Mohon tunggu...
Irmina Gultom
Irmina Gultom Mohon Tunggu... Apoteker - Apoteker

Pharmacy and Health, Books, Travel, Cultures | Author of What You Need to Know for Being Pharmacy Student (Elex Media Komputindo, 2021) | Best in Specific Interest Nominee 2021 | UTA 45 Jakarta | IG: irmina_gultom

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan featured

Mengapa Menulis dan Mengapa Kompasiana?

6 Maret 2018   14:57 Diperbarui: 10 Oktober 2021   09:30 1496
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi menulis. (sumber: pixabay.com/DariuszSankowski)

Beberapa bulan yang lalu, ada seorang mahasiswa tingkat akhir dari salah satu universitas di Jakarta yang mewawancarai saya untuk tugas akhirnya yang bertema Citizen Journalism. 

Awalnya saya sempat kaget karena tiba-tiba dia menghubungi saya via Instagram dan mengatakan ingin mewawancarai saya. Saat itu saya berpikir, mengapa saya? 

Saya bukan termasuk orang terkenal. Tema tulisan saya juga di Kompasiana tidak terlalu spesifik karena saya hanya menuliskan apa yang ada di pikiran saya. Jadi saya juga belum bisa dikatakan sebagai penulis khusus di bidang tertentu.

Namun karena saya termasuk orang yang sangat mendukung pendidikan dan literasi, saya menyanggupi untuk bertemu dan jadilah kami kopdar di salah satu kafe di mall daerah Jakarta Utara. 

Atas kesepakatan bersama, wawancara tidak dilakukan dengan kaku seperti tanya jawab, melainkan mengalir seperti mengobrol biasa. 

Pertanyaan demi pertanyaan mengalir terkait sejak kapan saya mulai bergabung menjadi Kompasianer, cara mendapatkan verifikasi anggota dari Kompasiana, kegiatan offline Kompasiana yang pernah saya ikuti, peran Kompasiana dalam membentuk Citizen Journalism yang beretika.

Cara Kompasiana memilih artikel-artikel penulis untuk ditayangkan sebagai artikel pilihan, featured article hingga menjadi headline (kalau ini saya menjawab atas dasar perkiraan subjektif saya saja karena sebetulnya hanya redaksi Kompasiana yang tahu pasti bagaimana cara mereka memilih artikel-artikel tersebut), manfaat bagi saya menjadi penulis di Kompasiana hingga mengapa saya lebih memilih menulis di Kompasiana.

Hari ini pun, setelah membaca beberapa artikel di Kompasiana tiba-tiba di pikiran random saya muncul pertanyaan, "Mengapa saya suka menulis di Kompasiana?" Padahal banyak platform media online lain yang mirip-mirip dengan Kompasiana atau membuat blog pribadi sekalian.

Artikel pertama saya di Kompasiana berjudul "Kembalikan Hak Pejalan Kaki" dipublish tanggal 17 Mei 2012 dan langsung menjadi headline. Saat itu saya belum paham istimewanya suatu artikel  menjadi headline. 

Saya tidak ingat betul bagaimana awalnya saya mengetahui Kompasiana, namun ketika saya tahu bahwa Kompasiana adalah tempat berkumpulnya para penulis dan karena saya juga sedang ingin mencurahkan pemikiran dan pengalaman saya terkait pejalan kaki, maka saya memutuskan membuat akun Kompasiana. 

Dan setelah itu saya kembali mem-posting beberapa artikel. Namun karena pada masa-masa itu saya berada di perkuliahan tingkat akhir plus lupa password karena saking lamanya tidak memposting tulisan, jadilah saya vakum hingga kembali menulis tahun 2016. 

Dan sejak saat itu saya terus mencoba untuk tetap konsisten menghasilkan tulisan yang baik dan bertekad memperoleh verifikasi biru dari Kompasiana.

Oke, lalu mengapa harus menulis?

Menurut KBBI, Menulis berarti membuat huruf (angka dan sebagainya) dengan pena (pensil, kapur dan sebagainya) atau melahirkan pikiran atau perasaan atau menggambar atau melukis atau membatik.

Mungkin semua orang bisa menulis, tapi nyatanya tidak semua orang bisa menulis. Bingung? 

Jelas, karena saya tidak bisa menemukan dua kata untuk membedakan antara menulis yang melibatkan pemikiran dan menulis yang tidak melibatkan pemikiran, karena keduanya melahirkan wujud yang sama yakni tulisan.

Ilustrasi: studybreaks.com
Ilustrasi: studybreaks.com

Ketika kita menulis tanpa melibatkan pemikiran, misalnya menyalin, mungkin siapapun bisa saja melakukan. Tapi ketika kita menulis untuk menuangkan dan menerjemahkan apa yang dilihat, dipikirkan dan dirasakan, tidak semua orang bisa melakukannya. Saat menulis artikel ini saja saya mikir loh..

Menulis juga berarti merangkai kata, kalimat dan paragraf menjadi sebuah narasi yang seharusnya bisa dibaca dan dipahami oleh semua yang membacanya. 

Dan untuk bisa menulis seperti ini tentunya dibutuhkan latihan terus-menerus. Meski begitu latihan menulis saja tidak cukup, karena untuk dapat menulis dengan baik kita juga perlu memperkaya kosakata.

Untuk itu kita juga harus sering-sering membaca supaya kita terbiasa dengan pola kata dan kalimat yang benar dan umum digunakan.

Saya jadi ingat pernah membaca kutipan dari Pramoedya Ananta Toer "Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian". 

Beuh, beraattt. Tapi kalau dipikir-pikir benar juga. Coba tengok Plato, Aristoteles, Socrates, Darwin, Einstein, Newton. 

Meski sudah lama sekali meninggal, semuanya tetap diingat orang hingga sekarang karena mereka menulis! Mereka menulis apa yang mereka alami dan temukan sehingga apa yang mereka tulis bermanfaat bagi orang lain.

Dan karena saya bukan termasuk orang yang memiliki materi lebih yang bisa memberikan donasi ke yayasan-yayasan amal di seluruh dunia, pun bukan sukarelawan sejati yang bisa memberikan tenaga untuk membantu orang lain, maka saya memilih menulis. Saya berharap, kelak tulisan saya bisa menginspirasi orang lain, apapun bentuknya.

Terkadang saya suka heran sekaligus kagum dengan para Kompasianer yang bisa menghasilkan tulisan setiap hari. One day one article, istilah kerennya. 

Tapi saya akui saya belum bisa mencapai level seperti itu. Jadi saya berpendapat bahwa menulis tidak harus seperti dikejar target, yang penting kita berkomitmen untuk bisa konsisten menghasilkan tulisan yang baik dan berkualitas.

Sekarang, mengapa harus di Kompasiana?

Kompasiana ibarat tempat hang out di dunia maya. Berbeda dengan media sosial masa kini yang umumnya hanya berisi re-post, sarana pamer, curcol, hingga hujatan. 

Semuanya demi pengakuan. Maka interaksi yang muncul di antara penggunanya juga hanya sebatas komentar-komentar pendek yang boleh dikatakan tidak terlalu bermakna. Bahkan tak jarang ditemukan komentar yang tidak beretika hingga rasis.

Di Kompasiana, kita diajak untuk menghasilkan sesuatu (tulisan) lebih dulu jika ingin mendapat pengakuan. 

Berdasarkan pengamatan subjektif saya, banyak artikel di Kompasiana yang bagus-bagus, bermutu dan kaya informasi, tetapi banyak juga artikel atau tulisan yang kurang sedap dibaca karena typo misalnya.

Ketika artikel kita memperoleh 'like', komentar positif, hingga menjadi artikel pilihan atau headline, tentunya akan menjadi motivasi bagi penulis untuk terus aktif dan berusaha menghasilkan tulisan yang berkualitas. 

Caranya? Banyak membaca dan mengamati sekitar untuk memperoleh inspirasi, terus berlatih menyusun kalimat yang baik dan enak dibaca serta mudah dipahami, serta mengambil referensi dari sumber-sumber terpercaya sehingga informasi yang kita tulis di dalamnya tidak menyesatkan pembaca. 

Menulis di Kompasiana juga melatih kita untuk berani. Berani menerima setiap reaksi pembaca tentang tulisan kita dan berani mempertanggungjawabkan apa yang kita tulis di dalamnya.

Tim redaksi juga tampaknya tidak kenal lelah memantau ratusan (bahkan mungkin ribuan?) tulisan yang masuk setiap harinya. Dengan rajin memilah-milah artikel untuk dimasukkan dalam artikel pilihan, featured article hingga headline. 

Bahkan tak jarang juga mengkoreksi  judul tulisan hingga menghapus spam di kolom-kolom komentar dan memberikan "surat cinta" bagi penulis  jika ada konten tulisan yang tidak memenuhi syarat (pengalaman pribadi nih).

Interaksi dan rasa kepedulian antara penulis, pembaca dan admin Kompasiana inilah yang membuat saya tetap bertahan.

Jadi, sudahkah kamu menulis hari ini?

"No one can tell your story, so tell it yourself. No one can write your story, so write it yourself" -- NN.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun