Meski begitu, tidak dapat dipungkiri bahwa sudah cukup lama profesi apoteker/farmasis dipandang sebelah mata meski kedudukannya setara dengan tenaga kesehatan lainnya seperti dokter maupun perawat.Â
Seakan-akan ada hierarki tak kasat mata dalam dunia tenaga kesehatan yang terdiri dari dokter, apoteker, tenaga teknis kefarmasian dan perawat. Sehingga menimbulkan kesan bahwa profesi dokter dipercaya dari pada apoteker jika mengenai pengobatan, padahal mereka semua memiliki tujuan yang sama meski berbeda fungsi. Setiap tenaga kesehatan memiliki beban yang sama yakni berkaitan dengan nyawa manusia.
Dalam beberapa kasus, dokter juga sering keliru jika berkaitan dengan obat dibandingkan farmasis. Oleh sebab itu sebagai seorang farmasis nanti, jangan pernah ragu jika menemui kejanggalan (misal dalam resep dokter).Â
Farmasis berhak mempertanyakan dan mendiskusikan hal-hal yang dirasa kurang sesuai kepada dokter yang memberikan resep tersebut.Â
Tapi saya akui juga pada kenyataannya memang ada hal-hal tertentu yang membuat eksistensi profesi Apoteker ini seakan-akan dinomorduakan dari dokter dan perawat. Namun demikian, patut disyukuri bahwa kini sudah semakin banyak yang memahami apa itu farmasi, siapa dan apa saja tugas seorang apoteker.
Sama seperti jurusan perkuliahan lainnya, mahasiswa farmasi akan menjalani perkuliahan selama empat tahun, dengan kombinasi kira-kira 30% teori dan 70% praktikum. Jadi yang pertama perlu dicatat disini adalah bahwa mayoritas kegiatan mahasiswa farmasi adalah praktikum.
Kemudian pada tingkat akhir, sama seperti mahasiswa di jurusan lainnya, mahasiswa farmasi harus melaksanakan skripsi sebagai syarat kelulusan. Namun yang perlu diketahui adalah, mayoritas hasil skripsi diperoleh dengan melakukan penelitian ilmiah dan bukan hanya sekadar studi literatur. Mahasiswa yang lulus skripsi akan memperoleh gelar "Sarjana Farmasi" (S.Farm.). Kalau dulu gelarnya "Dra. / Drs." atau "Sarjana Sains" (S.Si.).
Dan perlu dicatat juga bahwa setelah memperoleh gelar sarjana tersebut, mereka tidak serta merta bisa disebut sebagai Apoteker. Mengapa? Karena gelar Apoteker adalah gelar profesi yang didapat setelah melalui studi lanjutan selama kurang lebih satu tahun, setelah memperoleh gelar S.Farm. Jadi sebelum memperoleh gelar Sarjana Farmasi, seseorang tidak bisa langsung mengikuti program studi profesi apoteker.
Program studi apoteker umumnya terbagi menjadi enam bulan kuliah teori (dengan mata kuliah seperti yang sudah saya jelaskan di awal) dan enam bulan magang/praktik kerja. Meski begitu pada kenyataannya, durasi yang dibutuhkan baik untuk kuliah teori maupun magang, tidak benar-benar pas enam bulan tetapi justru bisa kurang.
Jadi sebenarnya program studi Apoteker ini tidak seberat program sarjana. Setelah mahasiswa tersebut diambil disumpah di depan pemuka agama, barulah seseorang sah menyandang gelar Apoteker dan berhak menjalankan tugas dan wewenangnya.