Mohon tunggu...
Irmina Gultom
Irmina Gultom Mohon Tunggu... Apoteker - Apoteker

Pharmacy and Health, Books, Travel, Cultures | Author of What You Need to Know for Being Pharmacy Student (Elex Media Komputindo, 2021) | Best in Specific Interest Nominee 2021 | UTA 45 Jakarta | IG: irmina_gultom

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan featured

Mengapa Menulis dan Mengapa Kompasiana?

6 Maret 2018   14:57 Diperbarui: 10 Oktober 2021   09:30 1496
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: studybreaks.com

Saya jadi ingat pernah membaca kutipan dari Pramoedya Ananta Toer "Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian". 

Beuh, beraattt. Tapi kalau dipikir-pikir benar juga. Coba tengok Plato, Aristoteles, Socrates, Darwin, Einstein, Newton. 

Meski sudah lama sekali meninggal, semuanya tetap diingat orang hingga sekarang karena mereka menulis! Mereka menulis apa yang mereka alami dan temukan sehingga apa yang mereka tulis bermanfaat bagi orang lain.

Dan karena saya bukan termasuk orang yang memiliki materi lebih yang bisa memberikan donasi ke yayasan-yayasan amal di seluruh dunia, pun bukan sukarelawan sejati yang bisa memberikan tenaga untuk membantu orang lain, maka saya memilih menulis. Saya berharap, kelak tulisan saya bisa menginspirasi orang lain, apapun bentuknya.

Terkadang saya suka heran sekaligus kagum dengan para Kompasianer yang bisa menghasilkan tulisan setiap hari. One day one article, istilah kerennya. 

Tapi saya akui saya belum bisa mencapai level seperti itu. Jadi saya berpendapat bahwa menulis tidak harus seperti dikejar target, yang penting kita berkomitmen untuk bisa konsisten menghasilkan tulisan yang baik dan berkualitas.

Sekarang, mengapa harus di Kompasiana?

Kompasiana ibarat tempat hang out di dunia maya. Berbeda dengan media sosial masa kini yang umumnya hanya berisi re-post, sarana pamer, curcol, hingga hujatan. 

Semuanya demi pengakuan. Maka interaksi yang muncul di antara penggunanya juga hanya sebatas komentar-komentar pendek yang boleh dikatakan tidak terlalu bermakna. Bahkan tak jarang ditemukan komentar yang tidak beretika hingga rasis.

Di Kompasiana, kita diajak untuk menghasilkan sesuatu (tulisan) lebih dulu jika ingin mendapat pengakuan. 

Berdasarkan pengamatan subjektif saya, banyak artikel di Kompasiana yang bagus-bagus, bermutu dan kaya informasi, tetapi banyak juga artikel atau tulisan yang kurang sedap dibaca karena typo misalnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun