Akhirnya Fikri menyerah. Kejadian tahun lalu akan terulang. Dia harus menerima bahwa pertemuan dengan abinya mungkin akan terwujud di tahun depan, atau tahun depannya lagi, atau entah berapa tahun lagi. Tidak berapa lama datang seorang pengendara motor dengan membawa barang-barang yang tepat berhenti di depan rumah mereka. Tampaknya seorang tukang kirim barang. Ia menghampiri ameh dan memberikan sesuatu yang terbungkus rapi dengan kemasan berwarna coklat. Ameh menandatangani kertas yang diberikan si bapak dan melihatnya.
"Amaa.. ini barang dari abimu Fik. Coba lihat ini" kata ameh.
Fikri melihat barang tersebut dan mengambilnya, sedangkan sang ami sudah lama menunggu dan minta cepat-cepat berangkat ke Pondok Pesantren Alkhairaat.
Fikri pun akhirnya naik ke dalam mobil. Dia melambaikan tangannya pada habib, hababa, dan tentunya ameh. Semakin jauh dari rumah, laju mobil semakin kencang. Fikri menundukkan kepalanya, melihat kardus coklat kecil tersebut. Ia penasaran dan akhirnya merobek bungkusan tersebut. Ia buka lagi kardus kecil itu dan mengambil apa yang berada disana. Matanya berkaca-kaca dan tak dapat menahannya lagi. Ia tidak percaya, pertama kali dalam hidupnya ia mendapatkan sesuatu dari abinya. Sesuatu yang entah apa, ia tak lagi menginginkan apapun kecuali abinya saat ini. Fikri menarik isi kardus kecil tersebut dan ternyata sebuah gimbot baru berwarna hijau yang di belakangnya tertempel kertas putih bertinta hitam. Disana tertulis..
Fikri sayang, anak abi. Maaf abi tidak bisa datang ke Palu tahun ini. Abi ada kerja di sini, Fikri tahu 'kan. Abi janji, abi akan pulang ke Palu dan bukan cuma di hari lebaran saja. Fikri pegang janji abi ya. Fikri juga jangan nakal-nakal ya di alkhairaat.. InsyaAllah saat abi pulang, abi juga akan ke alkhaairat, tidak lama lagi. Baik-baik disana Fikri.
Setelah membaca surat dari abinya, Fikri tersenyum dan derai air matanya terhenti. Ia tersenyum lama dan memandangi lagi gimbotnya. Sambil memeluk kardus kecil itu, Fikri tak lagi terlihat bersedih selama di perjalanan hingga akhirnya sampai di Pondok Pesanten Alkhaiirat. Fikri menyambut kehidupan barunya di Alkhaiirat, Fikri menunggu kedatangan abinya dari sekarang. Hatinya berbisik kalau ia harus bersabar untuk yang kesekian kalinya. Air matanya akan membawa abinya pulang. Setiap tetes air mata Fikri adalah kerinduan pada abinya. Dan setiap kata yang tertulis pula lah kisah ini nyata.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H