misalnya diasingkan dari desa. Namun jika kejahatannya tergolong berat, maka hukuman mati denagn cara dipenggal pun bisa dijatuhkan. Umumnya hukuman ini dijatuhi pada kelompok musuh.

Replika tempat pemasungan (Sumber: Dokpri)
Replika tempat pemasungan (Sumber: Dokpri)
Batu Parsidangan yang kedua, terletak agak di bagian belakang kompleks dan area ini biasanya digunakan untuk mengkesekusi penjahat yang telah dijatuhi hukuman mati. 

Yang agak membuat merinding, konon penjahat yang yang telah dieksekusi, jantung dan hatinya akan diambil untuk dimakan oleh raja. Hal ini dipercaya dapat meningkatkan kekuatan raja. Itulah legenda yang memunculkan stigma bahwa orang Batak dulu mempraktikkan kanibalisme.

Area Batu Parsidangan tempat eksekusi (Sumber: Dokpri)
Area Batu Parsidangan tempat eksekusi (Sumber: Dokpri)
Namun jangan khawatir, konon legenda itu hanya ada hingga awal abad ke-19. Setelah masuknya ajaran Nasrani yang dibawa oleh seorang misionaris Jerman, Ludwig Ingwer Nomensen ke tanah Batak, praktik Kanibalisme sudah sepenuhnya tidak ada lagi.

Menari Tortor di Huta Siallagan

Usai mendengar penjelasan tentang sejarah Huta Siallagan dari tour guide, pengunjung akan diajak untuk menari Tortor. Pihak kampung adat bahkan dengan baik hati menyediakan sejumlah Ulos dan Sortali untuk dipakai oleh pengunjung yang akan menari Tortor. 

Tentunya Ulos dan Sortali ini hanya dipinjamkan saja loh ya, jadi setelah tarian selesai tidak boleh dibawa pulang dan harus dikembalikan ke tempat semula.

Menari Tortor tak akan lengkap kalau tidak ada patung Sigale-gale yang ikut menari. Oleh sebab itu pihak kampung adat juga menghadirkan replika patung Sigale-gale untuk menemani pengunjung menari Tortor.

Pengunjung diajak menari Tortor (Sumber: Dokpri)
Pengunjung diajak menari Tortor (Sumber: Dokpri)
Well, sebenarnya di Tomok pun kita bisa ikut menari Tortor bersama patung Sigale-gale. Namun yang membedakannya dengan Huta Siallagan adalah di tempat ini kita diajak oleh pemandu untu menarikan satu set tarian yang diiringi dengan Gondang (satu set alat musik tradisional Batak), mulai dari Gondang Mula-mula, penyambutan, tortor bebas, hingga penutup.

Dalam satu bagian tertentu, pengunjung akan diajak untuk menari dengan menyelipkan uang di kedua jemari tangan (pasti sering lihat dong ya kalau orang Batak menari ada saweran dengan menyelipkan uang di antara jemari tangan). Uang ini nantinya akan ditaruh dalam keranjang di samping patung Sigale-gale. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun