Zulaekha menangis sejadi-jadinya, air matanya jatuh tanpa henti, mengalir seperti sungai yang tidak pernah kering. Hatinya terbelah, antara cinta yang begitu dalam pada Yusuf dan juga rasa putus asa yang mendera, kehampaan yang tidak dapat terlukiskan, dunianya runtuh tanpa kehadiran Yusuf di sisinya.
"Yusuf, aku mohon," isaknya di antara tangis yang menggelegar, "Aku... aku cuma mau kamu jadi pria yang dapat membimbing hidupku. Aku tersesat tanpamu, aku butuh cahaya yang bisa menuntunku keluar dari kegelapan dalam hidupku ini."
Yusuf, yang berdiri di hadapannya dengan hati yang terenyuh, tetap berusaha tegar meskipun kata-kata Zulaekha sangat menyentuh dasar hatinya, dia harus tetap kuat berpiajk pada iman yang diyakininya. "Zulaekha, aku paham perasaanmu. Tapi kamu harus ingat, kebahagiaan sejati itu enggak datang dari orang lain. Kebahagiaan itu harus datang dari dalam dirimu sendiri."
Zulaekha memandang Yusuf dengan netra yang penuh air mata, juga dengan tatapan yang penuh harap. "Aku udah pernah coba, Yusuf... Aku tetap butuh bimbinganmu, aku butuh kamu untuk menunjukkan jalan yang benar."
Yusuf mundur beberapa langkah menjauh dari Zulaekha, dua bola mata Zulaekha yang penuh dengan deraian air mata ditatapnya dengan lembut. "Zulaekha, aku akan selalu mendoakan yang terbaik untukmu. Tapi ingatlah, bimbingan sejati datang dari Sang Pencipta. Aku hanya manusia, dan aku pun berjalan di jalan-Nya. Kamu harus menemukan kekuatan serta bimbingan dari-Nya, bukan dari manusia, jangan pernah menaruh harapan pada manusia."
Tangis Zulaekha sedikit mereda, meski hatinya masih terluka, perlahan dia mulai mengerti meskipun Yusuf tetap menjadi cahaya dalam hidupnya, ia harus mencari cahaya yang lebih besar dan lebih abadi. "Yusuf, aku akan coba, Yusuf. Aku akan berusaha untuk cari jalan itu. Terima kasih, ya... udah ingetinn aku."
Yusuf tersenyum dengan tulus, melihat secercah harapan di mata Zulaekha. "Kamu kuat, Zulaekha. Percayalah pada dirimu sendiri, kamu harus percaya pada cinta yang lebih besar dari cinta kamu padaku. Aku yakin kamu akan menemukan kebahagiaan juga kedamaian yang kamu cari."
Zulaekha mengangguk, meskipun air mata masih mengalir di pipinya, perjalanan dalam mencari cinta yang sesungguhnya baru saja dimulai, dengan kata-kata Yusuf sebagai pemandu, dia siap menghadapi tantangan dalam menemukan cinta yang sejati dalam dirinya sendiri beserta pencarian iman yang lebih tinggi.
"Aku harus pergi, Zulaekha." Yusuf berkata dengan suara yang lembut tapi tegas, begitulah karakter Yusuf. Zulaekha merasakan hatinya hancur semakin dalam, tapi ia tahu ia tidak bisa memaksa Yusuf untuk tetap tinggal.
Yusuf menghela napas panjang, matanya memancarkan percikan kasih sayang. "Zulaekha, ingatlah bahwa cinta sejati itu diawali dari diri sendiri, lalu bersedia mengasihi tanpa syarat. Aku yakin kamu bisa menemukan jalanmu. Percayalah pada dirimu sendiri."
Zulaekha mengangguk pelan, meski hatinya masih terasa berat. Air mata yang masih mengalir di pipinya, tapi di dalam hatinya mulai tumbuh tekad baru. "Terima kasih, Yusuf," bisiknya dengan suara parau. "Aku akan berusaha menemukan kebahagiaan dari dalam diriku sendiri."