Mohon tunggu...
I Nyoman  Tika
I Nyoman Tika Mohon Tunggu... Dosen - Dosen
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

menulis sebagai pelayanan. Jurusan Kimia Undiksha, www.biokimiaedu.com, email: nyomanntika@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sepetak Tanah dihuni Bersama dengan Wong samar

3 Juli 2024   20:36 Diperbarui: 4 Juli 2024   23:46 378
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sore itu, orang tua ringkih berbelanja, dan ngobrol dengan saya, dia berkisah dulu ketika tempat dimana kami tinggal masih berupa sawah, sepi dan tak ada nyala lampu, hanya sinar rembulan atau bintang gemintang di langit, saya ' mengatur air subak itu disini, sendiri. 

Saya biasa melakukan itu, saya tanya, apakah tidak takut?  Tidaklah,  paling ketakutan saya adalah adanya ular maupun hewan melata lainnya,  di tempat ini, jawabnya ringan, sambil mengisap rokok kesukaannya. 

Namun, katanya menambahkan, bagi mereka yang memiliki   kepekaan tinggi, akan dapat sinyal , sinyal-sinyal itu  bisa dalam bentuk bisa  bulu kuduk berdiri, atau mendengar suara , nyanyian, dan ketawa, atau ada tangisan. Di sekitar tempat ini, katanya tersenyum. Kata banyak orang tanah ini   angker, pak  ya?  tanya saya, ya jawabnya singkat.

Dia bercerita panjang lebar.  Tanah ini awalnya sawah, pemiliknya, adalah seorang ibu, yang telah lama menjanda, dia tua ringkih, anak-anak berminat membaginya, kesepakatan sawah satu hektar itu dikavling- kavling. bagian anak-anaknya kemudian dijual, serta  banyak orang yang membelinya.  

Kavlingan  tempat duduk kita ini,   sebuah pohon bekul,  tumbuh subur  menjulang  tinggi, gagah dengan  buah , serta duri yang tajam, sehingga tak banyak orang berminat  untuk memetiknya.

Tempat pohon bekul itu tumbuh pun laku terjual, dibeli orang  dari desa lain. Tempat  di depan dan  strategis.  Bagi pemilik baru  tanah itu mau dibangunin rumah, kos-kosan, karena dekat dengan kampus, pasti laku begitulah pikiran si empunya.

Karena untuk dibangun, pohon bekul itu pun mengalami nasib naas, harus ditebang, begitu keputusan. Entah apa yang terjadi

Tukang tebang pohon yang sudah siap membawa  gergaji kayu (sensor)  namun ketika  berada  di bawah pohon itu, ia tak berani menebangnya, tidak hanya sekali, sudah beberapa kali.  

Tak salah memang, kalau banyak orang berpikir bahwa pohon bekul itu seolah-olah tidak mau pergi, dia tetap bertahan. Para tukang sensor itu  kadang   melihat   ada ular, atau hal-hal aneh lainnya yang kerap membangunkan  bulu kuduknya, merinding. Suara tangisan dan masakan enak berdesir menusuk hidung, padahal tak ada yang memasak di tempat itu.

Kisah horor pun berhamburan,  menghiasi ruang publik. Menjadi santapan ibu-ibu dan bapak-bapak, obrolan warung kopi.

Si pemilik tanah itu, mendatangkan  balian,  orang pintar, sakti begitulah dianggap oleh penduduk di sekitarnya. Dia berdiri di hadapan pohon bekul itu dengan dupa menyala, dia  berbisik, mengucapkan sesuatu, beberapa menit, lalu berkata  silahkan tebang pohon bekul ini, karena sudah diizinkan oleh sang balian akhirnya sensor sang eksekutor  itu menyalak, namun seakan pohon itu melawan.

 Dia tak mau tumbang ke arah yang dikehendaki, entah kekuatan dari mana asalnya  pohon bekul itu tumbang menimpa rumah orang yang baru selesai, disisi baratnya,  Brakkk........brakkk byur, begitulah terdengar,  pohon itu menimpa rumah disebelahnya yang baru di bangun. Rumah yang tertimpa mengalami kerusakan parah., hampir roboh

 

Semua petugas yang memotong beserta balian sakti itu melongo. Tak menduga pohon bekul yang tinggi itu sudah ada tali penariknya, namun tetap saja mengarah kepada rumah itu.

Sang pemilik rumah pun berteriak  dan tidak mau terima, minta ganti rugi,  semua panik, balian juga panik, dan petugas penebang kayu itu juga bingung, harus bagaimana?

Gak ada solusi, akhirnya dilaporkan ke kepala desa menengahi teriakan itu, gugatan-demi gugatan terjadi, kepala desa pun mengajak berdamai, ini benar kecelakaan tak ada maksud lain. Si pemilik rumah ngotot, agar diganti.

Sang pemilik rumah berkata, " uang saya sudah habis untuk membangun lagi. Ada apa gerangan kok nasib sial membuat saya begini? Keluhnya.

*****

Tanah yang ditempati bekul itu,  kejadian sebelumnya pun diselesaikan dengan win-win solution.  namun mendengar dan menyaksikan berbagai fenomena menarik yang berbau misteri.Si pemilik tanah itu  mengurungkan niatnya membangun disana, Dia lalu  hendak menjualnya tanah itu.  Para makelar tanah bekerja, karena tempatnya strategis, banyak orang berminat,  calon pembeli  yang tertarik belum pernah mendengar kisah misteri itu.

Pak Gede  seorang pembeli, datang dia  tertarik, banyak orang yang memberi tahu tentang misteri dan kejadian aneh tentang tempat itu, dia tidak bergeming.

Manusia adalah makhluk ciptaan tertinggi di dunia, saya tak percaya takhayul. Semua bisa diselesaikan dengan doa dan pikiran jernih, Maklum  Pak gede ini sudah bekerja lama di luar negeri , pernah mampir di Hollywood , pernah ke Eropa, dan ke afrika, lengkap sudah,  Misteri adalah rekayasa manusia,  kilahnya.

Kita hidup pada zaman abad 21, harus terbuka, dan jangan bertengger  di wilayah yang sulit diterima rasio. Bangkitlah teman katanya pada kerumunan orang yang dating memberi tahu tentang tempat itu.

Pak Gede, berpijak karena dia telah mempelajari tulisan jalaludin Rumi nampaknya, "Berpikir mengeluarkan asap untuk membuktikan keberadaan api, haruslah yang rasional. Maka seorang mistik duduk di dalam pembakaran. Ada berbagai bentuk indah dalam asap yang meningkat yang suka ditonton imajinasi. Tapi itu kesalahan meninggalkan api untuk pemandangan filmya. Tetap di sini di inti nyala api." Katanya berpuitis.

Tanah itupun berpindah hak milik, dan anehnya pak Gede malah membelinya dengan harga yang lebih mahal, dari penawar lain.

Pak Gede berprinsip, dimana tanah , yang diyakini sebagai Ibu Pertiwi, tak akan pernah menyengsarakan penghuninya, lalu dia mencium sujud di tanah yang dia beli itu. Tangannya dibuka dan telunjuknya menyentuh tanah,  lalu dia goreskan di jidatnya   tiga  garis lurus dan titik dibuat diantara ketiga garis itu, dan ditarik ke belakang lewat ubun-ubunnya. 

Setelah usai di berdoa, seseorang datang, berkata,  tanah ini memang hangat, ada vibrasi lain, anda harus sabar dan terus rajin berdoa. Terima kasih kata Pak Gede, lalu berkata,  saya ingin bersahabat dengan dimensi lain yang ada di atas tanah itu.Tiga garis itu dengan titiknya adalah pemujaan saya dengan kecerdasan semesta, yang kosong namun berisi, alam memang penuh misteri. 

Pak Gede berkata dengan tenang, sejatinya kita sedang berjalan dalam hidup ini sebagai sosok yang penuh misteri. sebab saya yakin, bahwa seorang mistikus adalah seseorang yang menginginkan, terus mencari, kontak langsung dengan Tuhan; kontak tidak dimediasi melalui emosi atau kecerdasan, tetapi penyatuan penuh semangat dan kemauan, percaya bahwa ini tidak hanya mungkin tetapi adalah seluruh titik kehidupan di dunia ini.

****

Sepetak tanah itu,   dibersihkan dari ilalang dan tanaman  perdu , lalu  tumbuhlah  sebatang  pohon pepaya  yang  sangat subur.  Oh ini pepaya,   biarkan pohon pepaya ini tumbuh, kata Pak Gede, kalau dia tumbuh menjadi gedang renteng, ya kita tebas saja, itu pertanda buruk, artinya   tanah ini memang perlu dibersihkan dan diruwat. 

 Karena pak Gede meyakini gedang renteng tempat bersandarnya atau  berteduhnya para leak, baik dalam wujud rangda  maupun  dalam wujud  celuluk  dengan taring panjangnya bersenderan di pohon pepaya itu.

Gedang renteng menjadi incaran,  apa lagi hari pas kajeng Kliwon, atau puncaknya tepat  malam jumat kajeng,  kliwon puncaknya. Diyakini tempat seperti itu para leak berkumpul mendiskusikan perkembangan komunitasnya.  Pada hari itulah diyakini para leak  melakukan  berkumpul semacam arisan,  atau keputusan naik pangkat, dengan membayar cicilan (utpeti) dalam bentuk dapat menyakiti dan membunuh orang), merancang strategi , siapa  taget ke depan yang menjadi sasarannya.

Pak Gede bersyukur, bahwa gedang yang tumbuh subur dan  cepat  meninggi berbuah yang sangat lebat sekali. Jenis nya berbeda dengan gedang renteng, yakni Pepaya merah delima.  Buah pepaya ini pun  ranum , dan dipetik oleh pak Gede, kemudian dibagikan kepada tetangga sebelahnya, dan ternyata sangat manis, entah dari mana bibitnya. Manis dan menyegarkan

Pak Gede senang, dia menjelaskan bibit pepaya ini mahal, dan banyak tetangga yang memesan kalau-kalau buah itu sudah ranum mau minta lagi atau membelinya.

Buah pepaya merah delima memiliki rasa sangat manis, legit, dan tidak beraroma, sehingga sebagian masyarakat di Buleleng  menyebutnya pepaya madu, sama seperti teman di sumatra Barat  Pepaya merah delima mempunyai ukuran buah sedang, rongga buah berbentuk bintang bersudut lima, warna daging buah merah, dan tekstur daging buahnya kenyal.

Karena pohon pepaya ini terus berbuah lebat, maka pembangunan rumah tinggal jadi tertunda kasihan menebangnya, biarkanlah dia mengabdi kepada manusia selama hidupnya. Pohon pepaya ini menjadi inspirasi baik untuk mengembangkan menjadi tanaman produksi agribisnis.

Inspirasinya muncul bisa menanam tanah-tanah kosong  untuk ditanami buah pepaya. Daripada tanah sawah di kavling dijual , lalu ditinggalkan pemiliknya, tanpa diolah ini sungguh menyedihkan, kata pak gede, sebenarnya bisa dimanfaatkan untuk menanaminya dengan pepaya. Memang menarik gagasan untuk membentuk kelompok pecinta tanah terbengkalai, sebagai bentuk revitalisasi lahan agar produktif

Kebijakan nya bisa diarahkan untuk tidak menggunakan tanah sebagai investasi, sebab lahan subur untuk diubah menjadi tanah terbengkalai, merugikan dalam skla nasional. Penenaman pepaya memiliki potensi ekonomi tinggi di Bali, karena  kebutuhan pepaya memang tinggi, hotel mewah di Bali, pepaya menjadi salah satu buah pencuci mulut, selain nanas dan melon.

Pepaya merah delima ini membuat tanah tertunda pembangunannya.Perdebatan sengit dalam diri Pak gede antara membangun rumah hunian atau membiarkan  pepaya itu terus berbuah, dan menikmati hasilnya.  Perdebatan dalam diri ini akhirnya diputuskan dengan berat hati memilih salah satu diantaranya.Yakni membangun tempat hunian, artinya pepaya harus ditebang. 

 Suatu pagi  Pak gede datang, dia mendekati pepaya itu, lalu berkata, anda telah berbuah banyak, untuk kami nikmati, persahabatan kami dengan anda tak bisa dilepaskan, anda telah berbuat baik menghasilkan buah yang manis, dan banyak, sehingga beberapa orang dapat menikmati kemanisan buah yang anda hasilkan. Sehingga kehidupan kedepan setelah ini kita selalu bersama, untuk menjaga kehidupan. 

Anda berbuahlah lagi sekali yang lebat, untuk kami bagikan biji anda, sehingga anda  ada generasi yang meneruskan misi anda, kemudian izinkan kami untuk membangun di tempat ini, silahkan anda berbiak lewat biji unggul yang anda hasilkan,  kami akan teruskan kepada orang lain untuk meneruskan kehidupan generasi di Bumi yang indah ini. Pak Gede berinteraksi berbicara dengan pohon pepaya itu, walaupun tidak ada jawaban, namun seakan ajaib pepaya itu berbunga lebat  dan besar-besar setelah itu.  Pak gede tersenyum, dia tidak banyak bicara, namun ditunjukkan dengan perbuatan, dia menghasilkan banyak buah.

Setelah beberapa waktu kemudian buah itupun dipetik, dan dibagikan, ke tetangga, semua gembira. Namun malam itu hujan lebat dan angin ribut melanda Kota Singaraja, Hujan  sudah umum berlangsung  3 hari, lalu reda,  ternyata hujan dan angin linus (puting beliung )  itu , membuat pohon pepaya di tanah Pak Gede roboh , dan ambruk  dengan banyak buah muda berhamburan.

Menyaksikan peristiwa alam itu, Pak gede berada dalam suasana batin,  antara  senang dan sedih, bahwa komunikasi telah diperlancar oleh alam, sehingga dia tidak lagi berbuat kejam untuk tanaman pepaya yang telah memberikan predikat pada dirinya' orang yang sosial, karena membagi pada tetangga buah pepaya itu.  Dia tidak  memaksa merobohkannya, namun alam sudah memberikan jalan yang terbaik, pohon itu diangkut dan dipotong-potong, buahnya yang muda  dibagikan untuk sayur" lawar Gedang"  bagi para tetangga,  sedih memang.

Seseorang tenaga di  kebun  sebelahnya, yang bernama pak Wayan Lopes, pun mengambil batang papaya itu, lalu dikeringkan, dan dibuat kungkungan  nyawan (sarang lebah)  disanalah kisah pohon pepaya itu berakhir.  Dia  melindungi lebah-lebah yang menghasilkan madu untuk kehidupan yang lain.

Walaupun sudah mati, namun pepaya itu masih memberikan keuntungan  bagi makhluk lain" sebuah pelajaran yang sangat tinggi , bisa kita amati dari sebatang poh pepaya'  inilah model  pembelajaran kehidupan. Yang sangat dalam, sedalam energi kehidupan.  Pertanyaan dasar, kalau kita manusia , meninggalkan dunia ini apa yang kita tinggalkan, untuk generasi mendatang, kebaikan apakah yang kita bisa tularkan untuk mereka ?   Anak-anak kita masih dengan jelas mengingatnya, cucu kita juga mulai Sebagian mengenalnya, namun cicit dan seterusnya, masihkah  bisa mengenang kita ?

****

Tanah  tempat papaya itu tumbuh, kemudian di bangun rumah tinggal pun  di mulai, Pak Gede. yang merasakan hangatnya tanah itu, kemudian mengawali dengan upacara 'tradisi Ngeruwak, Ngendag, dan Nasarin  ' upacara untuk minta izin membangun  pada  ibu pertiwi.  Agar  selama membangun dapat rahayu, dan dihasilkan bangun  yang memiliki energi positif

Pak Gede sadar bahwa upacara  itu  memiliki peran sentral dalam tradisi masyarakat Hindu di Bali yang berkaitan dengan pembangunan rumah atau tempat suci.  Begitulah yang dilakukan pak Gede.

Pak Gede. paham benar, bahwa  upacara-upacara ini tidak hanya sekedar ritus fisik tetapi juga memiliki nilai-nilai teologis dan filosofis yang mendalam dalam konteks arsitektur tradisional masyarakat Hindu di Bali.

Sebelum ngeruak ada  urutan yang dikenal  Upacara Nyapuh sawah dan tegal. Apabila ada tanah sawah atau tegal dipakai untuk tempat tinggal. Tentu ini membuat pak Gede. melakukannya karena menurut tradisi di bali yang Hindu, mengemukakan Jenis upakara : paling kecil adalah tipat dampulan, sanggah cucuk, daksina l, ketupat kelanan, nasi goreng, cabe bawang jahe.

Tukang dan kernetnya bekerja siang malam sampai 3 bulan, sampai finishing, hanya tinggal ngecet tembok  pada detik detik terakhir, seorang tukang finishing cat, yang  bekerja melakukan pengecatan di ruang tidur utama. Ruang utamaitu tepat  dimana p  pohon bekul yang tinggi itu tumbuh dulu. 

Entah apa yang terjadi, tangga tempatnya menginjakkan kaki setinggi 3 meter mendadak roboh, dan tukang cat itu seorang perempuan berumur 47 tahun, jatuh kepala terbentur di lantai, ada darah keluar dari telinganya.  Segera dilarikan ke rumah sakit, dia tak sadarkan diri selama 3 hari, nyawanya tak tertolong, dia meninggal dalam keadaan  tak sadarkan diri.

Upacara pengabenan pun dilakukan oleh pihak Keluarga korban, namun sebelum dilakukan upacara pihak Keluarga melakukan "upacara ngulapin" diyakini roh orang yang mati masih berada di tempat dimana dia jatuh .

Upacara ngulapin pun dilakukan satu desa datang ke tempat itu, untuk ikut memanggil rohnya dengan gong , dan banten yang banyak, ada  pemangku melakukan pemanggilan roh itu. Upacara Ngulapin lebih sering dilakukan ketika ada seseorang, baik yang meninggal maupun tidak, karena musibah atau kecelakaan. Sekarang akan dibahas satu per satu, dimulai dari Upacara Ngulapin untuk orang yang meninggal karena musibah. Upacara ini dilaksanakan untuk menyatukan roh dengan badan kasar atau unsur Panca Maha Butha (lima unsur atau elemen dasar pembentuk alam) sebelum melaksanakan upacara penyucian seperti ngaben atau penguburan.

Setelah itu, Pak gede ,  saya masih was-was, dan sedikit ngeri, melihat berbagai fenomena yang terjadi di tanah itu, mbok, begitu dia berkata pada kakaknya. Ya...  saya bisa  kuat menerima itu , namun istriku dan anak-anakku yang mau tinggal di rumah ini selalu disayangi suasa horor itu, jangan-jang roh orang yang jatuh itu masih disini.

Silahkan lah berdoa , dan minta bantuan orang itu. Dia pun mengunjungi  Ibu Jro, seorang tapakan, sosok yang bisa berhubungan dengan alam lain (niskala).  Seorang spiritualis yang bisa  melihat jarak jauh  tanah itu.

Siang itu, Pak Gede pun berangkat, menuju ke Ibu jro bersama istrinya, untuk meminta bantuannya. Tentang rasa khawatir akan sesuatu di tanah angker itu, dia membangun dan dia menemukan hal-hal aneh.

Setelah sampai dia sembahyang di kuil itu, kemudian Ibu jro itu, memejamkan mata dan berdoa, dengan mengucapkan mantra. Ibu jro tersenyum, ini ada yang datang ada banyak penghuni ditempat itu, satu keluarga wong samar' dengan anak-anaknya sebanyak 9 orang, karena pohon bekul itu tempat bermainnya dan ditumbangkan, saat ditumbangkan  dan pembangunan  dilakukan , ada  anak-anak itu yang meninggal, dia marah kemudian mengamuk  dan membuat rentetan kejadian selanjutnya.

Kata Bu Jero,  ' wong samar itupun datang ke kuwil itu, meminta anak-anaknya juga  di doakan, agar dia juga bersatu (nyomia) dan mendapat tempat di alam sang pencipta. Ibu Jero pun menorehkan berbagai gerakan tanda melakukan penyucian itu, dan kata Bu Jro, wong samar itu sangat senang dan berterima kasih.

Serentak dalam hati Pak Gede ada semacam getaran merasakan mereka bahagia, dan tidak ada beban lagi menempati rumah itu. Artinya sepetak tanah  ditempati manusia dan wong samar

Mendengar itu, pak Gede sekeluarga jadi tenang, proses penyucian tempat itu dilakukan jarak jauh, dengan melakukan teropong  menurut Bu Jero sudah  baik. Ibu Jro memotivasi sudah saya bersihkan tempat itu, anda aman menghuni diatasnya.

Lalu Ibu berdoa lagi, wah.... ini ada seseorang datang begitu ibu jro berkata, apa itu Bu, kata pak gede, yang dulu memiliki tanah itu datang dia sejatinya  ingat tanah itu, mereka memiliki kenangan dengan tanah itu, dialah yang berusaha bekerja keras agar bisa memiliki sawah itu,  dia belum rela tanah itu dijual, dia masih terikat , pak gede disuruh berdoa, dan mengatakan bahwa dia sudah membelinya dengan ahli warisnya dan dengan menggunakan uang. Ssaya mendoakan anda semoga anda damai silahkan datangilah pewarismu , yang melupakan jasa -jasa anda.

Dalam penampakkan Ibu Jro,  tanah itu adalah pasar para wong samar dan sangat ramai, setiap hari senin dan jumat. Kedua  hari itu adalah pasaran wong samar, konon mereka  sibuk berbelanja untuk memenuhi kebutuhan mereka.

Pak Gede pun diminta berusaha berjualan dan membuat usaha sambil sering berdoa kepada yang Maha kasih.

Entah benar atau tidak, kenyataannya  bahwa setiap senin  dan jumat banyak orang berbelanja  dan  ramai di warung pak gede, pemesanan pun banyak, , omset hari itu selalu lebih tinggi dari hari-hari biasanya' Kata istri pak Gede.

Usahanya pun terus berkembang,  Entahlah percaya atau tidak, apakah manusia seperti kita  yang berbelanja  atau para wong samar, pak Gede tidak tahu... yang penting dia berjualan  laris manis dan hidup dalam kedamaian. Moga bermanfaat****

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun