SETIAP helaan nafas adalah doa yang tak terucap, harapan yang meniti di atas seutas benang tipis, menggantung pada waktu yang terus berdetak. Rinduku telah menciptakan ruang di antara kesibukan yang terus memburu, mengisi kekosongan beserta kejenuhanku dengan bayangan senyummu yang hadir dalam angan. Rinduku adalah penantian yang setia, menanti takdir dua hati yang tidak akan pernah bersua.
Rinduku bagai cawan yang penuh dengan air mata, di setiap tetesnya mengisahkan cinta yang menggebu, yang pernah ada dan akan selalu ada. Rinduku bukan perasaan, tetapi sebuah perjalanan batin yang menggugah jiwa, membawa aku pada perenungan tentang makna kehadiran seseorang dalam hidup ini.
***
MATAHARI pagi baru saja menyingsing, sinarnya yang hangat perlahan membelai lembut hamparan bunga ungu yang berkilauan. Dari kejauhan, ladang ini tampak seperti permadani dengan warna ungu yang menghampar sejauh mata memandang, mengisi udara dengan aroma yang menenangkan dan membangkitkan kenangan indah.
Setiap langkah di antara barisan tanaman lavender adalah perjalanan dalam wangi yang melenakkan. Aromanya yang khas, menenangkan, dan menyegarkan, mengajak siapa saja yang singgah untuk melupakan sejenak segala hiruk-pikuk dunia. Suara lembut angin yang berhembus dan kicauan burung yang menyambut pagi menambah kesan damai, menjadikan ladang ini tempat yang sempurna untuk bermeditasi, bercengkerama, atau sekadar menikmati keindahan alam.
Anna, dengan rambut cokelat yang terurai di bawah topi jeraminya, melangkah perlahan di antara barisan tanaman lavender. Di setiap langkahnya menyeruak senyuman lembut yang tak dapat disembunyikan. Ia terpesona oleh keindahan yang ada di sekelilingnya, seakan-akan setiap kelopak bunga lavender itu berbisik, menyambutnya dengan keharuman yang menguar.
Anna seorang Agromon, dia memilih Ladang lavender di Provence setelah lulus kuliah, karena tempat itu seperti sepotong surga di bumi, tempat di mana keajaiban alam berpadu dengan keindahan yang memesona. Ketika musim panas tiba, ladang-ladang ini berubah menjadi lautan ungu yang berkilauan di bawah sinar matahari. Gelombang lavender yang membentang sejauh mata memandang menciptakan pemandangan yang tak tertandingi, mengundang siapa pun yang melihatnya untuk hanyut dalam pesona yang membawa kedamaian.
Di sini, waktu terasa terhenti. Di bawah langit biru yang cerah, ladang lavender menawarkan latar yang sempurna untuk momen-momen romantis. Jalan setapak yang berkelok di antara barisan tanaman, dengan bunga-bunga ungu yang bergoyang lembut di kedua sisi, mengarahkan langkah-langkah menuju impian. Saat matahari terbenam, langit berubah menjadi kanvas oranye dengan sapuan merah muda, menhadirkan suasana yang semakin memikat.
Di pinggir ladang, sebuah rumah kecil dengan tembok batu berdiri dengan anggun. Temboknya yang dihiasi tanaman rambat, dengan jendela-jendela kayu yang terbuka lebar memperlihatkan isi rumah yang sederhana namun hangat. Di depan rumah itu, seorang wanita tua sedang sibuk mengolah lavender menjadi minyak esensial, tradisi yang telah diwariskan dari generasi ke generasi. Senyumnya merekah melihat Anna yang berjalan mendekat, seperti melihat cermin masa mudanya sendiri.
"Hi Anna," sapa wanita tua itu dengan senyuman terindahnya.
"Hallo, Ibu Grace..." balas Anna sambil melambaikan tangannya.
"Senyummu indah sekali, kamu sedang jatuh cinta, Anna?"
Anna tidak menjawab pertanyaan itu, dia hanya menatap Ibu Gracce. Laki-laki yang telah membuat Anna jatuh cinta itu Joshua, dia bekerja di ladang, Joshua merawat kelopak-kelopak muda berwarna ungu itu dengan penuh kasih sayang, diberikannya pengetahuan yang luas agar Lavender yang berbaris indah itu dapat membuat dunia terkagum dengan keindahan dan pesonanya.
Anna pertama kali melihat Joshua saat dia tengah sibuk di ladang, dengan tangannya yang cekatan dan matanya yang penuh perhatian. Anna mengamati dengan takjub bagaimana Joshua dengan lembut namun tegas mengajarkan kelopak-kelopak lavender muda cara bertahan menghadapi perubahan iklim. Dia tidak hanya berbicara kepada tanaman-tanaman itu, tetapi juga memberi mereka perawatan dengan penuh kasih sayang.
Pada suatu pagi yang cerah, Anna mendekati Joshua yang sedang memeriksa batang-batang lavender yang tampak layu. Tanpa ragu, Anna bertanya, "Bagaimana kamu bisa tahu apa yang tanaman ini butuhkan?"
Joshua menoleh lalu tersenyum, senyum yang menghangatkan hati Anna. "Setiap tanaman punya caranya sendiri untuk bertahan," jawabnya. "Aku hanya membantu kelopak-kelopak muda ini menemukan kekuatan. Ulat beluncas sangat suka sekali memakan batang Lavender, tapi dengan perhatian dan perawatan yang tepat, lavender-lavender ini bisa bertahan dan tumbuh kembali menjadi lebih kuat."
Hari-hari berlalu, dan Anna semakin sering berada di ladang, membantu Joshua merawat lavender-lavender muda itu. Mereka bekerja bersama di bawah sinar matahari Provence yang hangat, berbagi cerita serta tawa di antara barisan bunga ungu yang harum. Joshua mengajarkan Anna banyak hal tentang alam, tentang bagaimana setiap tanaman punya caranya sendiri untuk beradaptasi dan bertahan.
Anna terpesona bukan hanya oleh pengetahuan Joshua, tetapi juga oleh caranya melihat dunia. Baginya, kehidupan adalah tentang keseimbangan, tentang memberi dan menerima, tentang merawat dengan penuh cinta. Dia mengajarkan Anna untuk melihat keindahan dalam setiap tantangan, untuk menemukan kekuatan dalam setiap kelembutan.
Sore itu, saat matahari mulai terbenam, Anna dan Joshua duduk di tepi ladang, menikmati pemandangan yang menakjubkan. Angin membawa aroma lavender yang menyegarkan, dan mereka berdua terdiam, menikmati momen yang menenangkan. Anna merasakan hatinya penuh dengan perasaan yang belum pernah dia rasakan sebelumnya meskipun ada gelisah menyelinap di hatinya.
***
ANNA merasakan kegelisahan yang tak bisa diabaikan. Matahari pagi baru saja mulai menyinari hamparan bunga ungu, namun ada awan kelabu yang menggantung di hatinya. Dia tahu bahwa waktunya bersama Joshua akan segera berakhir. Dengan langkah berat, Anna berjalan menuju tempat di mana Joshua biasanya bekerja, merawat lavender-lavender dengan penuh cinta.
Saat Anna mendekat, dia melihat Joshua sedang sibuk memeriksa batang-batang lavender yang tampak sehat dan kuat. Suara langkah kaki Anna menarik perhatian Joshua, dan dia menoleh dengan senyum hangat yang selalu membuat hati Anna berdebar. Namun, kali ini, ada kesedihan dalam mata Anna yang tidak bisa disembunyikan.
"Joshua," Anna memulai dengan suara yang nyaris berbisik, "aku harus pergi."
Joshua terdiam sejenak, memandangi Anna dengan tatapan penuh tanya. "Kenapa? Ada apa, Anna?"
Anna menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan perasaannya yang bergejolak hebat. "Aku... menerima panggilan pekerjaan di kota lain. Ini adalah kesempatan yang sudah lama aku tunggu, tapi... aku bingung, karena aku harus meninggalkan ladang ini. Meninggalkanmu."
Mata Joshua melembut. Dia meletakkan alat berkebunnya perlahan mendekati Anna, menggenggam tangannya dengan lembut. "Anna, aku ngerti. Hidup ini penuh dengan perubahan, dan kadang kita harus berhadapan dengan pilihan yang sulit. Ladang lavender ini akan selalu ada di sini, dan begitu juga kenangan kita."
Air mata mulai mengalir di pipi Anna. "Aku tidak ingin pergi, Joshua. Aku mencintaimu dan ladang ini. Tapi aku juga tidak mau kehilangan kesempatan ini."
Joshua menatap mata Anna lalu mengusap air mata Anna menggunakan jari-jarinya. "Anna, aku mencintaimu. Jika memang keputusan ini yang harus kamu ambil, aku akan terus mendukungmu. Jangan pernah meragukan perasaan kita hanya karena jarak. Lavender akan terus tumbuh di sini, sama seperti cinta kita yang akan terus hidup meski terpisah oleh jarak."
Mereka berdiri di sana, dalam keheningan yang penuh makna, merasakan kehangatan satu sama lain untuk terakhir kalinya sebelum perpisahan. Anna tahu bahwa keputusannya tidak mudah, tapi dukungan Joshua memberikan kekuatan yang dia butuhkan.
Beberapa hari kemudian, di pagi yang cerah, Anna berangkat meninggalkan Provence. Dia menoleh sekali lagi ke arah ladang lavender yang memukau, tempat di mana dia menemukan cinta dan kebahagiaan. Di sana, di antara hamparan bunga ungu, berdiri Joshua, melambaikan tangan dengan senyuman yang menguatkan.
Dengan air mata yang tertahan, Anna melangkah maju, membawa kenangan serta cinta Joshua di dalam hatinya. Dia tahu bahwa meski terpisah oleh jarak, cinta mereka akan tetap bertahan, seperti lavender yang terus mekar setiap musim, penuh keindahan dan keabadian.
***
"Ini untukmu, Joshua," kata tukang pos sambil menyerahkan surat tersebut.
Joshua menerima surat itu dengan tangan yang sedikit gemetar dia berjalan ke tempat yang tenang di tepi ladang, di mana dia dan Anna sering duduk bersama. Dengan hati-hati, dia membuka amplop dan mulai membaca surat dari Anna.
Joshua menarik napas dalam-dalam setelah membacanya, membiarkan wangi lavender memenuhi paru-parunya. Anna mungkin tidak akan kembali dalam pelukkannya, dia tahu bahwa cinta itu telah memberinya kekuatan juga inspirasi untuk terus maju. Dia tahu bahwa cinta sejati itu melepaskannya dan merelakannya untuk tumbuh, itulah yang akan dia lakukan untuk Anna.
Dear Semesta, Aku Rindu Senyumnya!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H