Mohon tunggu...
Irfan Ansori
Irfan Ansori Mohon Tunggu... lainnya -

sang Filsuf Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Romeo dan Juliet pada Pilpres 2014

5 Juli 2014   09:39 Diperbarui: 18 Juni 2015   07:24 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

mso-ascii-theme-font:major-bidi;mso-hansi-theme-font:major-bidi;mso-bidi-theme-font:
major-bidi">Oleh : Irfan Ansori*

line-height:107%;font-family:"Times New Roman","serif";mso-ascii-theme-font:
major-bidi;mso-hansi-theme-font:major-bidi;mso-bidi-theme-font:major-bidi">“Apakah
karena aku mendukung Prabowo sehingga keluargamu menolakku menjadi menantu? Sungguhkan
menjadi aib besar jika kelak masyarakat tahu salah satu keluargamu mendukung
selain Jokowi?”

line-height:107%;font-family:"Times New Roman","serif";mso-ascii-theme-font:
major-bidi;mso-hansi-theme-font:major-bidi;mso-bidi-theme-font:major-bidi">Kau
terus saja diam. Semakin aku keras mencecar pertanyaan tentang keluargamu, kau malah
menangis. Aku sungguh tak tega meneruskannya. Kau pacarku, seorang mahasiswi
berpendidikan yang tentu mengerti tentang hak konstitusional seorang warga
negara dalam memilih. Warga negara memiliki kemerdekaan untuk memilih capres
yang disukainya.

line-height:107%;font-family:"Times New Roman","serif";mso-ascii-theme-font:
major-bidi;mso-hansi-theme-font:major-bidi;mso-bidi-theme-font:major-bidi">Tapi,
hal itu tidak berlaku bagi orangtuamu. Kudengar mereka memang keturunan politik
‘merah’ sejak nenek moyang. Aku tahu, orang tuamu tidak berpendidikan sehingga
memiliki pandangan politik yang konservatif. ‘Pokoke Joko Widodo’ ‘Pokoke Salam
2 Jari’.

line-height:107%;font-family:"Times New Roman","serif";mso-ascii-theme-font:
major-bidi;mso-hansi-theme-font:major-bidi;mso-bidi-theme-font:major-bidi">Matamu
semakin memerah akibat tangisan itu. Aku pun hanya bisa tertunduk karena tak
tahu harus bagaimana. Kau dan aku sudah lima tahun menjalani hubungan ini. Kita
hanya punya waktu samapi bulan Juli ini untuk memastikan kelanjutan hubungan
ini. Aku berniat meminangmu, sebelum kakiku melangkah jauh menuju Jerman untuk
melanjutkan studi S-2.

line-height:107%;font-family:"Times New Roman","serif";mso-ascii-theme-font:
major-bidi;mso-hansi-theme-font:major-bidi;mso-bidi-theme-font:major-bidi">“Wi,
antarkan aku ke orang tuamu sekali lagi. Aku yakin mereka bisa mendengar
penjelasanku tentang ini.”

line-height:107%;font-family:"Times New Roman","serif";mso-ascii-theme-font:
major-bidi;mso-hansi-theme-font:major-bidi;mso-bidi-theme-font:major-bidi">“Enggak
fan, mereka itu sudah kekeuh untuk menolakmu jadi menantunya. Sudahlah,
kamu jangan keras kepala,” ucapmu mengiringi tangismu yang semakin keras.

line-height:107%;font-family:"Times New Roman","serif";mso-ascii-theme-font:
major-bidi;mso-hansi-theme-font:major-bidi;mso-bidi-theme-font:major-bidi">Aku
pun memelukmu. Kusandarkan wajahmu di dadaku agar air matamu mengering. Agar
kau pun tahu, aku tetap dan selalu berada sampingmu dalam situasi apapun.

line-height:107%;font-family:"Times New Roman","serif";mso-ascii-theme-font:
major-bidi;mso-hansi-theme-font:major-bidi;mso-bidi-theme-font:major-bidi">“Tapi,
aku gak tega kalau hubungan ini harus berakhir hanya karena Pilpres Wi.”

line-height:107%;font-family:"Times New Roman","serif";mso-ascii-theme-font:
major-bidi;mso-hansi-theme-font:major-bidi;mso-bidi-theme-font:major-bidi">“Aku
memilih Prabowo bukan berarti menentang keluargamu. Aku sungguh mengikuti kata
hatiku sebagai seorang warga negara,” ucapku sambil mengelus kerudung lembut
yang dikenakanmu, agar kau semakin tenang.

line-height:107%;font-family:"Times New Roman","serif";mso-ascii-theme-font:
major-bidi;mso-hansi-theme-font:major-bidi;mso-bidi-theme-font:major-bidi">“Keluargaku
beda fan. Mereka gak seperti kita yang mengerti hukum tata negara. Mereka tak
pernah mendengar dan belajar aturan konstitusi,” ucapmu yang sebenarnya sudah
kau ulangi beberapa kali padaku.

line-height:107%;font-family:"Times New Roman","serif";mso-ascii-theme-font:
major-bidi;mso-hansi-theme-font:major-bidi;mso-bidi-theme-font:major-bidi">“Bagaimana
kalau kita kabur saja. Aku bisa membawamu ke Jerman bersamaku.”

line-height:107%;font-family:"Times New Roman","serif";mso-ascii-theme-font:
major-bidi;mso-hansi-theme-font:major-bidi;mso-bidi-theme-font:major-bidi">“Jangan
fan, aku gak mau jadi anak durhaka.”

line-height:107%;font-family:"Times New Roman","serif";mso-ascii-theme-font:
major-bidi;mso-hansi-theme-font:major-bidi;mso-bidi-theme-font:major-bidi">“Habis
kita harus gimana lagi wi. Sudah tak ada jalan lain. Sekarang, kau pilih aku
atau keluargamu?” tanyaku padamu.

mso-ascii-theme-font:major-bidi;mso-hansi-theme-font:major-bidi;mso-bidi-theme-font:
major-bidi">***

line-height:107%;font-family:"Times New Roman","serif";mso-ascii-theme-font:
major-bidi;mso-hansi-theme-font:major-bidi;mso-bidi-theme-font:major-bidi">Tangismu
semakin kencang, menggelegar seisi ruangan. Cicak-cicak melihatku terheran.
Semut-semut berlari terbirit-birit. Sarang laba-laba pun hampir saja terputus,
akibat terjangan hembusan nada tangis yang menggelegar bak penyanyi rok.
Kubayangkan air matamu dapat menenggalamkan kita berdua di ruangan ini.

line-height:107%;font-family:"Times New Roman","serif";mso-ascii-theme-font:
major-bidi;mso-hansi-theme-font:major-bidi;mso-bidi-theme-font:major-bidi">“Aku
mencintaimu fan. Kau laki-laki terbaik yang pernah kumiliki,” suaramu yang
selalu kau iringi dengan tangis yang membuatku tak tega melanjutkan
pertanyaanku.

line-height:107%;font-family:"Times New Roman","serif";mso-ascii-theme-font:
major-bidi;mso-hansi-theme-font:major-bidi;mso-bidi-theme-font:major-bidi">“Aku
juga mencitaimu, Dewi.”

line-height:107%;font-family:"Times New Roman","serif";mso-ascii-theme-font:
major-bidi;mso-hansi-theme-font:major-bidi;mso-bidi-theme-font:major-bidi">Kau
dan aku membisu. Tak kurasa bajuku telah begitu basah dengan air matamu. Aku
menatap kosong seluruh dinding ruangan kos-ku. Kita seolah berada dalam gua
layaknya para Sufi yang melakukan uzlah (mengasingkan diri). Diam dan khusyuk
memohon keajaiban kepada Tuhan agar calon mertuaku bisa menerima kehadiranku,
meski kami berbeda pandangan dalam Pilpres tahun ini.

line-height:107%;font-family:"Times New Roman","serif";mso-ascii-theme-font:
major-bidi;mso-hansi-theme-font:major-bidi;mso-bidi-theme-font:major-bidi">Lalu
aku kaget bukan kepalang. Kau bergerak memeluku, menciumku dengan liar. Aku
hanya terdiam. Aku tak mengerti maksud kelakuanmu ini. Meskipun ini berdosa,
aku terus menikmati seluruh tingkahmu yang aneh dan gila. Sebagai pemuda
normal, hasrat seksualku muncul untuk mengimbangi tingkahmu itu.

line-height:107%;font-family:"Times New Roman","serif";mso-ascii-theme-font:
major-bidi;mso-hansi-theme-font:major-bidi;mso-bidi-theme-font:major-bidi">Namun,
tiba-tiba saja kau lepaskan ciuman itu. Kemudian, kau menatapku dengan wajah
memelas.

line-height:107%;font-family:"Times New Roman","serif";mso-ascii-theme-font:
major-bidi;mso-hansi-theme-font:major-bidi;mso-bidi-theme-font:major-bidi">“Fan,
aku rela kau ambil keperawananku malam ini agar kau yakin padaku. Aku akan
berikan semua untukmu, asal kau jangan pernah tinggalkan aku,” ujarmu, sambil
perlahan membuka sebagian kancing baju atasmu.

line-height:107%;font-family:"Times New Roman","serif";mso-ascii-theme-font:
major-bidi;mso-hansi-theme-font:major-bidi;mso-bidi-theme-font:major-bidi">Aku
pun terdiam menatap itu. Bayanganku, aku ingin sekali memegang dua gunung yang
terbungkus dengan sebuah BH pink itu. Kau sudah benar-benar setengah
telanjang di depanku. Lalu kau berdiri dan mencoba membuka resleting celanamu
tepat di mukaku. Birahiku pun semakin membara.

line-height:107%;font-family:"Times New Roman","serif";mso-ascii-theme-font:
major-bidi;mso-hansi-theme-font:major-bidi;mso-bidi-theme-font:major-bidi">Malam
itu, Dewi benar-benar gila. Aku memang terbiasa berpelukan dan berciuman
dengannya. Tapi tidak dengan satu ini. Aku tidak ingin melakukan sebelum kami
memang benar-benar halal. Tapi dewi tetap memaksaku. Dia sudah tinggal
menyisakan penutup kemaluan dan budah dadanya, tepat di hadapanku dan
memelukku.

line-height:107%;font-family:"Times New Roman","serif";mso-ascii-theme-font:
major-bidi;mso-hansi-theme-font:major-bidi;mso-bidi-theme-font:major-bidi">Mungkin
memang begini tingkah wanita yang biasa terlanjur putus cinta. Menyerahkan
segalanya dengan harga murah, termasuk bagi mahkotanya yang paling berharga.

line-height:107%;font-family:"Times New Roman","serif";mso-ascii-theme-font:
major-bidi;mso-hansi-theme-font:major-bidi;mso-bidi-theme-font:major-bidi">Namun,
hati kecilku berkata sebaliknya. Ini sebuah tindakan bodoh yang akan merusak
karirku ke depan bahkan selamanya. Aku segera melepas pelukanmu. Sembari
menutupi mataku, kuperintah kau memakai pakaianmu kembali, semua.

line-height:107%;font-family:"Times New Roman","serif";mso-ascii-theme-font:
major-bidi;mso-hansi-theme-font:major-bidi;mso-bidi-theme-font:major-bidi">“Hei
wi, sadar wi. Kau tak harus menjual dirimu semurah ini kepadaku. Kita akan
melakukan ini setelah kita benar-benar halal.”

line-height:107%;font-family:"Times New Roman","serif";mso-ascii-theme-font:
major-bidi;mso-hansi-theme-font:major-bidi;mso-bidi-theme-font:major-bidi">“Yaudah,
aku akan mendatangi orang tuamu sekarang. Aku akan menerima apapun
konsekwensinya oke,” ucapku sambil kupegang kedua pundaknya.

line-height:107%;font-family:"Times New Roman","serif";mso-ascii-theme-font:
major-bidi;mso-hansi-theme-font:major-bidi;mso-bidi-theme-font:major-bidi">Kau justru
terus memunduk dan menangis. Aku membantumu memakaikan kembali pakaianmu. Aku
sempat ingin meraba-raba sedikit saja payudaramu, tapi untungnya, aku tetap
bisa mengendalikan serta menahan agar itu tidak terjadi.

line-height:107%;font-family:"Times New Roman","serif";mso-ascii-theme-font:
major-bidi;mso-hansi-theme-font:major-bidi;mso-bidi-theme-font:major-bidi">Bahkan,
kau sudah berani berkata, akan menjadi seorang pelacur jika memang tak bisa
menikah denganku. Itu karena kau sangat tidak ingin kehilanganku. Begitupun
aku.

line-height:107%;font-family:"Times New Roman","serif";mso-ascii-theme-font:
major-bidi;mso-hansi-theme-font:major-bidi;mso-bidi-theme-font:major-bidi">“Kau
cukup tinggal di sini. Doakan aku ya, Sayang,” ucapku sembari mengusap air
matanya yang mulai kering. Dia pun sudah memakai lengkap pakaiannya.

mso-ascii-theme-font:major-bidi;mso-hansi-theme-font:major-bidi;mso-bidi-theme-font:
major-bidi">***

line-height:107%;font-family:"Times New Roman","serif";mso-ascii-theme-font:
major-bidi;mso-hansi-theme-font:major-bidi;mso-bidi-theme-font:major-bidi">“Tok,
tok tok.”

line-height:107%;font-family:"Times New Roman","serif";mso-ascii-theme-font:
major-bidi;mso-hansi-theme-font:major-bidi;mso-bidi-theme-font:major-bidi">“Nggih,
Sinten? (siapa)”

line-height:107%;font-family:"Times New Roman","serif";mso-ascii-theme-font:
major-bidi;mso-hansi-theme-font:major-bidi;mso-bidi-theme-font:major-bidi">“Eee...
Kulo (saya) Irfan bu.”

line-height:107%;font-family:"Times New Roman","serif";mso-ascii-theme-font:
major-bidi;mso-hansi-theme-font:major-bidi;mso-bidi-theme-font:major-bidi">“Koe
meneh, arep ngopo rene (mau apa kesini). Golek masalah karo aku, huh..?
(mencari masalah denganku?)” dia berjalan cepat membukakan pintu.

line-height:107%;font-family:"Times New Roman","serif";mso-ascii-theme-font:
major-bidi;mso-hansi-theme-font:major-bidi;mso-bidi-theme-font:major-bidi">Ibu
Dewi memang sangat radikal dalam mendukung Jokowi. Beda dengan ayah Dewi yang
sebenarnya lebih sedikit moderat meski tetap saja jaim kepadaku. Dewi terkadang
bercerita padaku, di daerah Jawa terutama Solo, perempuan seringkali menjadi
kepala keluarga karena dialah yang bekerja untuk menafkahi keluarga. Suami
cukup berada di rumah, mengurus burung dan mengantar anak sekolah. Itu pula
yang tercermin dari keluarga ini.

line-height:107%;font-family:"Times New Roman","serif";mso-ascii-theme-font:
major-bidi;mso-hansi-theme-font:major-bidi;mso-bidi-theme-font:major-bidi">Meskipun
begitu, ibu tetap menyambutku dengan segelas teh hangat di ruangan tamu. Sebelum
hari pertunanganku kemarin, aku sudah sangat akrab dengan mereka. Aku pun yakin
mereka menerimaku meskipun berbeda pilihan. Tapi sayang, semua bayangan itu
hancur seketika akibata satu kata: Prabowo.

line-height:107%;font-family:"Times New Roman","serif";mso-ascii-theme-font:
major-bidi;mso-hansi-theme-font:major-bidi;mso-bidi-theme-font:major-bidi">Aku adalah
raja yang telah membangun sebuah istana di pinggir pantai, kemudian harus
menerima kenyataan bahwa semenit setelah pembangunan selesai, tsunami menerjang
istana itu sehingga hancur-lebur tak tersisa. Aku seolah tim Spanyol yang
diunggulkan menjadi kampiun piala dunia 2014 di Brazil karena dihuni oleh
pemain yang memiliki materi kelas wahid, namun justru harus tersingkir
memalukan akibat dibantai oleh Belanda dengan skor telak 5-1 dan Chile 2-0.

line-height:107%;font-family:"Times New Roman","serif";mso-ascii-theme-font:
major-bidi;mso-hansi-theme-font:major-bidi;mso-bidi-theme-font:major-bidi">“Bu..,”
aku memulai. Mataku masih saja menunduk namun mencoba serius. Kukepalkan tangan
di atas paha dalam posisi duduk yang tegap. Kali ini, aku seolah menghadapi
final piala dunia. Aku sungguh akan mempertaruhkan kehormatan diri bagaikan
pertaruhan kehormatan negara untuk menjadi juara dunia.

line-height:107%;font-family:"Times New Roman","serif";mso-ascii-theme-font:
major-bidi;mso-hansi-theme-font:major-bidi;mso-bidi-theme-font:major-bidi">“ee..Aku
ingin ngobrol. Aku boleh tahu alasan ibu memutuskan untuk menerima bapak
sebagai pendamping ibu dahulu?.” Tanyaku pelan.

line-height:107%;font-family:"Times New Roman","serif";mso-ascii-theme-font:
major-bidi;mso-hansi-theme-font:major-bidi;mso-bidi-theme-font:major-bidi">Ibu
menatapku tajam. Matanya melotot mirip kepala ular yang ingin mematuk kejam mataku.
Aku tak berani menatapnya. Nampaknya, dia memang tak suka dengan pertanyaan
yang kuucapkan.

line-height:107%;font-family:"Times New Roman","serif";mso-ascii-theme-font:
major-bidi;mso-hansi-theme-font:major-bidi;mso-bidi-theme-font:major-bidi">“Tentu
pilihan hati lah dik, supaya kita menjalani keluarga kelak dengan nyaman
dan penuh cinta,” sahutnya.

line-height:107%;font-family:"Times New Roman","serif";mso-ascii-theme-font:
major-bidi;mso-hansi-theme-font:major-bidi;mso-bidi-theme-font:major-bidi">Seolah
mendapat jawaban yang kurahapkan. Aku memberanikan diri memandang ibu, sambil berpose
gagah nan meyakinkan. “Ekhm..Ekhm.. itulah bu. Itulah alasan saya mendukung
Prabowo. ‘kata hati.’”

line-height:107%;font-family:"Times New Roman","serif";mso-ascii-theme-font:
major-bidi;mso-hansi-theme-font:major-bidi;mso-bidi-theme-font:major-bidi">“Aku
yakin ibu tak ingin memiliki seorang menantu yang munafik dengan kata hatinya.
Ibu pastinya akan mengidamkan seorang menantu yang jujur dan melindungi anaknya
kelak. Tapi giliran aku jujur mengapa ibu justru menolakku?” tanyaku.

line-height:107%;font-family:"Times New Roman","serif";mso-ascii-theme-font:
major-bidi;mso-hansi-theme-font:major-bidi;mso-bidi-theme-font:major-bidi">Aku
menundukan kepalaku lagi. Dalam batinku, aku sudah mengeluarkan semua
kemampuanku untuk meyakinkan ibu. Aku selalu berdoa ibu tetap tidak marah
dengan kata-kata ini. Ibu akan berubah pikiran untuk menerimaku menjadi menantu
meski berbeda pilihan capres.

line-height:107%;font-family:"Times New Roman","serif";mso-ascii-theme-font:
major-bidi;mso-hansi-theme-font:major-bidi;mso-bidi-theme-font:major-bidi">Semua
terdiam. Ibu justru pergi meninggalkanku sendiri tanpa kata. Ayah Dewi menyusul
ibu masuk rumah. Pintu rumah ditutup rapat-rapat. Aku sendirian sehingga memutuskan
untuk pulang saja.

mso-ascii-theme-font:major-bidi;mso-hansi-theme-font:major-bidi;mso-bidi-theme-font:
major-bidi">****

line-height:107%;font-family:"Times New Roman","serif";mso-ascii-theme-font:
major-bidi;mso-hansi-theme-font:major-bidi;mso-bidi-theme-font:major-bidi">            “Pak Irfan, boleh saya minta fotocopy
KTP Anda?”

mso-ascii-theme-font:major-bidi;mso-hansi-theme-font:major-bidi;mso-bidi-theme-font:
major-bidi">Aku sedang mengatur pasport dan visa perjalanku ke
Jerman. Sejak kedatangan itu, aku tak lagi bertemu dengan Dewi, juga
keluarganya. Aku coba menghubungi Dewi namun selalu tak ada kabar. Aku pun tak
berani lagi untuk menyambangi rumahnya karena tak ada alasan untuk ke sana.

mso-ascii-theme-font:major-bidi;mso-hansi-theme-font:major-bidi;mso-bidi-theme-font:
major-bidi">Ya
font-family:"Times New Roman","serif";mso-ascii-theme-font:major-bidi;
mso-hansi-theme-font:major-bidi;mso-bidi-theme-font:major-bidi">, orang tua
Dewi tetap menolakku menjadi menantunya. Secara otomatis hubunganku dengan Dewi
berakhir, meski tak pernah terdapat pembicaraan resmi antara kami. Dewi telah
benar-benar lenyap dari diriku. Bukan karena aku mengacukannya, namun dia
sendiri yang menjauhiku, lari dari kehidupanku.

mso-ascii-theme-font:major-bidi;mso-hansi-theme-font:major-bidi;mso-bidi-theme-font:
major-bidi">Bahkan kudengar, Dewi bergabung dengan sebuah geng prostitusi yang
baru saja tersebar di daerah Solo, akibat penutupan Dolly yang dilakukan oleh walikota
Surabaya Bu Risma. Salah seorang temanku pernah menjadi pelanggannya sehingga terkaget
bahwa pelacur jajanannya adalah Dewi.

mso-ascii-theme-font:major-bidi;mso-hansi-theme-font:major-bidi;mso-bidi-theme-font:
major-bidi">Tapi, aku tak mudah percaya dengan itu. Aku sangat mengenal Dewi
sebagai manusia yang paham agama dan masa depan. Aku yakin dia tak sebodoh itu
untuk memutuskan menjadi pelacur sejak kehilanganku.

mso-ascii-theme-font:major-bidi;mso-hansi-theme-font:major-bidi;mso-bidi-theme-font:
major-bidi">Aku pun terus-menerus berdoa. Dalam tarawih, tahajud, dan salah
wajibku. Semoga Dewi tetap baik-baik saja di sana. Aku berdoa semoga cinta kami
tetap bertahan meski harus terhalang oleh Pilpres 2014 yang sebentar lagi digelar.

mso-ascii-theme-font:major-bidi;mso-hansi-theme-font:major-bidi;mso-bidi-theme-font:
major-bidi">Aku pun yakin, banyak pula pasangan yang mengalami hal serupa
denganku pada pilpres tahun ini. Mengingat tensi persaingan antara kedua
pasangan sangatlah panas sehingga konflik antara kedua pendukung menjadi suatu
yang tak terlekan. Termasuk konflik dengan pasangan kita saat berbeda dukungan.
Selayaknya, perbedaan tetap disikapi dengan kepala dingin. Kita tetap agree
in disagreement
(setuju dalam ketidaksetujuan): damai pilpres 2014.

mso-ascii-theme-font:major-bidi;mso-hansi-theme-font:major-bidi;mso-bidi-theme-font:
major-bidi">Juli, 2014

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun