"Kamu betah tinggal sama saya, Suminah?" Dasim menghampiriku, membelai rambutku lembut.
Aku merasa nyaman ketika tangan dengan kuku panjang itu menyentuh tengkorak kepalaku, tangannya dingin ketika telapaknya menyentuh ubun-ubunku, hawa dingin itu menyelusup keseluruh tubuhku.
***
Katmijo pergi menemui seorang dukun di desa sebelah, dia ingin menggagalkan pernikahan Suminah dengan Winarno. Berbekal sehelai rambut dengan sebuah foto berukuran 4x6. Dia mendapatkan foto itu dari Tugimin yang kebetulan satu kelas dengan Suminah ketika di SD dulu.
Tugimin diminta untuk mencuri foto Suminah yang terpajang di ruang guru. Saat itu Katmijo kelas enam SD. Suminah sudah membutakan matanya ketika Katmijo sedang dihukum oleh Pak Soleh, dia disuruh hormat pada bendera, saat itu lah Suminah lewat dihadapannya.
Murid-murid lain tertawa melihat Katmijo yang kepanasan melihat bendera, Suminah malah memberikan topinya agar Katmijo tidak kepanasan. Sejak saat itulah Katmijo menaruh hati pada Suminah.Â
Segala macam upaya dilakukan Katmijo untuk mendapatkan hati Suminah, sayangnya Suminah tidak pernah menanggapinya, hingga mereka berdua beranjak dewasa Katmijo tidak pernah menyerah.
"Mbah... saya sakit hati mbah, wanita ini mau menikah dengan laki-laki lain," ucap Katmijo pada Mbah Surip, dia menyodorkan foto yang berukuran 4x6 itu.Â
"Mau kamu apaain orang ini?" tanya Mbah Surip, suaranya sangat menyeramkan. Sorot matanya pun menakutkan.
"Jangan sampai mereka kawin, Mbah."
Mbah Surip manggut-manggut, dia menatap wajah Suminah dalam-dalam. Mbah Surip kemudian memindahkan tempat pembakaran menyan yang berada di sampingnya ke hadapannya, mulutnya kemudian komat-kamit. Foto lusuh dengan ukuran 4x6 itu diasapi menyan.