Mohon tunggu...
ioanes rakhmat
ioanes rakhmat Mohon Tunggu... Ilmuwan - Science and culture observer

Seorang peneliti lintasilmu, terus berlayar, tak pernah tiba di tujuan, pelabuhan selalu samar terlihat, the ever-expanding sky is the limit.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Bahasa Keagamaan dan Bahasa Keilmuan, Apa Bedanya?

2 Januari 2021   17:02 Diperbarui: 4 Januari 2021   17:05 511
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Credit @ Kan Srijira/saatchiart.com

Sesuatu dinyatakan, tetapi tidak berisi harapan, cita-cita, kedambaan, keinginan, kepercayaan atau impian. Apa yang diungkap dalam suatu kalimat bermodus indikatif bisa dibuktikan benar atau salah, ada atau tidak ada. Tidak berisi pengharapan atau keinginan atau angan-angan atau cita-cita.

Misalnya, kalimat "Hari ini sampai minggu depan Matahari lupa terbit." Lepas dari benar atau tidaknya pernyataan ini, konyol atau serius, kalimatnya bermodus indikatif, kalimat pernyataan tentang sesuatu. Bisa dibuktikan benar atau salah, tetapi tidak berisi pengharapan. Tidak dipakai kata-kata "Semoga", "Diharapkan", "Bisa jadi", "Barangkali", "Berharaplah", "Sekiranya boleh", "Dipercaya", "Diyakini", "Supaya", dlsb.

Nah, sudah jelas ya beda kalimat modus subjungtif  dari kalimat modus indikatif.

Dalam dunia sains, yang umum dipakai adalah kalimat indikatif, kalimat pernyataan yang kebenaran atau kesalahannya harus dibuktikan atau diperlihatkan, lewat berbagai metode ilmiah pengujian berlapis.

Kita katakan, pernyataan apapun dalam dunia sains harus dapat diverifikasi (kebenarannya berhasil diuji dan diperlihatkan) atau difalsifikasi (kesalahannya berhasil ditunjukkan). Dalam filsafat sains, ini dinamakan prinsip verifikasionisme.

Tentu, dalam dunia sains ada hal-hal yang baru sebatas diteorikan, persisnya dihipotesiskan. Suatu hipotesis adalah suatu pernyataan indikatif yang kebenaran atau kesalahannya menunggu dibuktikan atau diperlihatkan. Jadi, hipotesis juga masuk dalam kalimat modus indikatif. Tidak ada hipotesis yang disusun dalam kalimat modus subjungtif.

Tentu kepercayaan tentang sesuatu hal pasti ada dalam diri ilmuwan manapun ketika mereka sedang bergelut dalam dunia sains--- tetapi ini bukan kepercayaan keagamaan, melainkan sebagai bagian ranah kognitif mereka yang harus dirumuskan dengan cermat sebagai sebuah hipotesis.

Postulat atau dalil dalam dunia sains memang diterima benar begitu saja, tidak memerlukan pembuktian. Tetapi postulat dalam dunia keilmuan bukan suatu kepercayaan keagamaan, tidak bermodus subjungtif, melainkan bermodus indikatif.

Postulat bukan hanya diterima benar, tetapi juga dapat dideskripsikan lewat gambar-gambar dengan beranekaragam tanda, simbol, angka, huruf, dan berbagai karakter lain. Anda dapat menunjukkan pada layar datar monitor komputer anda atau menggambarkannya pada suatu papan tulis misalnya dalil bahwa garis lurus adalah jarak terpendek antara dua titik.

Jadi, tidak ada ilmu pengetahuan atau teori ilmu pengetahuan atau dalil atau postulat keilmuan yang bersifat mudah-mudahan, atau sebagai angan-angan, atau sebagai doa pengharapan atau suatu penantian atau suatu impian.

Perlu diingat terus: Kalimat dalam dunia ilmu pengetahuan adalah kalimat modus indikatif. Tidak pernah bermodus subjungtif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun