"Suka? Saya sangat suka! Ini kosan impian saya!" jawabku sambil berteriak.
"Bagus, saya sangat senang mendengarnya. Saya sudah lama mencari penyewa untuk kamar kos ini. Tapi tidak ada yang berminat. Mungkin karena harganya terlalu mahal." Pak Hartono berjalan menuju jendela yang besar, ia membukanya, udara senja yang berhembus melalui taman yang persis berada dibawah jendela kamar itu sangat sejuk, meskipun Jakarta kota yang penuh dengan polusi.
"Mahal? Berapa harganya?" tanyaku penasaran.
"Biaya sewanya 2 juta rupiah per bulan." Pak Hartono menatapku tajam.
Aku tidak percaya dengan apa yang baru saja aku dengar. Itu murah menurutku, bagaimana mungkin kamar sebagus ini hanya 2 juta per bulan, aku curiga namun aku butuh kamar ini.
"2 juta? Apakah ada biaya tambahan atau syarat khusus?" Pak Hartono kuhujani dengan pertanyaan beruntun.
"Tidak ..., tidak ada biaya tambahan atau syarat khusus. Harga itu sudah termasuk listrik, air, internet, dan keamanan. Saya hanya ingin apartemen ini tidak kosong dan terawat." Pak Hartono berusaha membuatku tidak kecewa dengan harga yang baru saja ia katakana.
Aku merasa ada yang aneh dengan penawaran itu. Tapi aku tidak mau melewatkan kesempatan emas ini.
"Saya mau! Saya mau menyewa kamar ini!" ujarku dengan penuh keyakinan.
"Baiklah, kalau begitu kita bisa langsung membuat perjanjian sewa-menyewanya sekarang. Saya sudah menyiapkan kontraknya, ada di bawah, di mobil saya ... Anda bisa tunggu di sini." Wajah pak Hartono terlihat sangat senang sekali.
Pak Hartono segera turun ke bawah, aku masih berkeliling di kamar itu, aku sangat senang sekali hari ini, aku lihat pak Hartono sudah berada di depan pintu ia mengeluarkan sebuah dokumen dari tasnya dan memberikannya kepadaku.