Kesimpulan dan Refleksi Pengetahuan dan Pengalaman baru yang dipelajari dari pemikiran Ki Hadjar DewantaraÂ
Ki Hajar Dewantara lahir pada tanggal 2 Mei 1889 – 28 April 1959; nama asal: Raden Mas Soewardi Soeryaningrat . Merupakan bangsawan Jawa yang di lahirkan di Yogyakarta. Beliau sangat peduli tentang pendidikan bangsa Indonesia. Sewaktu zaman kolonialisme Belanda pendidiak tidak diizinkan untuk orang pribumi, atau dibatasi hanya untuk kalangan bangsawan. Ki Hajar Dewantara pemikirannya dijadikan rujukan utama untuk pendidikan di Indonesia. Dikenal juga sebagai Bapak Pendidikan, Ki Hajar Dewantara ide idenya dijadikan pakem dasar pendidikan di Indonesia.
Ada 3 Pokok Pemikiran Ki Hajar Dewantara untuk pendidikan di Indonesia :
Pendidik merupakan seorang penuntun/Among
Maksudnya pendidik sebagai seorang penuntun adalah pendidik menuntun anak menuju kodrat nya, pendidik juga  berperan sebagai fasilitator, menyediakan ruang bagi anak untuk berkembang, mendampingi anak dalam belajar, mengarahkan anak apabila dirasa tidak sesuai dengan norma-norma. Pendidik tidak berceramah,tidak menggurui, tapi hanya mendampingi anak untuk berproses dalam belajar. Pendidik memberikan sebuah klue-klue atau pancingan supaya anak menjadi termotivasi untuk memacahkan masalah tersebut.
Tugas seorang pendidik adalah menuntun seorang anak agar mendapatkan kebahagiaan sesuai dengan kodrat alam dan kodat zaman.
Kodrat Alam adalah lingkungan tempat tinggal, budaya, wilayah, geografis seorang anak tersebut.
Seorang pendidik dalam mendidik anak harus memperhatikan kodrat alam anak tersebut. Misalnya, anak yang tinggal di pantai harus dididik berdasarakan lingkungan pantai, anak yang di pegunungan cara mendidiknya tidak sama dengan anak yang tinggal di daerah tepi pantai. Anak yang tinggal di daerah pedesaan cara mendidiknya tidak sama dengan anak yang tinggal di perkotaan, dan seterusnya.
Kodrat zaman adalah kondisi  masa/era seorang anak dalam menerima pendidikan.Â
kondisi era/masa dari tahun ke tahun cepat berubah dan tidak sama dalam menyikapi untuk mendidik seorang anak. Misalnya anak yang hidup pada zaman awal kemerdekaan belum mengenal laptop, handphone dan gadget yang lain. Tetapi anak sekarang, usia 6 tahun saja sudah mengenal dan dapat mengoperasikan handphone. Maka mendidik seorang anak harus disesuaikan dengan zamannya agar anak tidak tertinggal dengan keamajuan dan perubahan zaman.
2. Pendidikan yang berpusat pada anak
Pendidikan yang dikehandaki Ki Hajar Dewantara adalah Pendidikan yang berpusat pada anak. Maksudnya pendidikan tidak boleh guru sebagai fokusnya, tidak boleh guru sebagai pusatnya, tetapi anak harus yang jadi pusat. Anak belajar kreatif dan aktif. Guru menyampaikan pokok permasalahan, anak yang mencoba menggali dan memecahkan permaslahan tersebut. Tetapi guru tetap mengawasi dan mengarahkan apabila anak merasa kesulitan.
3. TRILOGI PENDIDIKAN
Trilogi Pendidikan yang dicetuskan Ki Hajar Dewantara adalah Ing ngarsa sung tuladha maksudnya apabila pendidik berada di depan harus memberikan contoh yang baik.
Ing madya mangun karso artinya apabila seorang pendidik berada di tengah tengah siswa harus mampu mengobarkan semangat anak.
Tut wuri handayani artinya apabila pendidik berada di belakang anak harus mampu memberikan dorongan agar anak tidak minder.
Refleksi dari pengetahuan dan pengalaman baruÂ
Setelah mempelajari modul ini tentang pemikiran Ki Hajar Dewantara, bahwa seorang pendidik itu dipandang siswa sebagai contoh yang harus ditiru. Sehingga kita sebagai pendidik harus memberikan contoh yang baik dalam segala tindak-tanduk kita di sekolah ataupun di luar sekolah.
Mendidik anak tidak hanya dengan menyuruh, diberi ceramah di depan kelas tetapi anak harus melakukan praktik sendiri sehingga lebih berkesan dan membekas di pikiran.
Seorang pendidik harus mampu menggerakkan anak untuk lebih aktif dan kreatif. Itu adalah poin penting seorang pendidik. Saya akan sebisa mungkin di sekolah untuk memberikan contoh langsung kepada anak mulai dari hal kecil, misalnya mengambil sampah yang berceceran di halaman untuk dibuang di tempat sampah. Memberi contoh langsung bersalaman dan menyapa dengan sopan.Â
Setelah mempelajari modul ini tentang pemikiran Ki Hajar Dewantara, bahwa seorang pendidik itu dipandang siswa sebagai contoh yang harus ditiru. Sehingga kita sebagai pendidik harus memberikan contoh yang baik dalam segala tindak-tanduk kita di sekolah ataupun di luar sekolah.
Mendidik anak tidak hanya dengan menyuruh, diberi ceramah di depan kelas tetapi anak harus melakukan praktik sendiri sehingga lebih berkesan dan membekas di pikiran.
Seorang pendidik harus mampu menggerakkan anak untuk lebih aktif dan kreatif. Itu adalah poin penting seorang pendidik. Saya akan sebisa mungkin di sekolah untuk memberikan contoh langsung kepada anak mulai dari hal kecil, misalnya mengambil sampah yang berceceran di halaman untuk dibuang di tempat sampah. Memberi contoh langsung bersalaman dan menyapa dengan sopan.Â
Setelah mempelajari modul ini tentang pemikiran Ki Hajar Dewantara, bahwa seorang pendidik itu dipandang siswa sebagai contoh yang harus ditiru. Sehingga kita sebagai pendidik harus memberikan contoh yang baik dalam segala tindak-tanduk kita di sekolah ataupun di luar sekolah.
Mendidik anak tidak hanya dengan menyuruh, diberi ceramah di depan kelas tetapi anak harus melakukan praktik sendiri sehingga lebih berkesan dan membekas di pikiran.
Seorang pendidik harus mampu menggerakkan anak untuk lebih aktif dan kreatif. Itu adalah poin penting seorang pendidik. Saya akan sebisa mungkin di sekolah untuk memberikan contoh langsung kepada anak mulai dari hal kecil, misalnya mengambil sampah yang berceceran di halaman untuk dibuang di tempat sampah. Memberi contoh langsung bersalaman dan menyapa dengan sopan.Â
"Dari hal kecil akan timbul hal yang besar"Â
Apa yang berubah dari pola pikir setelah mempelajari modul ini?
Guru tidak lagi aktor utama yang 100% mendominasi kegiatan di kelas dengan berceramah atau yang lainnya. Tetapi guru menuntun siswa dalam pembelajaran kepada siswa agar lebih aktif dan kreatif. Guru memberikan pelajaran dengan pengalaman langsung dalam hal ini dapat berupa praktik-praktik di lingkungan sekolahnya.
Contoh pembelajaran konkret di sekolah yang sesuai dengan keadaan sosial budaya lingkungan sekolah.Â
Di sekolah kami setiap hari anak-anak diajari untuk memakai bahasa krama kepada gurunya atau kepada orang yang lebih tua. Hal tersebut sesuai dengan keadaan budaya di daerah kami yang kebanyakan/ mayoritas adalah suku Jawa.Â
Di lingkungan desa kami ada budaya Nyadran dan Bersih Desa. Hal tersebut berlangsung setiap tahun di bulan pertengahan bulan kalender Islam. Acara tersebut berupa tradisi pawai budaya, karnaval dan tahlilan bersama dengan membawa makanan di balai desa. Makanan tersebut setelah selaseai acara dibagikan kepada masyarakat yang hadir. Dengan kebiasaan yang seperti itu kami tunjukkan kepada anak-anak bahwa acara tersebut sangat baik dan kita tunjukkan nilai yang dapat kita ambil dan kita contoh adalah berbagi kepada sesama serta kerukunan bermasyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H