Mohon tunggu...
Mochamad Iqbal
Mochamad Iqbal Mohon Tunggu... Guru - Penulis | Pengajar | Penikmat Film

Nominasi Best in Fiction 2023, senang membaca buku-buku filsafat. | Penulis Novel Aku Ustadz Matote | Penulis Antologi Cerpen Isnin di Tanah Jawa, Kumpulan Para Pemalas. | Menulis adalah cara untuk mengabadikan pikiran, dan membiarkannya hidup selamanya.|

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Zulaekha Menghamba pada Yusuf

1 Juli 2024   17:35 Diperbarui: 1 Juli 2024   17:38 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar pleh Mikail Nilov dari pexel.com

PADA keheningan malam, Zulaekha sedang menghamba. Bukan hanya kepada Yusuf, tetapi juga kepada cinta sejati yang mengajarkannya untuk menjadi lebih baik. Dia tahu dengan pasti bahwa penghambaannya kepada Yusuf merupakan interpretasi dari perjalanan menuju pemahaman yang lebih dalam tentang dirinya sendiri, serta tentang arti cinta yang sesungguhnya. Cinta yang tidak menuntut, tetapi memberi. Cinta yang tidak merampas, tetapi membebaskan.

Dari setiap nafas yang dihembuskan, Zulaekha memohon kekuatan kepada Tuhan, agar hatinya tetap teguh berbalut ikhlas. Ia tahu bahwa Yusuf adalah ujian sekaligus anugerah yang diberikan kepadanya, dan melalui Yusuf, dia belajar untuk mencintai dengan cara yang lebih mulia dan suci.

***

"Aku mau kamu di sini, tolong jangan pergi..." bisik Zulaekha di telinga Yusuf. Suaranya gemetar, penuh harapan yang hampir putus asa.

"Maaf Zulaekha, aku harus pergi," balas Yusuf tegas. Yusuf menghalau jari-jari manja Zulaekha yang melingkar di lengannya. Dalam hatinya, Yusuf merasakan rasa simpati yang mendalam, namun dia tahu bahwa jalan yang benar harus ditempuh, meskipun sulit.

Zulaekha maju beberapa langkah mendekati Yusuf, matanya berkaca-kaca. "Kenapa, Yusuf? Apa aku enggak cukup baik untukmu? Apa cintaku enggak layak untukmu?" Tanyanya, suaranya hampir tidak terdengar di tengah keheningan malam.

Yusuf menatapnya dengan tatapan yang sangat lembut, tapi sorot matanya penuh dengan ketegasan. "Zulaekha, kamu itu wanita yang sangat luar biasa, kamu wanita yang hebat, Kamu wanita yang mandiri sekaligus kuat. Zulaekha, cinta sejati itu tidak bisa dipaksa. Cinta yang sesungguhnya itu harus datang dari hati yang suci dengan niat yang tulus, bukan dari dorongan nafsu atau hastrat dari keinginan sesaat."

Air mata perlahan mengalir di pipi Zulaekha. Dia merasakan hatinya teriris dengan luka yang dalam, di satu sisi dia juga memahami apa yang baru saja Yusuf katakan. "Yusuf, aku cuma mau merasakan cinta yang tulus dari kamu. Aku mau terus sama kamu, aku mau menghargai kebaikan, ketulusan juga perhatianmu."

Yusuf menghela nafas panjang, mencoba mengendalikan emosinya. "Zulaekha, kalau kamu benar-benar mau menghargai semua yang baru saja kamu katakan itu, maka kamu harus belajar untuk mencintai dirimu sendiri terlebih dahulu. Kamu harus menemukan kedamaian dan kebahagiaan di dalam dirimu, sebelum kamu bisa membaginya dengan orang lain."

Kata-kata Yusuf bagai sebilah pedang yang tajam menusuk hati Zulaekha semakin dalam, sekaligus membuka mata hatinya. Perlahan, dia menyadari bahwa selama ini ia terlalu sibuk mengejar bayangan kebahagiaan dari orang lain, tanpa menyadari bahwa kebahagiaan sejati harus datang dari dalam dirinya sendiri.

Zulaekha menangis sejadi-jadinya, air matanya jatuh tanpa henti, mengalir seperti sungai yang tidak pernah kering. Hatinya terbelah, antara cinta yang begitu dalam pada Yusuf dan juga rasa putus asa yang mendera, kehampaan yang tidak dapat terlukiskan, dunianya runtuh tanpa kehadiran Yusuf di sisinya.

"Yusuf, aku mohon," isaknya di antara tangis yang menggelegar, "Aku... aku cuma mau kamu jadi pria yang dapat membimbing hidupku. Aku tersesat tanpamu, aku butuh cahaya yang bisa menuntunku keluar dari kegelapan dalam hidupku ini."

Yusuf, yang berdiri di hadapannya dengan hati yang terenyuh, tetap berusaha tegar meskipun kata-kata Zulaekha sangat menyentuh dasar hatinya, dia harus tetap kuat berpiajk pada iman yang diyakininya. "Zulaekha, aku paham perasaanmu. Tapi kamu harus ingat, kebahagiaan sejati itu enggak datang dari orang lain. Kebahagiaan itu harus datang dari dalam dirimu sendiri."

Zulaekha memandang Yusuf dengan netra yang penuh air mata, juga dengan tatapan yang penuh harap. "Aku udah pernah coba, Yusuf... Aku tetap butuh bimbinganmu, aku butuh kamu untuk menunjukkan jalan yang benar."

Yusuf mundur beberapa langkah menjauh dari Zulaekha, dua bola mata Zulaekha yang penuh dengan deraian air mata ditatapnya dengan lembut. "Zulaekha, aku akan selalu mendoakan yang terbaik untukmu. Tapi ingatlah, bimbingan sejati datang dari Sang Pencipta. Aku hanya manusia, dan aku pun berjalan di jalan-Nya. Kamu harus menemukan kekuatan serta bimbingan dari-Nya, bukan dari manusia, jangan pernah menaruh harapan pada manusia."

Tangis Zulaekha sedikit mereda, meski hatinya masih terluka, perlahan dia mulai mengerti meskipun Yusuf tetap menjadi cahaya dalam hidupnya, ia harus mencari cahaya yang lebih besar dan lebih abadi. "Yusuf, aku akan coba, Yusuf. Aku akan berusaha untuk cari jalan itu. Terima kasih, ya... udah ingetinn aku."

Yusuf tersenyum dengan tulus, melihat secercah harapan di mata Zulaekha. "Kamu kuat, Zulaekha. Percayalah pada dirimu sendiri, kamu harus percaya pada cinta yang lebih besar dari cinta kamu padaku. Aku yakin kamu akan menemukan kebahagiaan juga kedamaian yang kamu cari."

Zulaekha mengangguk, meskipun air mata masih mengalir di pipinya, perjalanan dalam mencari cinta yang sesungguhnya baru saja dimulai, dengan kata-kata Yusuf sebagai pemandu, dia siap menghadapi tantangan dalam menemukan cinta yang sejati dalam dirinya sendiri beserta pencarian iman yang lebih tinggi.

"Aku harus pergi, Zulaekha." Yusuf berkata dengan suara yang lembut tapi tegas, begitulah karakter Yusuf. Zulaekha merasakan hatinya hancur semakin dalam, tapi ia tahu ia tidak bisa memaksa Yusuf untuk tetap tinggal.

Yusuf menghela napas panjang, matanya memancarkan percikan kasih sayang. "Zulaekha, ingatlah bahwa cinta sejati itu diawali dari diri sendiri, lalu bersedia mengasihi tanpa syarat. Aku yakin kamu bisa menemukan jalanmu. Percayalah pada dirimu sendiri."

Zulaekha mengangguk pelan, meski hatinya masih terasa berat. Air mata yang masih mengalir di pipinya, tapi di dalam hatinya mulai tumbuh tekad baru. "Terima kasih, Yusuf," bisiknya dengan suara parau. "Aku akan berusaha menemukan kebahagiaan dari dalam diriku sendiri."

Yusuf tersenyum lembut. "Aku percaya padamu, Zulaekha. Suatu hari nanti, kamu pasti akan menemukan kedamaian dan juga kebahagiaan yang kamu cari."

Yusuf berbalik lalu melangkah pergi, meninggalkan Zulaekha yang masih berdiri di depan pintu.

Zulaekha menatap punggung Yusuf yang pergi menjauh, setiap langkahnya terasa seperti gema di hatinya. Cahaya bulan yang lembut menyinari punggung Yusuf, menciptakan siluet yang begitu menggetarkan jiwa. Hatinya berat dengan rasa kehilangan; di balik rasa sakit itu, ada rindu yang mulai menyelubungi dirinya.

Ia teringat semua momen yang telah mereka bagi, setiap tawa, setiap percakapan, setiap pelajaran yang telah dia dapatkan dari Yusuf. Perpisahan ini pahit, tetapi Zulaekha menyadari bahwa dia telah menerima hadiah terbesar dari Yusuf---pemahaman tentang cinta sejati dan mencari kekuatan dalam dirinya sendiri.

Angin malam berhembus, membawa serta harapan dan doa yang dibisikkannya ke dalam gelap. "Terima kasih, Yusuf," katanya dalam hati, "atas semua yang telah kamu ajarkan padaku. Aku akan terus berusaha menjadi wanita yang lebih baik, aku akan berusaha untuk memantaskan diriku untuk mendapatkan cinta sejati."

***

PADA keheningan malam, Zulaekha mempertanyakan arti dari cinta, mengapa Tuhan memberinya perasaan cinta? Mengapa cintanya pada Yusuf tidak berbalas? Air matanya mengering, digantikan oleh renungan mendalam tentang makna di balik setiap perasaan yang telah ia alami. Cahaya bulan menyinari wajahnya, menambah keheningan yang menyelimuti hatinya.

Cinta adalah anugerah, sebuah pelajaran dari Tuhan. Setiap rasa sakit, setiap tawa, semuanya membentuk bagian dari perjalanan ini. Cinta memberinya kekuatan untuk terus melangkah meski jalannya penuh liku. Cinta memberinya harapan di saat-saat paling gelap. Cinta adalah kompas yang menuntunnya untuk menemukan diri sendiri.

Dia memandang langit yang bertabur bintang, setiap cahayanya bagai pesan dari Tuhan yang mengingatkannya untuk tetap teguh. Mungkin Tuhan memberinya cinta yang tidak terbalas untuk mengajarkannya tentang ketulusan. Mungkin Tuhan ingin dia memahami bahwa cinta sejati adalah tentang memberi tanpa mengharap balasan, tentang merelakan yang tidak bisa dimiliki.

Zulaekha menarik napas dalam-dalam, merasakan ketenangan yang perlahan mengisi ruang-ruang kosong dalam jiwanya. Kebahagiaan sejati harus ditemukan dari dalam, melalui penerimaan cinta tanpa syarat. Dia mulai melihat cinta bukan sebagai rasa sakit, tetapi sebagai pelajaran berharga.

Cinta mengajarkannya kelembutan kekuatan. Cinta memberinya kekuatan untuk menerima kekurangan, baik dalam diri sendiri maupun orang lain. Cinta adalah hadiah paling berharga, sebuah jalan menuju pemahaman yang lebih dalam tentang kehidupan dirinya sendiri.

Dengan tekad yang semakin kuat, Zulaekha berjanji pada dirinya sendiri untuk menghargai setiap momen, setiap perasaan, setiap pelajaran yang datang dari cinta. Dia akan terus mencari makna sejati dari cinta, membiarkan hatinya terbuka untuk pengalaman baru, berusaha menjadi pribadi yang lebih baik setiap harinya.

Bulan terus bersinar terang, menjadi saksi bisu atas perjalanan hati Zulaekha. Dalam keheningan malam itu, dia menemukan kedamaian, kekuatan, keyakinan. Cinta akan selalu menuntunnya menuju kebahagiaan yang abadi, bahkan meskipun jalan itu penuh dengan tantangan dari pelajaran yang harus dihadapi.

-Tamat-

Iqbal Muchtar

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun