***
“Permisi pak, obat dan makan malam untuk pak Radit.” Suara wanita terdengar menggema dari balik tembok dingin yang hanya disinari lampu remang-remang serta jendela kecil berjeruji tanpa tirai yang melenyapkan semua rindu tentang Nayla.
“Kasian pak Radit, semenjak kalah nyaleg jadi begitu, jadi enggak waras.”
“Iya, karunya pisan euy. eh, denger-denger istrinya teh kabur sama lawan politiknya.”
"Udah kalah, eh... kena kasus penggelapan uang rakyat pula. Hahaha..." Suara wanita yang tertawa terkekeh-kekeh yang perlahan menjauh.
Ruangan ini dijaga ketat, oleh dua orang berseragam, lengkap dengan senjata, setiap hari aku selalu bertanya. “Apa salahku, aku hanya ingin membahagiakan Nayla.”
-Tamat-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H