"Bagaimana, Wong Ayu? Seliramu  saguh to dadi prameswariku?"
"Saya bersedia menjadi permaisuri njenengan, Paduka."
"Itu sudah seharusnya, Wong Ayu." Raja Jaka Wangsa tertawa puasa.
"Tapi, Paduka harus memenuhi syarat yang saya ajukan."
"Ayo katakan saja syaratnya!"
"Paduka harus mencari kijing* yang menari. Paduka harus mencari sendiri kijing menari itu. Saat mencari kijing Paduka harus berpakaian seperti nelayan dengan membawa kepis* yang diselempangkan di pundak. Tak boleh ada seorang pun yang tahu penyamaran Paduka."
"Oke, besok saya akan melaksanakan persyaratan yang kau ajukan. Tunggu aku, Wong Ayu. Sebentar lagi engkau akan hidup bahagia dengan saya."
"Inggih Paduka." Rara Kuning tersenyum penuh arti.
Hari berikutnya, Raja Jaka Wangsa benar-benar melaksanakan persyaratan yang diajukan pujaan hatinya. Dengan senyum kemenangan dia berangkat tengah malam dengan diam-diam. Keinginannya yang menggebu untuk memperistri Rara Kuning benar-benar telah menguasai akal sehatnya. Tanpa curiga sedikit pun sang raja keluar istana dengan hati berbunga karena keinginannya memperistri Rara Kuning hanya tinggal satu langkah.
Sementara itu di istana, tampak sesosok laki-laki masuki tempat peristirahatan Raja Jaka Wangsa. Lelaki itu menghabiskan malam di tilam empuk sang raja tanpa diketahui para prajurit yang berjaga di istana. Malam itu, Rara Kuning dan Syekh Abdul Aziz sudah memulai aksinya untuk memperdaya sang raja.
Keesokan harinya, di singgasana duduk dengan gagah Raja Jaka Wangsa yang mengenakan pakaian kebesaran. Pakaian yang biasa dikenakan saat akan menyampaikan kejadian penting.