Mohon tunggu...
Irmina Gultom
Irmina Gultom Mohon Tunggu... Apoteker - Apoteker

Pharmacy and Health, Books, Travel, Cultures | Author of What You Need to Know for Being Pharmacy Student (Elex Media Komputindo, 2021) | Best in Specific Interest Nominee 2021 | UTA 45 Jakarta | IG: irmina_gultom

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Gula, Pemanis Buatan dan "Sugar Tax"

8 Februari 2019   11:05 Diperbarui: 9 Februari 2019   11:00 752
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: healthguide.net

"Ih katanya ini minuman 'No Sugar', kok tetep manis?" teman saya berkomentar setelah meminum salah satu produk yang dia beli di minimarket stasiun ketika kami pulang kantor sama-sama.

Di label produk yang dia minum itu memang tertulis 'No sugar' yang berarti tidak ada penambahan gula. Jadi ceritanya teman saya ini sedang mencoba diet dan mengurangi konsumsi gula. Demi Healthy lifestyle katanya. 

Mendengar komentarnya saya jadi senyum-senyum sambil membalas, "Ya memang tidak ada penambahan gula. Tapi kalau manis berarti ada pemanis buatannya".

Edukasi tentang gaya hidup sehat dengan mengurangi konsumsi gula berlebih untuk mencegah kelebihan berat badan dan penyakit degeneratif semacam Diabetes Mellitus memang sedang gencar-gencarnya. Akibatnya produsen makanan dan minuman olahan mulai mengikuti tren yang berkembang di masyarakat dengan mengurangi gula dalam produk-produk mereka.

Beberapa klaim yang sering disematkan di label mulai dari 'No sugar added', 'Less Sugar', 'Sugar Free', 'No sugar', 'Rendah kalori' dan sebagainya. Tapi terbayang dong kalau rasanya hambar semua? Pastinya tidak begitu laku karena memang belum semua masyarakat kita aware dengan hal ini. Dan kalau menyangkut taste, pastinya setiap orang memiliki selera berbeda.

Namun perlu diketahui juga ada arti-arti tertentu dibalik klaim-klaim tersebut, misal:

1. 'No Sugar' atau 'Sugar Free' memang artinya bebas gula, tapi belum tentu tidak ada penambahan pemanis.

2. 'No sugar added' bisa berarti tidak ada penambahan gula selama proses, namun gula bisa muncul dari hasil pengolahan pangan (misal minuman jus buah).

3. 'Less Sugar' biasanya kandungan gula dikurangi sebanyak 25% dari aslinya.

4. 'Dietetic' bisa berarti ada pengurangan jumlah kalori, tapi bisa berarti lain juga.

Oleh sebab itu produk yang diklaim mengandung rendah atau tidak mengandung gula, bukan berarti rasanya harus hambar. Supaya rasanya tetap enak atau minimal ada manis-masinya (bukan endorse loh ya), produsen akan menambahkan pemanis buatan atau dikenal juga dengan Artificial  Sweetener. Walaupun rasanya sama-sama manis, tapi sumbernya berbeda sehingga efek jangka panjangnya tidak sama dengan gula.

Gula Vs Pemanis Buatan

Gula atau yang dikenal juga dengan Gula Kalori adalah pemanis yang mengandung kalori. Berdasarkan gugus rantainya, gula umumnya dibagi menjadi tiga yakni Monosakarida (Contoh: Glukosa, Fruktosa/gula buah, Galaktosa), Disakarida (Contoh: Maltosa, Sukrosa/gula pasir, Laktosa/gula susu)  dan Polisakarida (Contoh: Amilum).

Sementara Pemanis menurut Peraturan Kepala BPOM No. 4 tahun 2014 adalah, bahan tambahan pangan (BTP) berupa pemanis alami dan pemanis buatan yang memberikan rasa manis pada produk pangan.

Pemanis Alami yang dizinkan oleh BPOM sebagai BTP misalnya Sorbitol, Mannitol, Xylitol, Glikosida Stevia, Maltol, Laktitol. Sedangkan Pemanis Buatan contohnya Acesulfam Potassium (Acesulfam-K), Aspartame, Cyclamates, Neotame, Saccharins, Sucralose dan lainnya.

Berbeda dengan gula, BTP pemanis ini tidak dimaksudkan untuk dikonsumsi secara langsung dan hanya ditambahkan ke dalam produk pangan dalam jumlah kecil karena tingkat kemanisannya lebih tinggi dari gula biasa.

Namun ada juga Table-top Sweetener yaitu pemanis siap dikonsumsi sebagai produk akhir dan biasanya berbentuk granul, serbuk atau cair. Contoh Table-top Sweetener adalah gula pasir (sukrosa) yang dikemas dengan ukuran 5-10 gram.

Apakah Pemanis Buatan Sehat dan Aman Digunakan?

Pada dasarnya baik BTP Pemanis Alami maupun Buatan aman digunakan jika dikonsumsi sesuai batasan yang berlaku atau dikenal juga dengan Acceptable Daily Intake/ADI (Asupan harian yang dapat diterima) yaitu, jumlah maksimum BTP dalam miligram per kilogram berat badan yang dapat dikonsumsi setiap hari selama hidup tanpa menimbulkan efek merugikan terhadap kesehatan.

Jika dinyatakan ADI not specified / ADI not limited / ADI acceptable / no ADI allocated / no ADI necessary, itu berarti BTP yang digunakan memiliki toksisitas yang sangat rendah.

Oleh sebab itu BTP Pemanis memang umum dijadikan alternatif atau pengganti gula (sugar substitute) untuk memunculkan rasa yang mirip dengan produk yang menggunakan gula asli.

Berikut beberapa manfaat penggunaan BTP Pemanis dibandingkan gula:

1. Membantu mengontrol Berat Badan

Perlu diketahui bahwa penghasil kalori terbesar adalah lemak, protein dan karbohidrat (termasuk gula).  Dan sesuai tren hidup sehat sekarang ini, orang-orang berlomba mengurangi atau paling tidak menyeimbangkan asupan senyawa tersebut ke dalam tubuh, termasuk gula.

Meski jauh berkali lipat lebih manis daripada gula, BTP pemanis umumnya mengandung jauh lebih sedikit kalori dibandingkan gula sehingga dipilih sebagai pengganti gula dalam makanan dan minuman. Oleh sebab itu penggunaan BTP pemanis paling tidak berkontribusi untuk membantu mengontrol berat badan, tentunya disertai dengan pola diet tertentu serta olahraga dan asupan gizi seimbang.

2. Membantu mengurangi Resiko Diabetes

BTP pemanis tidak menimbulkan respon yang sama dengan gula terhadap produksi dan aktivitas  Insulin (hormon yang berfungsi mengubah glukosa menjadi glikogen/gula otot), oleh sebab itu BTP pemanis biasa digunakan oleh penderita Diabetes untuk membantu mengontrol kadar glukosa dalam darah, tanpa harus  menderita akibat rasa makanan yang tidak enak.

3. Kesehatan Gigi

Tidak seperti gula yang dapat menimbulkan kerusakan gigi, BTP pemanis mungkin memiliki  peran terhadap kesehatan gigi misalnya mencegah karies gigi, karena tidak bersifat kariogenik. Meski begitu, karena belum ada data ilmiah yang memadai, belum bisa disimpulkan juga bahwa konsumsi BTP pemanis (Xylitol misalnya) lebih baik untuk mencegah karies gigi.

Yang perlu dicatat bahwa disamping kebaikan-kebaikan tersebut, bukan berarti penggunaannya boleh sembarangan karena dapat menimbulkan kerugian tertentu, misal:

1. Kontraindikasi bagi penderita Phenylketonuria (PKU)

BTP pemanis  tertentu seperti Aspartame dikontraindikasikan (dilarang penggunaannya) oleh penderita PKU, yakni sebuah gangguan yang sifatnya genetik dimana tubuh penderita sulit memetabolisme senyawa asam amino Phenylalanine. Kadar Phenylalanin berlebih dalam tubuh dapat menyebabkan resiko kecacatan intelektual yang ditandai dengan kejang, tumbuh kembang yang terlambat, dan masalah perilaku. 

Dan karena Aspartame mengandung senyawa Phenylalanine, maka pemanis ini tidak boleh dikonsumsi oleh penderita PKU. Dan sesuai ketentuan labeling pada kemasan pangan, informasi ini harus di-declare supaya bisa menjadi perhatian bagi penderita PKU.

2. Kenaikan berat badan dan Gangguan Sistem Pencernaan

Meskipun penggunaan BTP pemanis berperan untuk membantu mengontrol kelebihan berat badan, efek sebaliknya bisa muncul apabila konsumen salah persepsi.

Mengkonsumsi pangan dengan BTP pemanis bukan berarti kita bisa makan atau minum semau kita, karena seperti yang sudah dijelaskan tadi bahwa masing-masing BTP pemanis memiliki level ADI tertentu. Jadi jika konsumsi kita berlebihan, tidak menutup kemungkinan akan berakibat pada obesitas dan DM Tipe 2.

Contoh, seseorang mengkonsumsi susu dengan klaim 'low fat' dan 'no sugar' tapi  secara berlebihan. Resiko kelebihan berat badan dan kenaikan kadar gula darah tetap ada karena pada dasarnya susu mengandung laktosa.

Selain itu, konsumsi berlebihan bahan pemanis tertentu juga dapat menimbulkan masalah pada sistem pencernaan (misal kembung, diare), sakit kepala hingga gangguan metabolisme.

3. Kekurangan nutrisi  tertentu

Anak-anak dan ibu hamil/menyusui tidak diperbolehkan mengkonsumsi pangan dengan BTP pemanis, mengapa? Karena pada dasarnya karbohidrat atau glukosa merupakan nutrisi atau senyawa penting yang dibutuhkan dalam proses tumbuh kembang. Jangan sampai penggunaan BTP pemanis salah tujuan sehingga malah menyebabkan anak kekurangan nutrisi tertentu.

Sugar Tax

Sesuai rekomendasi WHO, saat ini ada sekitar 26 negara (termasuk Australia, Inggris, Singapore, Filipina, sejumlah negara bagian Amerika Serikat dan lainnya) yang telah menerapkan pengenaan pajak bagi produk minuman yang mengandung gula tinggi  (sugar tax/soda tax) sebagai bentuk kepedulian pemerintah terhadap kesehatan warganya. 

Dengan kebijakan pajak yang tinggi ini, diharapkan pembelian dan konsumsi minuman dengan kadar gula tinggi (misal minuman bersoda) bisa menurun.

Awal tahun ini, Kementerian Kesehatan RI juga telah membahas wacana tentang pengenaan cukai pada produk minuman olahan yang mengandung tinggi gula guna mendukung rekomendasi WHO tersebut. Harapannya tentu kebijakan ini dapat mengontrol akses masyarakat terhadap konsumsi gula berlebihan dan dapat meningkatkan pemasukkan negara, sambil terus memperluas edukasi ke pada masyarakat akan bahaya konsumsi gula berlebih.

Bagaimana, apakah Anda setuju? Aku sih yes. 

Referensi:

WHO | Kemkes | NCBI | BDA | USDA

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun