Keharuman pada biji-bijian merupakan salah satu sifat kualitas biji-bijian yang paling dihargai pada beras, namun asal usul dan evolusi gen betaine aldehyde dehydrogenase (BADH2) yang mendasari sifat ini masih belum jelas. Dalam penelitian ini, kami mengidentifikasi delapan alel gen BADH2 yang diduga tidak berfungsi dan menunjukkan bahwa alel ini memiliki asal geografis dan genetik yang berbeda. Meskipun sifat wewangian berasal dari berbagai asal usul, satu alel, badh2.1, merupakan alel utama di hampir semua varietas beras wangi saat ini, termasuk jenis Basmati dan Melati yang dikenal luas. Analisis haplotype memungkinkan kami untuk menetapkan satu asal alel badh2.1 dalam kelompok varietas Japonica dan menunjukkan introgresi alel ini dari Japonica ke Indica. Aksesi mirip Basmati hampir identik dengan haplotipe leluhur Japonica di wilayah 5,3 Mb yang mengapit BADH2 terlepas dari fenotip wewangiannya, yang menunjukkan hubungan evolusioner yang erat antara varietas Basmati dan kumpulan gen Japonica. Hasil ini memperjelas hubungan antar varietas padi wangi dan menantang asumsi tradisional bahwa sifat wangi muncul pada kelompok varietas Indica
BERAS AROMATIK ROJOLELE
Rojolele merupakan varietas padi asli Indonesia yang berasal dari desa Delanggu, kota Klaten, Jawa Tengah provinsi, Indonesia yang menjadi varietas beras premium dan memiliki harga lebih tinggi di pasaran karena rasa lezat dan aroma harum. Berdasarkan status taksonomi padi aromatik, Rojolele termasuk dalam grup VI bersama Mentik Wangi (Indonesia), Xiang Keng 3 (China), Sukanandi (Indonesia), Milfore 2 (Filipina), Azucena (Filipina), dan Milagrosa (Filipina). Rojolele tergolong tropis subspesies japonica (javanica) dan kultivar padi dataran rendah . Luas budidaya Rojolele mencapai 10.000 ha di tiga wilayah berbeda di Pulau Jawa, antara lain Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Jawa Timur.
Ciri-ciri agronomi Rojolele adalah mempunyai perawakan tanaman tinggi dengan batang kokoh dan tegak bentuk tanaman, daun tebal dan kasar, sistem perakaran kuat dan dalam, panjang malai panjang, dan umur panjang hidup. Karena umurnya yang panjang, mencapai 150 hari setelah tanam (das), produktivitas padinya menurun Rojolele tergolong tinggi yaitu bisa mencapai 8-10 ton/ha. Varietas padi biasa hanya membutuhkan waktu 120 hari untuk dipanen . Waktu berbunga Rojolele sekitar 116 hari dan waktu masak bulir mencapai 150 hari. Rojolele menunjukkan karakteristik agronomi yang unggul dibandingkan varietas padi populer lainnya di Indonesia seperti Ciherang, Mamberamo, dan Inpari 19 khususnya untuk tinggi tanaman, jumlah anakan, luas daun, bobot basah, bobot kering, jumlah anakan produktif, panjang akar, panjang malai, dan bobot gabah per tanaman. Ini
Keunggulan tersebut dipengaruhi oleh umur Rojolele yang lebih panjang sehingga mampu mendukung pertumbuhan yang optimal tanaman, seperti aktivitas fotosintesis optimal yang berhubungan dengan proses pengisian biji-bijian menuju ke arah yang lebih tinggi biji-bijian Rojolele. Sedangkan Rojolele mempunyai jumlah gabah tidak terisi lebih tinggi, jumlah anakan produktif rendah, dan jumlah akar total lebih sedikit dibandingkan dengan Ciherang, Mamberamo, dan Inpari 19. Selanjutnya, Rojolele tidak punya berbeda nyata pada luas daun, indeks panen, laju asimilasi bersih (NAR), laju pertumbuhan relatif (RGR), laju pertumbuhan tanaman (CGR), dan bobot spesifik daun (SLW) dengan Ciherang, Mamberamo, dan Inpari 19
Butir beras Rojolele termasuk beras berkualitas tinggi yang memiliki butiran panjang dan ramping dengan warna putih cerah atau warna putih susu. Kualitas fisik butiran Rojolele, meliputi ukuran, bentuk, dan warna butiran dari ketiganya berbagai daerah di Jawa Tengah seperti Karanganom, Polanharjo, dan Banyudono tidak signifikan berbeda. Di sisi lain, Rojolele rentan terserang beberapa penyakit, salah satunya adalah penggerek batang kuning (Scirpophaga incertula). Rojolele juga sensitif terhadap kondisi cekaman kekeringan meskipun tingkat kekeringannya rendah -0,03 MPa. Kultivar padi aromatik seperti Rojolele lebih sensitif terhadap kondisi cekaman kekeringan dibandingkan dengan kultivar padi non-aromatik, karena kandungan total prolin pada kultivar padi aromatik lebih rendah pada kultivar padi aromatik. kondisi stres kekeringan tingkat rendah. Selain itu, Basu dkk. , juga menjelaskan bahwa di bawah kekeringan kondisi cekaman pada kultivar padi aromatik mengalami peningkatan kadar peroksida (H2O2), lipoksigenase (LOX) dan aktivitas malondialdehyde (MDA), dan mengakumulasi turunan protein berkarbonilasi. Harga Rojolele Harganya lebih mahal dibandingkan varietas padi lainnya karena kualitas gabah yang tinggi, jangka waktu tanam yang lama, dan rumitnya pengendalian hama pada masa pasca panen. Oleh karena itu, sebagian besar petani menolak menanam Rojolele di bidang mereka.
Mutu Masakan, Aroma Wangi dan Interaksi dengan Lingkungan Biji-bijian Rojolele berkualitas tinggi memiliki butiran yang panjang dan ramping dengan gelatinisasi sedang suhu, kadar amilosa sedang, dan diberi nilai aroma wangi yang kuat. Setelah proses memasak, butirannya memiliki tekstur yang lembut, rasa yang lezat serta rasio pemanjangan yang tinggi . Nama Rojolele adalah berasal dari tekstur, rasa, dan aroma wangi yang baik sehingga memenuhi permintaan konsumen beras, yaitu beras konsumen menganggap Rojolele sebagai raja di antara varietas padi di Indonesia. Sejak butiran beras Rojolele Wanginya, beberapa serangga dan burung seperti wereng dan burung pipit tertarik untuk memakan biji-bijian tersebut membuat para petani harus bekerja lebih keras dalam mengelola ladangnya.
Kandungan gizi pada beras Rojolele antara lain karbohidrat, amilosa, protein, lemak, dan abu diidentifikasi Rojolele mengandung amilosa lebih tinggi dibandingkan mega-varietas IR-64. Letak geografis mempengaruhi kandungan nutrisi Rojolele. Misalnya saja kandungan karbohidrat, amilosa dan proteinnya berbeda nyata di tiga wilayah Karanganom, Polanharjo, dan Banyudono
Beberapa peneliti pertanian telah mempelajari Rojolele dari segi ciri morfologi biji-bijiannya sifat kualitas, dan teknik budidaya tetapi tidak pada karakteristik genom dan pemuliaan molekuler. Meski rentan terhadap kekeringan, penggerek batang kuning, dan hama penginapan, petani Indonesia telah belajar untuk berhasil membudidayakan Rojolele dengan menerapkan keterampilan praktis sehingga dapat meningkatkan produktivitas padi. Meningkatkan ketahanan terhadap kekeringan, penggerek batang kuning, dan hama merupakan fokus utama perbaikan padi Rojolele. Beras konsumen menginginkan butiran beras berkualitas tinggi seperti karakteristik Rojolele yang menyebabkan peningkatan nilai dari Rojolele. Pengembangan kultivar padi Rojolele dengan hasil gabah tinggi yang dipadukan dengan budidaya padi rendah biaya, dan memberikan keuntungan yang tinggi kepada para peternak, merupakan tujuan pemuliaan Rojolele yang penting dan diterima secara luas oleh para petani. Sangat penting untuk memahami dasar genetik agronomi dan fisiologi Rojolele karakteristik, diikuti dengan penerapan teknologi genomik canggih secara ekstensif dan ini akan meningkatkan kualitas ekonomi budidaya padi Rojolele.
BERAS AROMATIK BASMATI ASAL INDIA
Salah satu contoh beras aromatic di Dunia adalah beras Basmati, diucapkan ['bsmti], adalah varietas beras aromatik berbutir panjang dan ramping yang secara tradisional ditanam di anak benua India, terutama India, Pakistan, Sri Lanka, dan Nepal. Pada tahun 2019, India menyumbang 65% perdagangan internasional beras basmati, sementara Pakistan menyumbang 35% sisanya.] Banyak negara menggunakan tanaman padi basmati yang ditanam di dalam negeri;[5] namun, basmati secara geografis eksklusif untuk distrik tertentu di India dan Pakistan.