Mohon tunggu...
Irfan Suparman
Irfan Suparman Mohon Tunggu... Penulis - Fresh Graduate of International Law

Seorang lulusan Hukum yang hobi membaca dan menulis. Topik yang biasa ditulis biasanya tentang Hukum, Politik, Ekonomi, Sains, Filsafat, Seni dan Sastra.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bayang-bayang Erisa

22 Juni 2020   04:56 Diperbarui: 22 Juni 2020   05:07 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Savana ini terlalu luas tapi aku harus berjalan meski aku sudah mulai lelah. Aku harus tetap pada pendirian, yaitu melangkah. Karena itulah yang aku bisa lakukan dengan kakiku. Dari melangkah aku bisa memikirkan, menanyakan pikiran, dan melupakan tujuan. Savana saat ini menjadi saksi atas langkah hari ini. 

Barangkali, Erisa akan senang berjalan di atas savana ini atau ternyata tenggelam di laut adalah tujuan Erisa. Jika dari tadi hanya ada dua pilihan dan menu dalam pikiran, mengapa aku harus membuat pilihan itu. Aku bisa memikirkan pilihan untuk tidak memikirkan hal itu apa karena Erisa juga memikirkan hal yang sama, sehingga laut dan savana saling bekerjasama dan diantara keduanya tidak ada yang benar dan salah.

Aku ingin sekali saja bertemu dengan Erisa dan berbicara dengannya tentang perasaanku. Aku ingin sekali Erisa mengetahui bahwa aku telah tenggelam terlalu dalam di samudera perasaan, aku sangat ingin sekali bersama Erisa untuk hanya sekedar menikmati donat dan ayunan di pagi hari. 

Aku ingin sekali mengajak Erisa ke gereja pada waktu minggu. Ah, semua keinginan itu sekarang sudah tenggelam bersama kapal yang membawa para budak untuk dijual. Hidupmu begitu berat, Erisa. Saking beratnya aku juga ikutan menanggungnya. Sudah tas ini berat ditambah aku harus memikirkan kamu. Memikirkan lukisan itu yang sekarang aku ikat di pohon.

Semakin aku melangkah semakin berat juga beban yang aku bawa rupanya tubuh tidak bisa dipaksakan sesuai kehendak pikiran. Savana masih luas, kalau saja di ujung savana itu adalah tempat aku akan terus melangkah. Tapi boro-boro tempat singgah, yang menerangi kali ini hanyalah bintang-bintang mungil yang bercahaya pada malam. Aku hamparkan tubuhkku pada savana sesudah aku menaruh tasku. Ku lihat semua bintang-bintang ini. 

Aku berbicara pada bintang dengan bodohnya. Savana begitu luas bintang, tapi savana tempat merebahkan terindah untuk melihatmu. Sekarang jawab aku apakah Erisa, masih hidup?. Betapa bodohnya aku, hanya karena kehilangan cinta aku jadi bicara dengan benda yang bersinar-sinar malu ini.

Mungkin karena aku tidak pernah bicara pada Erisa jadinya aku bicara pada bintang. Ada ataupun tidak adanya Erisa, aku selalu menerka-nerka apa yang dipikirkannya cuman bedanya sekarang aku tidak melihatnya. 

Coba lihat, bintang itu berkedip-kedip, aku berharap salah satu dari jutaan bintang yang aku lihat malam ini jatuh. Tapi sayangnya, harapan akan berakhir pada kesia-sian. Maksudku, kali ini aku terus putar balik terus ke belakang dan berjalan ke depan. Padahal aku harus melawan harapan dan pilihan-pilihan yang disediakan itu oleh entah apa namanya. 

Pada kenyataannya orang berusaha sering menuju pada kegagalan. Di savana yang luas ini, aku berhasil membuat suatu perubahan besar yaitu tidak lagi bertemu dengan pohon dan lukisan itu lagi. Yang tinggal di tanganku ini hanya gelang yang selalu ku kenang. Milik, Erisa. Sekarang milikku. Aku ini milik Erisa. Tidak boleh ada yang memilikiku seharusnya, tapi sekarang aku adalah milik malam dan savana yang menghampar luas ini.

Kegelapan dan bintang kini meremang-remang. Udara dingin, Savana menjadi hangat. Bintang yang bersinar-sinar itu yang jumlahnya jutaan atau bahkan miliyaran tidak mampu membuatku hangat. Mungkin aku akan tetap kedinginan sampai savana ini dipenuhi embun pagi. Ku rasakan dalam-dalam sandaran di atas savana, dingin masih menyelimuti. 

Aku tak boleh dikalahkan rasa dingin karena perasaanku lebih kuat dari pada dinginnya malam. Aku kedinginan, Erisa. Sementara kau tenggelam dalam samudera yang jauh lebiih dingin. Hentikan permainan ini tolong, aku sangat ingin bertem denganmu, Erisa. Hadirlah dalam mimpiku malam ini. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun