Kita hidup pada zaman abad 21, harus terbuka, dan jangan bertengger  di wilayah yang sulit diterima rasio. Bangkitlah teman katanya pada kerumunan orang yang dating memberi tahu tentang tempat itu.
Pak Gede, berpijak karena dia telah mempelajari tulisan jalaludin Rumi nampaknya, "Berpikir mengeluarkan asap untuk membuktikan keberadaan api, haruslah yang rasional. Maka seorang mistik duduk di dalam pembakaran. Ada berbagai bentuk indah dalam asap yang meningkat yang suka ditonton imajinasi. Tapi itu kesalahan meninggalkan api untuk pemandangan filmya. Tetap di sini di inti nyala api." Katanya berpuitis.
Tanah itupun berpindah hak milik, dan anehnya pak Gede malah membelinya dengan harga yang lebih mahal, dari penawar lain.
Pak Gede berprinsip, dimana tanah , yang diyakini sebagai Ibu Pertiwi, tak akan pernah menyengsarakan penghuninya, lalu dia mencium sujud di tanah yang dia beli itu. Tangannya dibuka dan telunjuknya menyentuh tanah,  lalu dia goreskan di jidatnya  tiga  garis lurus dan titik dibuat diantara ketiga garis itu, dan ditarik ke belakang lewat ubun-ubunnya.Â
Setelah usai di berdoa, seseorang datang, berkata, Â tanah ini memang hangat, ada vibrasi lain, anda harus sabar dan terus rajin berdoa. Terima kasih kata Pak Gede, lalu berkata, Â saya ingin bersahabat dengan dimensi lain yang ada di atas tanah itu.Tiga garis itu dengan titiknya adalah pemujaan saya dengan kecerdasan semesta, yang kosong namun berisi, alam memang penuh misteri.Â
Pak Gede berkata dengan tenang, sejatinya kita sedang berjalan dalam hidup ini sebagai sosok yang penuh misteri. sebab saya yakin, bahwa seorang mistikus adalah seseorang yang menginginkan, terus mencari, kontak langsung dengan Tuhan; kontak tidak dimediasi melalui emosi atau kecerdasan, tetapi penyatuan penuh semangat dan kemauan, percaya bahwa ini tidak hanya mungkin tetapi adalah seluruh titik kehidupan di dunia ini.
****
Sepetak tanah itu,  dibersihkan dari ilalang dan tanaman  perdu , lalu  tumbuhlah  sebatang  pohon pepaya  yang  sangat subur.  Oh ini pepaya,  biarkan pohon pepaya ini tumbuh, kata Pak Gede, kalau dia tumbuh menjadi gedang renteng, ya kita tebas saja, itu pertanda buruk, artinya  tanah ini memang perlu dibersihkan dan diruwat.Â
 Karena pak Gede meyakini gedang renteng tempat bersandarnya atau  berteduhnya para leak, baik dalam wujud rangda  maupun  dalam wujud  celuluk  dengan taring panjangnya bersenderan di pohon pepaya itu.
Gedang renteng menjadi incaran,  apa lagi hari pas kajeng Kliwon, atau puncaknya tepat  malam jumat kajeng,  kliwon puncaknya. Diyakini tempat seperti itu para leak berkumpul mendiskusikan perkembangan komunitasnya.  Pada hari itulah diyakini para leak  melakukan  berkumpul semacam arisan,  atau keputusan naik pangkat, dengan membayar cicilan (utpeti) dalam bentuk dapat menyakiti dan membunuh orang), merancang strategi , siapa  taget ke depan yang menjadi sasarannya.
Pak Gede bersyukur, bahwa gedang yang tumbuh subur dan  cepat  meninggi berbuah yang sangat lebat sekali. Jenis nya berbeda dengan gedang renteng, yakni Pepaya merah delima.  Buah pepaya ini pun  ranum , dan dipetik oleh pak Gede, kemudian dibagikan kepada tetangga sebelahnya, dan ternyata sangat manis, entah dari mana bibitnya. Manis dan menyegarkan