Mohon tunggu...
Irfan Hamonangan Tarihoran
Irfan Hamonangan Tarihoran Mohon Tunggu... Penulis - Dosen

Menulis karya fiksi dan mengkaji fenomena bahasa memunculkan kenikmatan tersendiri apalagi jika tulisan itu mampu berkontribusi pada peningkatan literasi masyarakat.

Selanjutnya

Tutup

Horor

Sepatu Teratai dari Guangzhou: Dendam Berujung Tragedi

23 Mei 2024   22:24 Diperbarui: 24 Mei 2024   08:23 296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Zishu tak ingin menangis lagi. Sudah sekian kali dia merasa dihina dan direndahkan oleh Yueyin, putri kandung dari ayah dan ibu angkat yang mengadopsinya. Dalam hati kecil, ingin sekali dia melenyapkan Yueyin untuk membalaskan rasa sakit hati selama ini. Namun, dia masih menjaga perasaan ayah angkatnya itu.

Setahu orang tua mereka, hubungan kedua saudari itu akur-akur saja. Padahal, Yueyin juga membenci Zishu karena dia tak ingin rasa sayang orang tuanya berbagi dengan anak angkat.

Hari liburan pun tiba. Mereka sekeluarga sudah berada di bandara Baiyun, Guangzhou. Museum Guangdong adalah tujuan pertama berwisata karena dekat dengan bandara itu. Tak banyak yang bisa dilihat disana hanya pernak-pernik zaman dulu yang masih tersimpan dengan baik. Yueyin dan ayah ibunya asyik memperhatikan beberapa guci di sudut museum. Zishu hanya duduk di luar pintu. Dia tidak tertarik dengan wisata seperti itu.

Tiba-tiba seorang kakek lewat dengan membawa satu buntelan kecil diapit di lengannya. Tak sengaja buntelan itu jatuh. Sepasang sepatu kecil berwarna merah dengan corak khas terpental ke jalan setapak di depan taman. Entah kenapa, Zishu langsung tertarik dengan sepatu itu. Saat ingin mengambilnya, si kakek langsung menepis tangan Zishu.

"Jangan sentuh sepatu itu!"

Terlanjur, Zishu sudah mengambilnya dengan cepat.

"Kenapa, Kek, tidak bisa disentuh? Ini sepatu untuk lotus feet ya, kan?" tanya Zishu mencoba memastikan.

Pria tua bertopi dari jerami itu pun duduk di hadapan gadis muda itu. Matanya menatap sepatu kemudian mata Zishu.

"Sepatu ini pembawa sial. Sudah turun temurun disimpan oleh salah satu keluarga di desa ini. Semuanya berakhir tragis," pungkasnya.

Lotus feet memang tanda kecantikan wanita pada zaman dinasti Qing. Kaki wanita direndam air hangat dan diikat. Semua jari kecuali ibu jari ditekuk ke bawah sehingga terlihat mengecil seperti bunga teratai. Kondisi kaki seperti itu menyusahkan mereka bergerak. Menggoyangkan otot pinggul adalah satu-satunya cara memudahkan mereka berjalan. Gerakan pinggul inilah yang menarik perhatian bagi pria pada zaman itu.

"Tapi sepatu ini mengabulkan permintaan orang yang menyimpannya," lanjut kakek tua itu.

Zishu menatap si kakek dan penasaran, "Apa? Mengabulkan permintaan? Apapun?"

"Ya."

Seketika muncul pikiran negatif Zishu untuk membalas dendam pada Yueyin. Sudah lama dia mencari cara namun baru kali ini dia menemukan ide. Kakek tua itu pun dirayunya. Sejumlah uang ditawarkan, namun pria tua itu menolak. Dia malah memberikan sepatunya cuma-cuma.

Selepas 2 jam, Zishu dan keluarga angkatnya melanjutkan perjalanan wisata ke beberapa tempat. Sampai akhirnya, tibalah mereka di desa Likeng untuk berziarah ke makam ibunya Zishu.

***

Kembali ke Jakarta, wajah Zishu terlihat bahagia. Perjalanan jauhnya tidak sia-sia. Dia merebahkan badan untuk istrahat sambil mengelus sepatu teratai berwarna merah itu. Saat mau mengedipkan mata, saudarinya, Yueyin, masuk ke kamar.

"Sha, cucikan baju kotor ini semua !," perintah Yueyin.

"Ntar dulu, gua masih capek, Ci," jawab Zishu.

Yueyin melemparkan semua pakaian kotor yang dia pegang ke arah Zishu kemudian keluar kamar.

Zishu hanya terdiam tapi dia mengumpat dalam hati semoga saudaranya itu lenyap dari dunia ini.

Baru saja melangkahkan kaki menuju tangga, tiba-tiba kaki Yueyin keram dan kaku. Badannya terlanjur maju dan akhirnya dia jatuh berguling.

"Arrrkh...," teriak Yueyin.

"Brak...." 

Yueyin tergeletak di lantai dengan kepala berlumur darah.

Tak ada orang lain disana selain mereka berdua. Zishu tersenyum melihat kejadian itu karena puas apa yang dia harapkan terjadi.

Tiba-tiba entah darimana, hadir sesosok wanita berpakaian merah zaman dinasti di samping tubuh Yueyin. Sosok itu menari sambil berkeliling dengan telapak kaki kecil dan sepatu teratainya. Zishu berlari ke dalam kamar dan mencari sepatu yang pernah dia terima dari si kakek. Herannya sepatu di atas lemari yang dia taruh tidak ada. Dia kembali lagi ke tangga namun sosok itu sudah pergi. Saat berbalik ke kamar, dia kaget sosok wanita itu sudah berada di sampingnya.

"Permohonanmu sudah terkabul. Cari orang lain dan bentuk jari kakinya sepertiku !" kata sosok wanita itu.

Zishu terpaku ketakutan. Matanya melihat ke atas lemari dan sepatu itu sudah ada di sana lagi. Seketika Zishu pun pingsan.

***

Proses kremasi jenazah Yueyin sedang berlangsung.  Kedua orang tuanya masih terpukul dengan kepergian putri kandung mereka. Zishu memang tak nampak sedih tapi dia ketakutan dengan roh jahat yang mengikutinya sejak menyimpan sepatu teratai itu. Apalagi, Zishu belum menunaikan perintah roh penunggu sepatu.

Hari demi hari Zishu merasakan ada yang janggal pada jari-jari kakinya. Setiap hari satu jari melipat ke bawah seperti patah. Sudah dua jari kaki yang dia rasakan sakit luar biasa setiap bangun pagi. Dia sadar kalau ini ada hubungannya dengan perintah wanita bangsawan itu padanya.

Zishu pun langsung berpikiran jahat terhadap ibu angkatnya. Saat ayahnya masih di luar kota, diam-diam Zishu masuk ke dalam kamar dimana ibunya sudah dia berikan obat tidur sebelumnya. Benci pada Yueyin berimbas pada ibu angkat. Dia ambil tang dari gudang. Dengan jalan sedikit pincang karena jarinya sakit, dia dekati wanita paruh baya yang sedang tertidur itu. Tanpa berpikir panjang, semua jari kaki ibunya dia patahkan. 

Seketika rasa sakit di kaki Zishu pun menghilang. Pas menoleh ke samping, sosok wanita bangsawan itu hadir lagi dan meletakkan sepatu teratai di samping Zishu.

Sebenarnya, Zishu tak ingin menyentuh sepatu itu lagi. Dia tak ingin mengulang permohonan. Dia tak tega melihat ibu angkatnya siuman karena kesakitan dengan semua jari kaki yang patah.

Tapi Zishu masih menginginkan satu permintaan lagi. Dia ingin sekali bertemu dengan ayah kandungnya. Dari dulu niat itu belum kesampaian karena rahasia yang ditutupi oleh keluarga angkatnya sendiri. Keesokan hari, hasrat untuk menyentuh kembali sepatu teratai itu pun muncul.

"Aku ingin bertemu ayah kandungku," pinta Zishu sambil mengelus sepatu teratai di atas lemari.

Dia berniat mengorbankan jari kaki ayah angkatnya.

"Toh, dia bukan ayah kandungku," ungkap Zishu dalam hati.

Saat ayah angkatnya pulang dari luar kota, Zishu terlihat sibuk mengurus rumah.  Ibunya hanya bisa berbaring di kamar karena susah berjalan.

Hal yang sama diulang Zishu. Pada saat obat tidur sudah dilarutkan ke dalam minuman ayahnya, rasa kantuk mulai menyerang. Zishu siap-siap mengambil tang dari samping sofa yang sudah disiapkan. Namun kejadian itu dilihat oleh ibu angkatnya. Zishu panik. Dia memukul kepala bagian belakang ibunya dengan tang yang masih ada di tangan. Setengah tersadar dengan kepala berlumur darah, ibu angkatnya berkata terbata-bata.

"Itu--- ayah--- kandungmu, Zi---sha," ucap ibu angkatnya.

"Apa!?"

Ibu angkatnya mengarahkan telunjuk ke lemari pakaian dan seketika itu juga menutup mata. Tubuhnya berlumuran darah di atas kasur.

Zishu mengikuti petunjuk yang diberikan. Dibukanya lemari itu dan terlihatlah sebuah foto lama. Tampak ayah angkatnya berdampingan dengan ibu kandungnya yang sedang menggendong seorang bayi. Dibawah foto ada tulisan kecil bertuliskan

Terlarang oleh takdir. Zishu, kami selalu mencintaimu. Desa Likeng, 1990.

Zishu baru sadar kalau ayah angkatnya selama ini adalah ayah kandungnya sendiri. Dia sangat menyesal telah membunuh  Yueyin, saudari satu ayah dengannya. Tangis meledak seketika namun terhenti karena sosok wanita bangsawan telah hadir di sampingnya. Sosok itu menunjukkan kaki ayahnya dengan telunjuk. Dia perintahkan Zishu untuk menunaikan janji mengorbankan jari kaki yang sudah dia niatkan.

Batin Zishu menolak. Dia menyesal dan tak mau lagi menyiksa keluarganya. Tapi sayang tangisnya tak meluluhkan roh jahat di depannya itu. Tiba-tiba kaki Zishu mengalami keram seakan ada yang mematahkan semua jari kakinya namun tak terlihat. Sepatu teratai pun dipaksa masuk ke dalam kaki itu. Zishu menjerit kesakitan. Dia berteriak, tidak kuat menahan rasa perih luar biasa di semua jarinya yang patah. 

Dia merangkak menuju jendela dan ingin melompat mengakhiri hidupnya. Karena teriakan keras, ayahnya siuman. Ayahnya mengejar putrinya dan berhasil menggenggam tangan. Namun sayang, seakan ada tenaga luar biasa yang menarik Zishu. Dia dan ayahnya pun terjatuh bersamaan dari lantai 20 apartemen mereka.

Zishu dan Ayahnya tewas seketika. Saat orang-orang di sekitar lokasi berkerumun, keluar seorang kakek tua dengan buntelan diapit di tangan kanannya. Dia  menggandeng gadis muda berpakaian tradisional cheongsam berwarna merah dan memakai sepatu teratainya. Mereka berjalan meninggalkan keramaian dengan tersenyum. Satu tugas sudah selesai. Selanjutnya, mereka masih akan mengincar manusia lain yang masih menyimpan dendam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Horor Selengkapnya
Lihat Horor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun