Mohon tunggu...
Irfan Hamonangan Tarihoran
Irfan Hamonangan Tarihoran Mohon Tunggu... Penulis - Dosen

Menulis karya fiksi dan mengkaji fenomena bahasa memunculkan kenikmatan tersendiri apalagi jika tulisan itu mampu berkontribusi pada peningkatan literasi masyarakat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen: Ditolak di Negeri Para Guru

7 Januari 2025   20:09 Diperbarui: 7 Januari 2025   20:09 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat akan kembali ke dalam bangunan megah itu, kakiku terjengkal tangga dan akhirnya salah satu terompah terlepas. Aku terjatuh ke lantai marmer dan berguling-guling kemudian tak sadarkan diri.

***

“Pak Satria! Bangun pak!” Samar-samar aku melihat sekumpulan orang-orang menggoyang-goyangkan bahuku.  Aku duduk dengan tangan diborgol. Aku memberontak. Namun percuma, aku tak bisa menggerakkan tubuh. Aku juga tetap tak mampu bicara. “Tolong! Kenapa aku diborgol?” Kuteriak kencang namun aku hanya bisa bicara pada diriku sendiri. Tak ada yang bisa mendengar.

Kutatap salah satu pria di hadapanku. Ya pria hitam berpeci yang kubenci. Dia kan yang telah memaksaku untuk menandatangani surat perjanjian itu. Dia mengancam tidak akan mengangkatku sebagai pegawai negeri yang telah lama kuimpikan.

Lihat wajah anak dan istriku. Semua geram padaku. Seperti tak sudi melihatku lagi. Aku seakan najis di mata mereka. Aku guru namun jugalah abu. Sekali tiup, hilang. Sudah lama aku dilarang menjadi guru.

“Masukkan ke mobil karena berkasnya sudah lengkap!” perintah seseorang yang berseragam coklat.  

Aku pasrah. Mataku tak bisa mengeluarkan air mata. Aku korban dari orang-orang jahat. Aku tak terima dikambinghitamkan.

“Kembalikan aku ke negeri para guru! Tolong, siapapun, kembalikan aku ke sana! Kumohon, tolong…!”

Aku menjatuhkan bangku kayu bersama badanku yang lemas. Aku menggulingkan badan agar bisa kembali ke negeri para guru. Kubenturkan kepalaku ke dinding supaya pusing. Lagi dan lagi usahaku sia-sia. Seakan-akan aku tak diijinkan masuk ke negeri para guru itu.

Aku akhirnya pasrah. Berada dalam ruangan kelas dan ditunggui oleh para tamu yang telah lama menunggu.

Kulihat mata istriku genit melirik sambil senyum pada si pria hitam yang kubenci. Ternyata mereka berkomplot.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun