Mohon tunggu...
Irmina Gultom
Irmina Gultom Mohon Tunggu... Apoteker - Apoteker

Pharmacy and Health, Books, Travel, Cultures | Author of What You Need to Know for Being Pharmacy Student (Elex Media Komputindo, 2021) | Best in Specific Interest Nominee 2021 | UTA 45 Jakarta | IG: irmina_gultom

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Sulitnya Mengesampingkan Gengsi di Pernikahan Adat Batak

2 Agustus 2018   11:36 Diperbarui: 4 Agustus 2018   17:51 22831
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: grosirkebaya.net

Berkali-kali saya pernah memperoleh wejangan dari para tetua, bahwa pernikahan tidak harus bermegah-megah. Yang penting seluruh unsur adat yang diwajibkan ada dan bisa dilaksanakan, maka pesta adat tersebut sah.

Tapi fakta bahwa ada biaya yang begitu besar yang harus dikeluarkan dibalik pelaksanaan adat tersebut, membuat para kaum milenial menjadi antipati. Hidup di perantauan saja sudah susah, apalagi menyiapkan biaya untuk pesta adat. Dan kalau kedua calon mempelai memilih untuk mengadakan pesta resepsi biasa, tidak sedikit mulut orang di luar sana yang bergunjing.

Pun jika mereka memutuskan pesta adat yang minimalis, tetap saja ada yang nyinyir. Mengapa? Karena semuanya berkaitan dengan gengsi.

Saya jadi ingat salah satu tulisan di Kompasiana yang menyatakan bahwa "yang mahal itu bukan pernikahannya, tapi gengsinya". Ada benarnya juga. Dan fenomena inilah yang saya lihat di pesta pernikahan adat Batak. Rasa gengsi ini ada di setiap aspek persiapan pesta adat sehingga tampaknya begitu sulit untuk diabaikan apalagi dihilangkan, misalnya:

Sewa Gedung dan Katering

Dua hal ini boleh dibilang yang paling banyak menyedot anggaran. Rata-rata gedung adat batak di Jakarta berkapasitas seribu orang dan untuk biaya sewa selama satu hari (pagi hingga sore, karena acara adat berlangsung seharian) berkisar 30 -- 80 juta rupiah.

Gedung-gedung tertentu juga sudah dikenal di kalangan orang Batak sebagai gedung mewah. Contoh, kalau pesta diadakan di gedung sekelas Mulia Raja atau Balai Samudera, pastilah yang punya Ulaon (acara) orang terpandang dan semua tamu akan terkesan.

Suasana pesta di Gedung Mulia Raja (weddingbatak.com)
Suasana pesta di Gedung Mulia Raja (weddingbatak.com)
Soal katering, setiap vendor katering biasanya sudah punya minimum order tertentu dengan harga tertentu di gedung tertentu, tergantung apakah vendor tersebut rekanan dengan gedung atau tidak. Dan biasanya minimum ordernya berkisar 800-1000 porsi untuk katering adat dan 250-300 untuk katering nasional. Jadi boleh dikatakan minimum order ini menyesuaikan kapasitas gedung. Kekurangan makanan di pesta adat Batak boleh dikatakan sebagai hal yang paling tabu.

Kasarnya, kalau makanan kurang, maka pesta tersebut bisa jadi gunjingan tujuh pomparan (alias tujuh turunan)! Serem kan? Saya yakin sekali tidak ada keluarga yang tidak memperhitungkan jumlah tamu dan katering yang dipesan. Semua pasti ingin tamunya merasa puas dan mendapat makan.

Tapi menurut saya pribadi, kekurangan ini tak lepas dari banyaknya tamu yang mengambil makanan begitu banyak di piringnya, tapi karena tidak sesuai selera lidah, makanan tersebut dibiarkan begitu saja di meja pojokan. Sayang kan? Hayo, siapa yang suka seperti itu?

Baju Pengantin dan Tata Rias

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun