line-height:107%;font-family:"Times New Roman","serif";mso-ascii-theme-font:
major-bidi;mso-hansi-theme-font:major-bidi;mso-bidi-theme-font:major-bidi">“Bagaimana
kalau kita kabur saja. Aku bisa membawamu ke Jerman bersamaku.”
line-height:107%;font-family:"Times New Roman","serif";mso-ascii-theme-font:
major-bidi;mso-hansi-theme-font:major-bidi;mso-bidi-theme-font:major-bidi">“Jangan
fan, aku gak mau jadi anak durhaka.”
line-height:107%;font-family:"Times New Roman","serif";mso-ascii-theme-font:
major-bidi;mso-hansi-theme-font:major-bidi;mso-bidi-theme-font:major-bidi">“Habis
kita harus gimana lagi wi. Sudah tak ada jalan lain. Sekarang, kau pilih aku
atau keluargamu?” tanyaku padamu.
mso-ascii-theme-font:major-bidi;mso-hansi-theme-font:major-bidi;mso-bidi-theme-font:
major-bidi">***
line-height:107%;font-family:"Times New Roman","serif";mso-ascii-theme-font:
major-bidi;mso-hansi-theme-font:major-bidi;mso-bidi-theme-font:major-bidi">Tangismu
semakin kencang, menggelegar seisi ruangan. Cicak-cicak melihatku terheran.
Semut-semut berlari terbirit-birit. Sarang laba-laba pun hampir saja terputus,
akibat terjangan hembusan nada tangis yang menggelegar bak penyanyi rok.
Kubayangkan air matamu dapat menenggalamkan kita berdua di ruangan ini.
line-height:107%;font-family:"Times New Roman","serif";mso-ascii-theme-font:
major-bidi;mso-hansi-theme-font:major-bidi;mso-bidi-theme-font:major-bidi">“Aku
mencintaimu fan. Kau laki-laki terbaik yang pernah kumiliki,” suaramu yang
selalu kau iringi dengan tangis yang membuatku tak tega melanjutkan
pertanyaanku.
line-height:107%;font-family:"Times New Roman","serif";mso-ascii-theme-font:
major-bidi;mso-hansi-theme-font:major-bidi;mso-bidi-theme-font:major-bidi">“Aku
juga mencitaimu, Dewi.”
line-height:107%;font-family:"Times New Roman","serif";mso-ascii-theme-font:
major-bidi;mso-hansi-theme-font:major-bidi;mso-bidi-theme-font:major-bidi">Kau
dan aku membisu. Tak kurasa bajuku telah begitu basah dengan air matamu. Aku
menatap kosong seluruh dinding ruangan kos-ku. Kita seolah berada dalam gua
layaknya para Sufi yang melakukan uzlah (mengasingkan diri). Diam dan khusyuk
memohon keajaiban kepada Tuhan agar calon mertuaku bisa menerima kehadiranku,
meski kami berbeda pandangan dalam Pilpres tahun ini.
line-height:107%;font-family:"Times New Roman","serif";mso-ascii-theme-font:
major-bidi;mso-hansi-theme-font:major-bidi;mso-bidi-theme-font:major-bidi">Lalu
aku kaget bukan kepalang. Kau bergerak memeluku, menciumku dengan liar. Aku
hanya terdiam. Aku tak mengerti maksud kelakuanmu ini. Meskipun ini berdosa,
aku terus menikmati seluruh tingkahmu yang aneh dan gila. Sebagai pemuda
normal, hasrat seksualku muncul untuk mengimbangi tingkahmu itu.
line-height:107%;font-family:"Times New Roman","serif";mso-ascii-theme-font:
major-bidi;mso-hansi-theme-font:major-bidi;mso-bidi-theme-font:major-bidi">Namun,
tiba-tiba saja kau lepaskan ciuman itu. Kemudian, kau menatapku dengan wajah
memelas.
line-height:107%;font-family:"Times New Roman","serif";mso-ascii-theme-font:
major-bidi;mso-hansi-theme-font:major-bidi;mso-bidi-theme-font:major-bidi">“Fan,
aku rela kau ambil keperawananku malam ini agar kau yakin padaku. Aku akan
berikan semua untukmu, asal kau jangan pernah tinggalkan aku,” ujarmu, sambil
perlahan membuka sebagian kancing baju atasmu.