Mohon tunggu...
IrfanPras
IrfanPras Mohon Tunggu... Freelancer - Narablog

Dilarang memuat ulang artikel untuk komersial. Memuat ulang artikel untuk kebutuhan Fair Use diperbolehkan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Kelaziman Baru di Masjid, Mungkinkah?

6 Juni 2020   14:57 Diperbarui: 7 Juni 2020   21:36 633
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pengumuman peniadaan salat jumat ketika awal pandemi covid-19. | foto: MuhamadIrfanPrasetyo/dokpri

Kelaziman baru. Saya meminjam istilah ini dari Ivan Lanin sebagai ganti istilah "New Normal" yang saya rasa kebarat-baratan. Pengin saja kalau ada istilah Indonesianya kenapa tak pakai Bahasa Indonesia saja, ya kan

Awal bulan Juni jadi penanda babak baru penanganan Covid-19 di Indonesia. Jumat (5/6) kemarin menjadi momen yang ditunggu umat Islam di Indonesia. Setelah Kemenag mengeluarkan edaran izin membuka kembali tempat ibadah, salat Jumat di masjid boleh kembali dilakukan secara berjamaah.

Ada yang antusias karena sangat kangen dengan salat jamaah. Ada juga yang was-was, deg-degan karena masih parno dengan situasi kondisi pandemi yang belum usai. Lalu ada juga yang masih mengurung diri di rumah masing-masing karena masih benar-benar ketakutan.

Kembali menyoal salat Jumat di masjid. Sebetulnya apa sudah benar-benar diijinkan? Bagaimana protokol kesehatan yang harus ditaati baik oleh takmir masjid atau jamaahnya?

Protokol Kesehatan Kemenag

Oke kita bahas protokol kesehatan pembukaan kembali tempat ibadah yang sudah tertuang dalam S.E. Kemenag No.15 Tahun 2020 Tentang Panduan Penyelenggaraan Kegiatan Keagamaan di Rumah Ibadah dalam Mewujudkan Masyarakat Produktif dan Aman Covid di Masa Pandemi.

Ketentuan utama yang harus terpenuhi adalah rumah ibadah tersebut harus berada di zona aman dari Covid-19. Ini tak cuma berlaku untuk yang berada di zona merah, karena intinya adalah di mana pun masjid itu berada apabila di lingkungan sekitarnya ada yang positif atau ada kasus penularan maka tak dibenarkan membuka kembali masjid untuk kegiatan keagamaan atau sosial.

Nah, ketentuan utama tadi diikuti ketentuan wajib yang harus dipenuhi baik oleh takmir masjid ataupun jamaah/masyarakat. Takmir atau pengurus masjid wajib melakukan pembersihan dan desinfeksi secara rutin di area masjid.

Untuk pintu keluar masuk masjid dibatasi dan disediakan hand sanitizer atau fasilitas cuci tangan di dekatnya. Menyediakan alat pengecekan suhu tubuh. Menerapkan pembatasan jarak minimal 1 meter dengan memberi tanda di lantai/kursi.

Takmir masjid juga dihimbau memasang imbauan penerapan protokol kesehatan di tempat yang mudah terlihat. Dalam waktu pelaksanaan ibadah juga diminta untuk dipersingkat dan tanpa salam-salaman.

Sementara bagi jamaah, wajib memastikan kesehatannya masing-masing dan selalu mencuci tangan sebelum masuk area masjid. Untuk hal ini bahkan PBNU meminta agar jamaah sudah wudhu dari rumah.

Dalam pelaksanaan ibadah, jamaah diminta mematuhi aturan jaga jarak fisik dan memakai masker. Selain itu jamaah dilarang berkumpul-kumpul di masjid dan bagi jamaah lansia serta anak-anak dilarang untuk sementara waktu beribadah di masjid.

Itu tadi protokol kesehatan yang wajib diterapkan untuk menyambut kelaziman baru di lingkungan tampat ibadah utamanya masjid. Sekarang pertanyaannya, apakah mungkin itu semau diterapkan sesuai aturan?

Protokol Kesehatan Masjid Al-Ikhlas

Bisa! Karena masjid di lingkungan tempat tinggal saya malah telah menerapkan aturan atau protokol kesehatan tersebut sejak bulan ramadan lalu. Loh bukannya harus ijin dulu, apa tidak ijin hayo?

Sebagai info awal, masjid tempat saya beribadah (Masjid Al-Ikhlas) ini letaknya di Kecamatan Purworejo, Kabupaten Purworejo. Dan kebetulan juga letaknya tak terlalu jauh dari jalan raya.

Begini, sejak sebelum masuk bulan ramadan, jajaran babinsa, babinkamtibmas, polsek, dan polres setempat telah mengecek dan menjalin komunikasi dengan pihak takmir masjid. Bahkan mereka juga dengan sukarela keliling masjid di Purworejo untuk melakukan desinfeksi secara gratis. Salut!

Jadi bisa dibilang baik RT-RW, kelurahan, hingga Pak Babin dan jajaran Polsek-Polres sudah paham. Saya pribadi soal ijin tertulis tak paham, namun secara verbal tentu saja sudah, la wong disinfektannya aja ada yang dikasih pak polisi kok, hehe.

Untuk memenuhi himbauan pemda dan pihak keamanan setempat, takmir masjid menyiapkan beberapa hal. Seperti menyediakan hand sanitizer di sekitar pintu masuk-keluar dan dekat tempat wudhu. Bahkan ketika awal munculnya pandemi, pihak takmir memberi hand sanitizer gratis kepada jamaah yang hadir.

Hand sanitizer diletakkan di dekat pintu keluar dan tempat wudhu. | foto: MuhamadIrfanPrasetyo/dokpri
Hand sanitizer diletakkan di dekat pintu keluar dan tempat wudhu. | foto: MuhamadIrfanPrasetyo/dokpri
Karpet juga dilepas, hanya shaf pertama saja yang memakai karpet itupun setelah dipakai dilipat. Masjid pun rutin dibersihkan dan dilakukan desinfeksi dengan desinfektan seminggu sekali. 

Disinfeksi pada lingkungan masjid juga dibantu warga RT sekitar masjid yang juga rutin melakukan hal tersebut setiap minggunya di lingkungan RT-nya.

Semua karpet dilepas dan ketika masuk waktu salat, pintu yang dibuka hanya satu saja. | foto: MuhamadIrfanPrasetyo/dokpri
Semua karpet dilepas dan ketika masuk waktu salat, pintu yang dibuka hanya satu saja. | foto: MuhamadIrfanPrasetyo/dokpri
Sejak awal memutuskan tetap buka (sejak sebelum ramadan) Masjid Al-Ikhlas ini membatasi jumlah jamaahnya. Langkah pembatasan jamaah ini tertuang dalam beberapa langkah pencegahan jadi bukan aturan mengikat yang menjadikan kapasitas dan jamaah masjidnya dikurangi.  

Pertama, bagi masyarakat yang sakit, merasa sakit, atau kurang enak badan dilarang ke masjid. Bagi lansia dan anak kecil juga disarankan ibadah di rumah saja. Nah, ini sama kan dengan edaran kemenag?

Namun pihak takmir tak melarang jamaah yang sudah hadir. Alasannya masjid/musala/langgar/surau itu kan rumahnya Allah dan Allah tidak melarang siapaun untuk berkunjung bukan? 

Malah kita sebagai umatNya diperintahkan untuk sering mampir. Maka takmir masjid tak pernah melarang siapaun untuk berjamaah di masjid, tapi apabila ada anak-anak atau lansia pihak takmir akan memberi peringatan.

Kedua, membawa alat solat sendiri. Tak ada pinjam meminjam alat salat termasuk sajadah. Semua wajib membawa sajadah. Ketiga, memulai salat jamaah di awal waktu. Ketika alarm tanda masuk waktu salat berbunyi, muazin akan langsung azan. Lalu 10 menit kemudian sudah iqomah, mengikuti timer pada jam digital.

Ketiga langkah sederhana ini akhirnya menjadikan masjid aman. Jamaah yang hadir menjadi terkontrol. Akhirnya hanya warga sekitar saja yang memang sudah rutin berjamaah yang hadir.

Pun sama ketika ramadan kemarin. Jamaah musiman yang hadir dari berbagai daerah akhirnya tertinggal dan memunculkan salat jamaah gelombang kedua dengan sendirinya. Apa yang dilakukan oleh takmir Masjid Al-Ikhlas dan warga sekitar tersebut didasarkan pada sosialisasi yang persuasif bukan paksaan.

Jadi apabila mau salat berjamaah ya monggo mau tetap di rumah sampai pandemi hilang juga tak apa. Tak ada hukuman juga bagi mereka yang melanggar. Sebagai info, pihak takmir masjid melakukan sosialisasi kepada masyarakat sekitar juga dari mulut ke mulut secara langsung dan tatap muka jadi ada rasa kekeluargaan juga disitu.

Langkah sosialisai yang persuasif, himbauan dan pengertian tersebut disampaikan dengan baik-baik sehingga tak ada yang tersinggung dan ketakutan. Kini setelah diterapkan aturan resmi dari kemenag, pihak takmir bahkan memberi masker gratis kepada jamaah yang lupa memakai masker ke masjid. 

Hal ini juga terjadi pada Jumat kemain. Tentu awalnya ditanya dulu dan diberi peringatan baru setelah itu diberi masker gratis.

Nah, kunci sukses terbesar masjid Al-Ikhlas ini bukan hanya pada takmirnya saja namun pada jamaah masjidnya juga. Mawas diri, itulah kuncinya. Seperti yang sudah dijelaskan tak ada paksaan semuanya berupa himbauan dan pengertian yang disampaikan secara persuasif.

Jadi semua kembali kepada para jamaah. Alhamdulillah dengan langkah sosialiasi yang tepat jamaah yang hadir bisa patuh dan sadar diri. Kalau sakit tak datang. Kalau dari luar bersih-bersih dulu. Dan berpakaian yang bersih dan sopan. Ini penting, pakailah pakaian terbaik ketika salat, malu sama Allah.

Pada jumat kemarin masjid juga memperluas tempat salat, namun pada akhirnya perluasan tempat itu tak terpakai. Apa sebabnya? Jamaah berkurang dan sudah tak ada jamaah salat yang mencari-cari masjid yang masih buka.

Perluasan area salat di halaman masjid. | foto: MuhamadIrfanPrasetyo/dokpri
Perluasan area salat di halaman masjid. | foto: MuhamadIrfanPrasetyo/dokpri
Nah, inilah sejatinya kelaziman baru yang harusnya dicapai umat Islam di Indonesia. Kembali menghidupkan masjid-masjid didaerahnya. Hidupkan dan pakailah masjid/musala/langgar/surau disekitarnya. 

Dengan semakin banyaknya masjid/musala/langgar/surau dibuka untuk kebutuhan salat wajib atau salat jumat bisa dengan sendirinya mengurangi kepadatan jamaah pada satu masjid. 

Hidupilah masjid/musala/langgar/surau nya juga. Isi kotak kas dan infaq sehingga takmir/pengurus masjid bisa mempersiapkan segala kebutuhan untuk menyambut kelaziman baru.

Akhirnya semua kembali kepada diri sendiri. Patuh dan mawas diri. Tak perlu memaksa orang lain dan tak perlu juga memaksakan diri. Ustaz saya mengingatkan, "Islam kui gampang, tapi ojo nggampangke".

Sekian. Semoga semua umat Islam bisa kembali salat jamaah di masjid dengan tenang. Salam. @IrfanPras

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun