Aku tidak menyerah, kupacu sepedaku menuju apartemen untuk menemuinya secara langsung, segera kuketuk pintu apartemennya dengan keras, sampai dia akhirnya membukanya dengan wajah yang kesal.
“Mau apa lagi?” tanyanya dengan nada kesal.
“Aku mau kita balikan.” Aku memandangnya dengan tatapan penuh harap.
“Terima kasih,” Ia menutup pintu, segera kutahan pintu itu.
“Maaf… tolong maafkan aku,” kataku memohon,
“Lepas Hardi,” teriaknya, ia ingin aku melepas pintu yang aku tahan.
Aku menyesali semua perbuatanku, atas semua kesalahan yang telah kubuat. “Aku masih mencintaimu Hayati,” teriakku di balik pintu. Aku masih mencintainya, dan aku ingin kembali bersamanya.
Aku juga menjelaskan bahwa aku sudah berdamai dengan keluargaku, aku siap untuk mengenalkannya kepada mereka. Hayati mendengarkan kata-kataku dengan ekspresi bimbang.
“Aku masih marah dan sakit hati padamu,” teriaknya, ia melepas pintu itu, kemudian berjalan menjauhinya, ia membiarkan pintu itu terbuka. “Aku tidak yakin … aku tidak yakin aku bisa mempercayaimu lagi.” Perlahan-lahan matanya basah.
“Aku akan selalu ada untukmu Hayati, mulai hari ini, aku ingin memperbaiki semuanya,” bujukku, aku ingin Hayati mengerti perasaanku.
“Kemarin ayahku meneleponku, ia ingin aku segera menyelesaikan kuliahku dan kembali ke Padang.”