Paramita tampak diam sejenak, lalu dengan tersenyum dia bilang, "Lihat, ini aku sedang menulis blog. Aku rutin melakukannya, coba kamu perhatikan traffic pengunjungnya, sudah lumayan banyak, kan?"
Ternyata dia ramah, dengan lesung pipit dan jawabannya yang tak terkesan jual mahal namun tetap smart, kurasa aku sudah berada di ketertarikan level 3. Level 1 saat tahu dia anak kelas OSN, level 2 saat mengetahui buku-buku pinjamannya, level 3 saat dia punya blog dengan total pagewies 10.258.
Seperti bagaimanakah warna cinta? Apakah ia merah muda mewakili rekahannya? Atau kelabu mewakili pecahannya?
Kalimat ini pernah kubaca dalam novel Konspirasi Alam Semesta karya Fiersa Besari. Aku tidak tahu warna cinta apakah yang sedang kurasakan saat ini, di perpustakaan ini. Kurasa warnanya tak hanya merah muda dan kelabu. Mungkin lebih tepat jika kusebut warnanya seperti kuning yang menyala dan menghangatkan.
"Kalau kamu, di perpustakaan biasanya melakukan apa? Buku apa yang kamu suka?" Gadis yang namanya indah sekali itu, Paramita itu, tiba-tiba bertanya padaku yang sedang sibuk menebak-nebak warna cinta dalam hatiku. Aku gelagapan.
"Hm, em ... aku hanya suka mengelilingi perpustakaan, seperti orang bingung, aku tak yakin kalau aku punya buku bacaan favorit,"
"Hahaha, sungguh?" Kedua matanya menyipit, tertawa, "Coba sesekali kamu baca buku puisi karya Aan Mansyur, sepertinya akan menantang dan membuatmu percaya bahwa ada satu hal yang sangat indah di muka bumi ini,"
Aku agak bingung dengan pertanyaan dan cara Paramita menanyakannya, dan dengan gugup aku mengatakan, "Apa, cinta kah?"
Astaga mulutku!
"Tidak, bukan, satu hal itu adalah puisi. Kata Andrea Hirata dalam novel Ayah, puisi adalah salah satu temuan manusia yang paling indah. Kamu harus mencoba membacanya, sesuatu yang baru,"
"Tapi kamu sendiri, kulihat-lihat sering membaca Campbell, ya? Itu buku untuk belajar olimpiade biologi, kan? Kamu anak kelas OSN, kan?"