"Ya." Ia menoleh ke arahku.
"Aku ingin berhenti berpetualang." Kutatap matanya dalam-dalam.
"Kenapa... ini semua keinginanmu." Balasnya.
"Hei, Lihat bunga merah itu." Teriakku, Tiba-tiba, mataku tertuju pada bunga liar yang berwarna merah terang di tepi jalan setapak. Aku berlari ke arahnya, membungkuk mendekatinya, aku merasa terpesona oleh keindahannya, setidaknya aku terbius oleh keindahan bunga untuk saat ini. Aku merasa seperti menemukan harta karun di tengah hutan ini. Aku mengeluarkan kamera dari tas ranselku yang baru saja aku kemas setelah mengambil beberapa gambar matahari tadi dan mengambil beberapa foto bunga itu sebagai kenang-kenangan.
"Bunga apa ini?" Tanya Radit yang juga ikut berlari mendekati bunga itu.
"Entahlah, sepertinya Anggrek hutan, namun yang ini berwarna merah, sungguh indah sekali." Jawabku, sembari mengabadikannya dalam jepretanku.
Waktu berlalu begitu cepat, matahari sudah berada di posisi tengah langit. Aku perutku sudah mulai keroncongan, jadi aku makan bekal yang kubawa sambil duduk di bawah pohon rindang. Aku merasa begitu bersyukur bisa merasakan momen seperti ini, bersatu dengan alam dan menjauh sejenak dari hiruk-pikuk kota.
Setelah makan siang, aku melanjutkan perjalananku. Aku mencapai puncak bukit kecil yang menawarkan pemandangan spektakuler. Aku duduk di sana, memandangi lembah yang hijau dan pepohonan yang bergoyang-goyang oleh angin sepoi-sepoi. Aku merenung tentang hidup, tujuan, dan mimpi-mimpi yang ingin kucapai.
"Radit, apakah kamu pernah berfikir untuk berhenti bertualang?" Tanyaku ketika kami sedang beristirahat di atas bukit.
"Kamu bercanda kan Nala?"
"Radit, aku ingin berhenti."