Mohon tunggu...
Iqbal Fitrotirrahman
Iqbal Fitrotirrahman Mohon Tunggu... Lainnya - Juara 2 badminton tunggal putra

Hobi : Bermain badminton

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kehidupan Beragama dalam Masyarakat Pancasila

3 Desember 2024   18:52 Diperbarui: 3 Desember 2024   18:57 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

       Pancasila lahir dalam semangat melawan penjajahan, dengan tujuan untuk menyatukan bangsa Indonesia. Persatuan dan persaudaraan antar komponen bangsa menjadi hal yang penting agar setiap visi yang diperjuangkan, baik sebelum maupun setelah kemerdekaan, bisa berjalan lancar tanpa hambatan. Kesepakatan dan kesepahaman tentang pandangan bernegara jadi hal utama. Sila pertama dalam Pancasila, "Ketuhanan Yang Maha Esa," jadi kunci untuk mempererat persatuan dan persaudaraan, karena sejarah Indonesia memang penuh dengan penghormatan terhadap nilai-nilai ketuhanan. Itu semua jadi pertimbangan utama dalam membangun persatuan untuk memperkuat bangsa, baik dari segi emosional maupun kuantitasnya.

        b.  Agama dengan pancasila tidak dapat di pertentangkan

        Falsafah negara itu bisa dibilang sebagai dasar filosofi yang menjadi pedoman dalam kehidupan bernegara. Ini mencerminkan keinginan, watak, karakter, ciri khas, dan keistimewaan suatu negara, yang tentunya dirumuskan sesuai dengan karakter bangsa yang mendirikannya. Karena falsafah negara ini mencerminkan watak dan harapan dari bangsa, semua aspek kehidupan di negara tersebut harus sejalan dengan falsafah yang sudah ditetapkan (Huda, 2016). Nah, Indonesia sendiri memilih Pancasila sebagai falsafah negara. Artinya, segala tindakan pemerintah dan masyarakat dalam mencapai tujuan negara harus sesuai dengan prinsip-prinsip yang terkandung dalam Pancasila, yang tentunya mencerminkan aspirasi keindonesiaan (Fadjar, 2016). Selain itu, Pancasila juga punya kedudukan sebagai Dasar Negara, yang merupakan prinsip utama dalam mendirikan negara dan juga dasar hukum serta landasan dalam penyelenggaraan negara.

         Sebagai Dasar Negara, Pancasila punya sifat yang memaksa, alias imperatif. Artinya, setiap warga negara harus taat pada Pancasila (Syafi' AS, 2016). Namun, kata "wajib" di sini nggak selalu berhubungan langsung dengan hukum, jadi nggak serta-merta ada sanksi jika ada yang melanggarnya, kecuali sudah diatur dalam undang-undang atau peraturan yang berlaku. Maksud dari hal ini adalah untuk menegaskan betapa pentingnya menjalankan prinsip-prinsip yang ada dalam Pancasila dalam setiap aspek kehidupan bernegara. Khususnya dalam hal hukum, Pancasila lebih tepat diposisikan sebagai indikator untuk menilai apakah sebuah peraturan perundang-undangan sesuai atau tidak dengan nilai-nilai dasar negara.

           Mengaitkan agama dengan Pancasila, seperti yang dijelaskan dalam Undang-Undang Dasar, bukanlah langkah yang rasional. Kenapa? Karena agama sendiri sudah menjadi bagian dari dasar negara yang menjadi sumber utama dalam segala tindakan bernegara, yang tercermin dalam Sila Pertama Pancasila. Dalam konteks hukum nasional, Sila Pertama yang mencerminkan nilai Ketuhanan mengamanatkan agar produk hukum nasional tidak boleh bertentangan atau bahkan menentang agama (Mochtar Kusumaatmadja dan Arief Sidharta, 2000). Jadi, agama itu menjadi ukuran mutlak untuk menilai apakah sebuah produk hukum nasional sesuai dengan Pancasila sebagai Dasar Negara atau tidak

K.  Kedudukan norma agama dalam suatu tata masyarakat pancasila

       Ketuhanan itu berasal dari kata Tuhan, yaitu Allah, yang merupakan Pencipta segala yang ada di dunia ini, termasuk semua makhluk. Keyakinan akan adanya Tuhan Yang Maha Esa bukanlah sekadar dogma atau kepercayaan yang tak bisa dibuktikan secara logis, melainkan sebuah keyakinan yang bersumber dari pengetahuan yang dapat diuji dengan akal sehat dan logika. Karena itulah, negara Indonesia berlandaskan pada Ketuhanan Yang Maha Esa dan memberikan jaminan kebebasan bagi setiap orang untuk memeluk agama sesuai keyakinan mereka dan beribadah sesuai ajaran agama atau kepercayaan masing-masing. Sila pertama ini tidak berarti negara Indonesia mengikuti satu pandangan agama tertentu, bahkan menolak sistem teokrasi. Namun, sila ini juga menegaskan bahwa negara tidak boleh acuh tak acuh terhadap agama dan kehidupan keagamaan warga negaranya. 

        Norma agama adalah aturan yang mengatur bagaimana manusia berinteraksi dengan sesama, yang bersumber dari ajaran agama masing-masing. Di Indonesia, tidak boleh ada pertentangan soal Ketuhanan Yang Maha Esa, dan tidak boleh ada tindakan atau sikap yang anti terhadap Tuhan atau agama. Negara ini juga menolak adanya paksaan dalam hal agama. Dengan kata lain, tidak ada tempat bagi paham yang menolak adanya Tuhan (seperti ateisme), dan yang ada adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, dengan toleransi untuk setiap orang bebas memeluk agama dan beribadah sesuai keyakinannya.

        Ketuhanan Yang Maha Esa harus diterima secara mutlak, karena itu adalah dasar dan inti dari Pancasila itu sendiri. Pancasila tidak bisa diterima oleh paham komunis yang menolak Tuhan, karena ada perbedaan mendasar dan kontradiksi yang tak bisa diselesaikan antara Pancasila dengan paham komunis yang anti-Tuhan. Oleh karena itu, tidak ada ruang untuk kompromi dalam hal ini. Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai dasar negara berarti bahwa negara harus diatur oleh hukum dan perundang-undangan yang selalu mengingat dan menghidupi ajaran Tuhan, serta menyadari tanggung jawab kepada-Nya. Pembangunan negara untuk kesejahteraan rakyat juga harus dilihat sebagai bagian dari pelaksanaan kehendak Tuhan, dan oleh karena itu, harus dipertanggungjawabkan kepada-Nya.

          Dari semua pandangan di atas, dapat disimpulkan bahwa Pancasila merupakan cara dan wadah untuk mengamalkan norma-norma agama, termasuk ajaran Islam, dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Kedua hal ini tidak saling bertentangan, melainkan saling mendukung.

KESIMPULAN

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun