Misalnya saja, ia pernah melukis seorang gelandangan yang mencari puntung dengan mengendarai sepeda Sementara tangan kanan
gelandangan itu gesit memainkan jepit puntung, tangan kirinya crat memegang payung pengayoman. Sementara itu pula, lihatlah, kepalanya santai menyunggi botol. Di atas botol terdapat talam. Di atas talam nampak wanita gemerlap sedang berpesta pora Sepeda gelandangan itu, lalu nampak berjalan gontai.
Akrobat sosial Ya. Dan di dalam lukisan itu tertulis puisi atau tulisan "Ah, indahnya negeriku. Langitnya cerah, lautnya biru. Carilah puisi sambil merokok. Orang bisa menikmatinya di botolku. Siapa yang
Dosa Hawa aku' Senyap dalam segala cuaca" Karya-karya Sudjojono umumnya enak dilihat. Ini bukan hanya karena isi lukisannya yang sarat kritik dan humor itu. Tapi juga karena jelmaan Ichniknya yang cukup tinggi, kasar dan terarah. Dengan sapuan-sapuan kuasnya yang liar.
Gerak batin Sudjojono tahun 1980 an adalah refleksi jiwanya yang progresif, yang muncul 50 tahun lalu.
Tahun 1937, ia mendirikan Persagi (Persatuan Ahli Gambar Indonesia) di Jakarta. Sebuah organisasi seniman gambar yang punya tujuan membentuk citra seni rupa nasionalistik, dengan keterlibatan total kepada perjuangan bangsa. Dalam organisasi penting ini ia duduk sebagai juru bicara dan sekretarisnya. Sementara Agus Djaya sebagai ketuanya.
Kenapa sebagai juru bicara, sejarah dengan mudah maklum la memang fasih menggerakkan lidah dan penanya. Otaknya lincah. Pikirannya pandai berkelit. Dan pengetahuannya banyak. Ucapan-ucapannya, lewat pilihan katanya yang unik dan mantap sangat sugestif dan mudah mempengaruhi orang. Sebuah brosurnya yang sangat terkenal berjudul, "Kami tahu, Kemana Seni Lukis Indonesia Hendak Kami Bawa"
Tak banyak memang manusia yang selain menyimpan keterampilan melukis, juga mencekal kepandaian menulis serta berbicara seperti Sudjojono ini. Dengan gaya tulis dan bicara yang gegap gempita.
Sudjojono, yang mulai belajar melukis pada Chioyi Yasaki, memiliki banyak karya monumental. Di antaranya ialah "Seko" lukisan perjuangannya. Juga lukisan raksasanya (3 kali 10 meter), "Pertempuran Sultan Agung melawan Jan Pieterszoon Coen Lukisan ini pesanan Gubernur Ali Sadikin, untuk kota Jakarta.
Kegemaran Sudjojono untuk terus melukis, dan menggemari melukis, nampaknya perlu diteliti. Mengapa?
"Ya, pertama karena saya senang, sehingga pekerjaan itu tak menjadi beban. Kedua karena saya bisa. Dan hanya itu kebiasaan saya, hingga saya merasa mesti menolak pekerjaan lain. Ketiga karena pekerjaan melukis saya anggap gampang Gampang dalam arti, saya tahu betul seluk beluknya, hingga semua bisa berjalan lempeng