Mohon tunggu...
Ipon Semesta
Ipon Semesta Mohon Tunggu... Seniman - Seniman

Seniman. Melukis dan Menulis. Mantan Jurnalis

Selanjutnya

Tutup

Seni

Tiga Warna Seni Rupa Indonesia - Seniman Itu Seksi

7 September 2024   16:30 Diperbarui: 7 September 2024   18:58 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto dan Artikel dari katalog Pameran Tiga Warna Seni Rupa Indonesia di Galeri Pasar Seni Taman Impian Jaya Ancol Jakarta thn 1985 dariInput sumber ga

Dari kebiasaan yang tampak tersebut, pelukis kelahiran Solo ini terus melangkah. Tetap realis, dan naturalistik. Nilai manis olah estetik Basoeki Abdullah bisa ditatap pada ciptaan-ciptaannya yang bertahun antara 1957 sampai 1965. Kedetailan atas obyek, serta permainan latar belakang dengan cahaya surgawi, adalah penggabungan keterampilan tangan dan imajinasinya yang tinggi. Lihat misalnya lukisan Ratna Sari Dewi, atau yang mencuplik mitologi semisal "Perkelahian Gatotkaca dan Antasena", dan beberapa yang lain. Sejumlah hasil kerja yang lahir dari bakatnya yang luar biasa, serta dari ketekunannya menggali ilmu di Akademi Kerajaan untuk seni rupa di Den Haag, ketika ia mendaki usia 20 tahun.

Akhir tahun 70 an sampai sekarang, Basoeki Abdullah banyak bermain impresi dalam sebagian karyanya, dengan sapuan-sapuan spontan. Jenis karya ini, menunjukkan bahwa ia tetap memiliki kecepatan dan ketepatan, ketika ia harus melukis potret misalnya. Hingga persis bila kerabat Kesultanan Brunei menyebut Basoeki Abdullah sebagai Mr. Twenty Minates. Pelukis yang juga pernah menempuh pendidikan di Paris dan Roma ini, memang hanya membutuhkan waktu 20 menit untuk menggarap obyek dalam bentuk sket jadi

Basoeki Abdullah, cucu tokoh pergerakan Dr. Wahidin Sudirohusodo, acapkali disebut para ahli sebagai pelukis realis romantik. Segala yang dilukiskan, memang dilebihkan. Dan kenyataannya, dari "kelebihannya itu. Basoeki lantas menjadi "lebih dari pelukis-pelukis lain.***

AFFANDI

Antara vitalitas karya dan oncenya.

Siapakah yang tak mengenal nama Affandi? Mungkin banyak. Tetapi peminat seni rupa manakah yang tak tahu gaya dan sepak terjang pelukis Indonesia tersohor ini. Barangkali tak ada. Sebab, Affandi, tercatat sebagai pembaharu seni lukis Indonesia yang paling unik. Unik, bukan hanya dari perwujudan karyanya yang rapat garis dan warna-warna menggebu itu. Atau dari gaya pelukisannya yang ekspresionistik dan menampak coreng-moreng itu. Tetapi juga dari pernyataan-pernyataannya, yang umumnya amat merendah, meski terkadang terdengar kontroversial

Pernyataan mengenai dunia kesenimanan, misalnya. Ketika pada suatu kali ia disunggi oleh segala puji-puji, ia segera menetralisasi dengan jawaban "Jangan sebut saya seniman, saya hanya manusia biasa. Pernyataan yang aneh, dan sekaligus konotatif. Apakah seniman itu bukan manusia biasa. Ataukah memang, yang namanya seniman itu begitu tinggi, luhur, agung, melebihi manusia biasa?

Banyak orang menganggap Affandi kala itu salah mengucapkan pikirannya. Tapi banyak orang pula yang mengatakan bahwa itu adalah bahasa "kecongkakan Affandi, yang sebenarnya punya kepandaian berkilah, dan berpikir jernih la taktis dalam kesederhanaan kata-katanya, la sama sekali bukan "orang bodoh" seperti yang sering diakukannya sendiri.

Affandi yang rendah hati, adalah Affandi yang jenial. Affandi lahir di Cirebon tahun 1907. Tanggal dan bulan berapa, ia sendiri tak tahu. Tetapi bahwa ia adalah anak ketiga dari 7 bersaudara keluarga Kusuma, ia ingat benar.

Melukis sejak kanak-kanak, perjalanan karir Affandi berjalan mencapai puncaknya dengan tak banyak belokan. Tetapi yang dihasilkan adalah suatu karya cipta yang gemuruh. Yang mencerminkan ledakan vitalitas yang belum ada duanya di Indonesia. Bahkan menyinggung gaya ciptanya yang sungguh energik itu, tak nampak dalam ensiklopedi seni rupa mana pun di bumi ini. Kecuali hanya pengaruh jiwa, atau ruh, yang dekat dengan Vincent van Gogh atau Oscar Kokoscha

Pada mulanya Affandi melukis realis, sebagaimana pelukis-pelukis lain mengawali dunianya. Tetapi yang dihasilkan Affandi agaknya berbeda dengan banyak orang. Karya realisme Alfandi yang tak banyak itu, justru menjadi semacam monumen besar yang menggamit kepercayaan pengamat, bahwa ia memang pelukis yang bukan main. Simak misalnya lukisan "Ibu yang dibikinnya tahun 1940, yang kini jadi koleksi Direktorat Kesenian itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun