Mohon tunggu...
Irfan Hamonangan Tarihoran
Irfan Hamonangan Tarihoran Mohon Tunggu... Penulis - Dosen

Menulis karya fiksi dan mengkaji fenomena bahasa memunculkan kenikmatan tersendiri apalagi jika tulisan itu mampu berkontribusi pada peningkatan literasi masyarakat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Harum meski tak Ranum

20 April 2024   20:54 Diperbarui: 22 April 2024   17:04 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar Pixabay.com

"Nanti Fredi bawakan ayam bakar ya, Ma," teriaknya dari jauh.

Dia memang sering membawakan makanan ke rumah. Kami pun heran. Kerja saja dia tidak punya lantas dapat uang  darimana. Tapi kami bersyukur. Dalam kondisi ekonomi sulit saat ini, Fredi telah membantu membayar air, listrik dan kontrakan. Sementara anak-anakku yang lain katanya sudah sukses namun tidak pernah sekalipun membantu kami di rumah ini. Padahal, Pak Rusik sudah berhutang besar-besaran untuk mewujudkan cita-cita anaknya berkuliah di luar negeri dan masuk angkatan. Rumah di kawasan Menteng pun sudah dijual. Kami malah harus tinggal di kontrakan yang tidak terlalu luas namun cukup untuk  bertiga.

Aku pun sangat kasihan melihat anakku Fredi itu. Kuliah baru semester tiga  sudah drop out dan kerjanya tak jelas. Entah bagaimana masa depannya nanti. Semua saudaranya juga memandang rendah dirinya.

Hanya Fredi saja yang sering dipukul bapaknya karena malas bangun pagi dan bolos les di luar sekolah. Kegemarannya bermain game online kadang membuat bapaknya murka. Memang, beliau sangat keras saat masih aktif bekerja sebagai pejabat eselon 1 di kementerian keuangan. Akupun tak sampai hati melihat Fredi sering dipukul.

Dua hari berlalu, suamiku minta menghubungi anak-anak karena rindu pada mereka. Kulakukan tapi lagi dan lagi semua beralasan sibuk dan belum bisa datang berkunjung ke rumah. Mereka hanya bisa melakukan panggilan lewat video. Sedikit tidaknya itu sudah membantu meringankan rasa rindu kami berdua.

"Permisi," ada suara dari luar pintu rumah diiringi dengan suara ketukan.

Kubuka dan tampak dua orang pria berseragam polisi sedang mencari Fredi.

"Dia tidak ada di rumah. Ada apa dengan anak saya ya, Pak?"tanyaku tanpa ada jawaban.

Saya persilahkan mereka masuk dan duduk di ruang tamu. Suamiku datang menghampiri dan berbicara dengan mereka.

Baru saja kubuat teh untuk tamu, kedua polisi itu sudah berpamitan pulang karena ada telepon mendadak memerintahkan mereka kembali ke kantor.

Setelah kututup pintu rumah, kudorong kursi roda suamiku ke dalam kamar  untuk merebahkan badannya yang sudah seharian  duduk.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun