Kuingat saat pertama kali kedua orang tuaku memaksa untuk pergi ke rumah sakit. Kudengar mereka berdiskusi dengan saudara dan tetangga terdekat kenapa aku sering mengigau.
"Ayo Man kita berobat, Nak," ajak ayahku.
"Kita bawa ke psikiater aja, Mas," seru salah satu bibiku.
Ibuku hanya bisa terdiam, menangis dan tak bisa berbuat apa-apa. Dalam benakku, "Apakah ayah, keluarga dan tetanggaku masih waras? Apa yang mereka sedang lakukan?"
Pertanyaan ini bukan tanpa alasan. Hidup mereka saja baru sebatas makan, tapi mereka mencari masalah baru dengan membawaku ke psikiater. "Apa mereka punya uang untuk membayar?" gumamku dalam hati.
"Aku sudah mahasiswa, aku dapat beasiswa," teriakku berkali-kali saat tanganku ditarik dengan kuat oleh paman yang bertubuh gemuk dan pendek.
Bibi yang paling sibuk mengurusi masalah ini, mencarikan tali rafia dan mengikat erat kedua tanganku ke belakang.
"Apa kalian sudah gila? Untuk apa aku diikat?" teriakku namun tak mereka gubris.
Pak RT dan istri nya datang kemudian bertanya, "Kenapa dengan si Man?"
"Kayaknya dia stress dan jadi gila pak RT, sering ngigau dan teriak," jawab salah seorang warga.