Kupanggil Mas Gion dan Yuri tapi tak ada yang menyahut. Kupanggil tetangga tapi tidak ada yang keluar rumah karena semua mungkin ke sawah.
Kumasuki rumah dengan pintu tak terkunci. Kaget bukan main rumah berantakan dan hampir tak ada barang satu pun. Televisi, lemari pakaian, meja dan sofa di ruang tamu yang dulu dibelikan Mas Gion tak terlihat. Ranjang tidur pun demikan.
Aku masih berpikir positif. Mungkin Yuri dan Mas Gion membangun rumah di tempat yang lain. Jadi, barang-barang pun dipindahkan di tempat baru.
Kemudian aku duduk di teras dengan tubuh yang capek dan kepala sedikit pusing. Kulihat sebuah mobil mainan di depan teras terikat tali. Aku senyum mengingat Yuri dan mimpinya untuk menaiki mobil sendiri.
Tiba-tiba lamunanku buyar dikagetkan suara dari samping rumah. Nenek Jumintan yang sering kupanggil dengan sebutan Nenek Jum berteriak histeris.
"Mirna, kau pulang, Nak?" ucapnya sambil menangis.
"Iya Nek Jum. Apa kabar?"Â
Nenek Jum hanya terdiam sambil terus menghapus air matanya. Aku pun menuju ke rumah beliau. Kuelus pundaknya yang sudah membungkuk dan menyeka air matanya.
"Nek, Yuri dan Mas Gion dimana?"
Tangisan Nek Jum semakin keras sambil memukul-mukul dadaku dengan tangan lemahnya. Aku pun semakin bingung.
"Yuri sudah lama pergi, Mirna...," semakin keras tangisannya.