Mohon tunggu...
ioanes rakhmat
ioanes rakhmat Mohon Tunggu... Penulis - Science and culture observer

Our thoughts are fallible. We therefore should go on thinking from various perspectives. We will never arrive at final definitive truths. All truths are alive, and therefore give life, strength and joy for all.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kekuasaan, Empati, dan Belarasa

22 Februari 2018   16:28 Diperbarui: 20 Maret 2018   16:23 1842
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: peoplestrategy.com

Jika sebagai seorang pemimpin yang memiliki kekuasaan yang besar, anda juga memiliki dan mempraktekkan empati dan belarasa, maka masyarakat anda dan dunia ini, tentu juga perusahaan anda, bangsa dan negara anda, akan makin sehat, sejahtera, berbahagia, kuat dan kohesif, dan siap untuk berkembang dan maju makin jauh ke depan.

Jika itu yang menjadi visi anda, maka sebagai seorang pemimpin, anda akan berusaha semaksimal mungkin untuk menjadi seorang penguasa atau seorang pemimpin yang baik, yang cerdas, yang bercahaya di tengah para begundal yang berperilaku buruk, durjana, gelap, dan tidak pantas. 

Jika kehidupan anda berisi penuh belarasa, pastilah tidak berlaku bagi anda apa yang ditulis Machiavelli dalam The Prince bahwa "siapapun yang mencoba menjadi orang yang selalu baik setiap saat, niscaya akan menjadi reruntuhan di tengah-tengah sejumlah besar orang yang buruk. Karena itu, seorang pangeran yang ingin tetap berkuasa haruslah belajar tentang bagaimana caranya untuk tidak menjadi orang baik, lalu memakai pengetahuan itu, atau, jika diperlukan, tidak menggunakannya."

Empati dan belarasa yang otentik tidak dapat direkayasa. Jika ada orang yang jahat dan tamak kekuasaan dan uang berpura-pura memiliki empati dan belarasa demi kepentingan politik mereka, kepura-puraan mereka ini tidak akan bertahan lama karena memang sangat menyiksa batin dan pikiran mereka sendiri.

Sekarang ini dan seterusnya, negeri Indonesia memerlukan pemimpin-pemimpin puncak yang bukan saja harus cerdas akal, tapi juga harus cerdas sosial, yakni memiliki empati dan belarasa yang otentik, bukan yang bermental Machiavellian.

22 Februari 2018

ioanes rakhmat

☆ Update mutakhir 20 Maret 2018

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun