***
KAMU masih melebur dalam sujudmu. Cahaya rembulan tersipu malu untuk menerangi ruangan tempatmu menyatu dengan bumi, getaran ketenangan terasa terhampar di udara. Sujudmu bukan sekadar gerakan ritual, tapi sebuah ungkapan perjumpaan dengan yang Maha Kuasa. Di tempat suci ini, antara bumi dan langit, kamu merasa begitu dekat dengan esensi kehidupan.
Saat bersujud, kamu merenungi perjalanan hidupmu sejauh ini. Ada cerita tentang kegembiraan dan kegagalan, tentang tawa dan tangis yang melukis jejak hidupmu. Kau ingat bagaimana dulu, di saat-saat sulit, sujudmu menjadi pelipur lara dan tempat berteduh dari badai kehidupan.
Dalam sujud, kamu menyampaikan rasa syukur yang begitu mendalam atas setiap nikmat yang diberikan. Mata air keimananmu mengalir deras, mengingatkanmu bahwa dalam setiap detik kehidupan ini, ada tanda-tanda kebesaran-Nya. Seakan-akan setiap hembusan nafasmu adalah karunia yang tak ternilai.
Namun, sujudmu juga menjadi panggilan untuk lebih mendekat. Kamu merasa sebuah keinginan kuat untuk meningkatkan hubunganmu dengan Sang Pencipta. Di setiap sujud, kamu memohon petunjuk, kekuatan untuk melewati cobaan, dan rahmat agar dapat menjadi lebih baik dari hari ke hari.
Pada malam ini, di tengah sujudmu, kamu menyampaikan cita-citamu yang tertinggi, mengukir janji untuk terus berusaha, belajar, dan berbuat baik. Ruang antara bumi dan langit terasa seperti jembatan yang menghubungkanmu dengan yang Maha Kuasa, tempat di mana doa-doa tulusmu terbang menuju takdir.
Ketika kamu bangkit dari sujud, kamu merasa ringan, seolah-olah beban di pundakmu telah terangkat. Langit malam yang tenang menjadi saksi bisu dari pertemuanmu dengan keagungan yang tak terjangkau oleh kata-kata. Kamu tahu, tak peduli sejauh apa perjalanan hidupmu, sujudmu akan selalu menjadi pelabuhan damai yang mengingatkanmu pada keberadaan yang lebih besar dari dirimu sendiri.
Dengan langkah tegap dan hati penuh keyakinan, kamu melangkah keluar dari ruangan itu, menyongsong pagi yang akan datang. Cerita hidupmu terus berlanjut, dan sujudmu adalah nafas yang memberimu kekuatan untuk mengarungi samudra kehidupan.
***
“Nayla, ajari aku untuk menyembah Tuhanmu,” teriakku ketika ia baru saja terduduk setelah berjam-jam mencium hamparan karpet berwana hijau lalu ia menoleh ke arahku, ia hanya menoleh, mulutnya komat-kamit, tapi ia juga menoleh ke arah yang berlawanan, sedang apa dia.
Kamu tersenyum di dalam balutan kain panjang yang menyelimuti tubuhmu, “Itu kah panggilan jiwamu?”