Mohon tunggu...
I Nyoman  Tika
I Nyoman Tika Mohon Tunggu... Dosen - Dosen
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

menulis sebagai pelayanan. Jurusan Kimia Undiksha, www.biokimiaedu.com, email: nyomanntika@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Cerita tentang Padi: Nasi Pulen dan Beras Aromatik

22 Mei 2024   16:41 Diperbarui: 22 Mei 2024   17:38 588
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dilah dari berbagai sumber 

Pada kesempatan ini saya menulis tentang nasi yang berasal dari beras. Nasi yang harum , pulen, dan lembut, kata ibu saya, walaupun lauk pauknya seadanya, nikmat juga, yang penting berasnya bagus.

Saya pernah makan di rumah teman di Sukabumi, nasinya dari beras pandan wangi, ditambah dengan sayur lodeh, wah mantap makannya.

Kalau di kota saya, Singaraja bali, beras lokal enak banget, Istri saya tidak suka dibelikan beras premium kemasan, yang dijual di swalayan, alasannya sederhana, air perasannya beras ketika diolah menjadi pupuk organik cair (POC)   sulit ditumbuhi jamur, yang disebut CAKABA,  suatu  jamur yang mirip dengan karang di laut. Itu pertanda beras itu berisi pengawet, katanya .

Di Buleleng, Bali, ada dua beras yang terkenal pada Sudaji dan padi Gembrong Desa Gobleg. Begitulah orang menyebutkan, pulen  wangi dan enak. Tentu harganya mahal. Namun keduanya relatif lebih lama panennya dibanding dengan padi yang lain semisal padi C-4  kruing aceh dan lain-lain.  kedua variates itu pun terus digalakkan, kebutuhan akan padi Bali tetap dibutuhkan oleh adat bali, seperti elemen penting dalam pembuatan penjor, misalnya. Walaupun demikian, kedua padi Bali itu  haruslah diberikan teknologi baru untuk membuat bibitnya menjadi lebih efektif dan efisien. Dinas Pertanian Buleleng bekerjasama dengan BATAN , telah merintis penggunaan   radiasi untuk mendapatkan vaietas padi Bali yang waktu tanamnya lebih cepat. 

Padi  (sumber : FB-Petani  Padi Indonesia)
Padi  (sumber : FB-Petani  Padi Indonesia)

Ditinjau dari varietas Padi, Kepulauan Indonesia kaya akan keanekaragaman hayati plasma nutfah padi tradisional sebagai sumber daya genetik padi karena letaknya yang berada di garis khatulistiwa dengan iklim tropis dan dua musim (musim kemarau dan musim hujan) yang mana menjadikan Indonesia sebagai tempat budidaya padi yang sempurna dan dikenal sebagai negara agraris. Setiap wilayah di Indonesia memiliki lebih dari satu varietas padi tradisional yang telah dibudidayakan selama ratusan tahun rasa yang enak dan aroma yang khas menurut konsumen beras masyarakat setempat, lebih tahan terhadap cekaman abiotik dan biotik, beradaptasi dengan baik pada lokasi asal varietas, dan juga lebih mudah beradaptasi terhadap perubahan iklim dibandingkan dengan varietas padi introduksi. Banyak varietas padi tradisional yang telah diidentifikasi menunjukkan ketahanan terhadap cekaman abiotik, seperti garam, kekeringan, panas, dingin, toksisitas Fe, dan toksisitas Al. Beberapa varietas padi tradisional juga menunjukkan ketahanan terhadap cekaman biotik, termasuk tungro, virus rice stripe, leher ledakan, ledakan daun, wereng coklat, dan pengusir hama empedu. Sementara itu, beberapa kelemahan tradisional Varietas padi yang meliputi umur masak terlambat, masa tumbuh panjang, jumlah anakan sedikit, rentan rebah, dan rendah hasil gandum. Sekitar 3.800 plasma nutfah padi tradisional telah didaftarkan oleh Balai Besar Pertanian Indonesia.

Lahan sawah merupakan andalan bagi Indonesia dalam memproduksi padi. Data statistik menunjukkan bahwa sekitar 95 persen dari produksi padi nasional dihasilkan dari lahan sawah. Sisanya (5%) berasal dari lahan kering (BPS 1996, 2000, 2006). Pada tahun 2005 luas lahan sawah (diluar lahan pasang surut) yang ditanami padi di Indonesia sekitar 6,84 juta ha. Dari lahan sawah seluas itu, sekitar 3,23 juta ha diantaranya berada di Jawa dan 3,61 juta ha di luar Jawa. Berdasarkan sistem pengairan, 2,19 juta dari lahan tersebut beririgasi teknis, sekitar 0,99 juta beririgasi setengah teknis, 1,58 juta ha irigasi sederhana/pedesaan, dan 2,09 juta ha sawah tadah hujan (BPS, 2006). Sedangkan berdasarkan intensitas tanam, sekitar 2,64 juta ha ditanami padi sekali dan 4,20 juta ha ditanami padi dua kali dalam setahun. Dengan demikian rata-rata indeks pertanaman padi (IP-padi) adalah 1,61. Angka ini mengindikasikan adanya potensi dan peluang untuk meningkatkan produksi melalui peningkatan efisiensi pemanfaatan lahan

SELAYANGPANDANG TANAMAN PADI

Tanaman padi (Oryza sativa) adalah yang paling umum dari dua spesies padi yang dibudidayakan sebagai sereal, spesies lainnya adalah O. glaberrima, padi Afrika. Ini pertama kali didomestikasi di lembah Sungai Yangtze di Tiongkok 13.500 hingga 8.200 tahun yang lalu.

Oryza sativa termasuk dalam genus Oryza dan clade BOP dalam keluarga rumput Poaceae. Dengan genom yang terdiri dari 430 Mbp di 12 kromosom, ia terkenal mudah dimodifikasi secara genetik dan merupakan organisme model untuk studi biologi sereal dan monokotil

Ditinjau dari kebutuhan makanan pokok, maka padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman serealia penting dan merupakan makanan pokok lebih dari separuh populasi global (Wang dan Li, 2005). O. sativa diklasifikasikan menjadi dua sub spesies berbeda, japonica dan indica (Kato, 1928), dan menjadi lima kelompok termasuk indica, aus, aromatik, japonica beriklim sedang, dan japonica tropis (Garris et al., 2005). O. sativa didomestikasi lebih dari 10.000 tahun yang lalu dari spesies padi liar Asia, O. rufipogon dan O. nivara (Kovach et al., 2007; Sang dan Ge, 2007; Chen et al., 2019). Baik padi japonica maupun indica telah mengalami perubahan fenotipik yang signifikan dibandingkan dengan O. rufipogon (proto-japonica) dan O. nivara (proto-indica), dan telah memperluas distribusi geografisnya selama domestikasi (Fuller et al., 2010).

Di Indonesia, nasi merupakan makanan pokok utama bagi sekitar 250 juta penduduk dan juga menjadi sumber perekonomian sumber bagi masyarakat mayoritas di daerah pedesaan. Setiap tahunnya, Indonesia membutuhkan sekitar 50 juta ton beras konsumsi beras per kapita tahunan mencapai 140-150 kg. Indonesia juga merupakan produsen beras terbesar ketiga di dunia dunia setelah Tiongkok dan India. Saat ini produksi padi di Indonesia mengalami penurunan sebesar 26% karena masih banyaknya petani penggunaan sistem konvensional dalam budidaya padi menyebabkan inefisiensi penggunaan air dan pupuk. Beras ini kekurangan produksi berdampak negatif pada aspek ekonomi, sosial, dan politik . Untuk menstabilkan harga beras, pemerintah harus mengembangkan metode yang efektif untuk meningkatkan produktivitas beras.

Diolah dari berbagai sumber 
Diolah dari berbagai sumber 

Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik . Misalnya saja Rojolele dari Klaten (Jawa Tengah), Pandan Wangi dari Cianjur (Jawa Barat), Jembar dari Jawa Barat, Kewal dari Banten (Barat Jawa), Kuriak Kusuik dari Sumatera Barat, Barak Cenana dari Tabanan (Bali), Siam Datu dari Selatan Kalimantan, dll. Varietas padi tradisional ini berguna untuk program pemuliaan padi guna menjamin kelangsungan hidup ketahanan pangan untuk mengatasi peningkatan populasi dan perubahan iklim. Sebagian besar varietas padi tradisional Indonesia termasuk dalam subspesies japonica tropis (dikenal sebagai javanica). yang umumnya bertubuh tinggi sehingga mudah rebah, umur masak terlambat, jumlah anakan produktif rendah, sistem perakaran dalam, daun lebar, tidak peka terhadap fotoperiode, malai panjang, bentuk biji bulat dengan tenda Panjang ujung gabah, kandungan amilosa antara, dan potensi hasil yang rendah Umumnya tradisional varietas padi yang dibudidayakan pada kondisi lahan yang tidak menguntungkan tanpa masukan pupuk kimia dan pestisida, seperti lahan kering masam, lahan rawa bersalinitas tinggi, lahan kering perbukitan, dan lahan banjir. Petani masih menggunakan benih sendiri untuk musim tanam berikutnya, sehingga tingkat kemurnian benih sangat rendah, yang berdampak negatif mempengaruhi produksi padi. Karena rendahnya tingkat kemurnian benih, kinerja varietas padi tradisional menjadi sangat beragam dalam hal umur tajuk, tinggi tanaman, jumlah anakan sehingga menyebabkan rendahnya hasil gabah dan gabah kualitas. Dalam rangka meningkatkan tingkat kemurnian benih dan meningkatkan produktivitas padi varietas padi tradisional, pemerintah telah melepas benih murni dari sebelas varietas padi tradisional, seperti Rojolele, Pandan Wangi, Anak Daro, Kuriak Kusuik, Junjung, Caredek Merah, Lampai Kuning, Siam Mutiara, Siam Saba, Cekow, dan Karya . Saat ini, sebagian besar varietas padi tradisional tersebut masih dibudidayakan di daerah tertentu di Indonesia.

Mengapa ini penting, Permintaan beras aromatik di pasar internasional meningkat dalam 15 tahun terakhir (Calpe 2004). Negara-negara produsen beras berusaha untuk meningkatkan kualitas beras aromatik. Beras aromatik yang populer di pasar internasional adalah Basmati dari India dan Yasmine dari Thailand. Penelitian padi aromatik di Indonesia, terutama flavor beras, masih sedikit. Sebagian besar literatur hanya membahas mutu dan karakteristik fisik dan fisikokimia beras/nasi (Damardjati dan Purwani 1991, Wardana et al. 2005, Wibowo et al. 2006).

Pengembangan beras aromatik di Indonesia awalnya terbatas pada pemuliaan untuk mengadaptasi dan memperbaiki varietas beras lokal aromatik yang sudah ada. Contoh varietas padi lokal aromatik yang ditemukan di beberapa daerah di Indonesia adalah Rojolele yang berasal dari Jawa Tengah, Mentikwangi dari Yogyakarta, Pandanwangi dari Jawa Barat, dan lain sebagainya. Varietas lokal aromatik seringkali tidak menghasilkan tekstur, aroma, dan produktivitas yang sama jika ditanam di daerah yang berbeda. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi) telah melepas beberapa varietas padi aromatik, seperti Sintanur, Celebes, Gilirang, Cimelati, dan Batang Gadis. Cimelati dan Gilirang termasuk padi aromatik tipe baru, Celebes, Batang Gadis, dan Sintanur masuk ke dalam tipe padi sawah aromatik, dan Rojolele merupakan padi lokal aromatik. Celebes cocok ditanam di daerah Maros, Sidrap, Wajo dan Takalar, Sulawesi Selatan. Sintanur, Batang Gadis, Cimelati, dan Gilirang sesuai dikembangkan pada sawah irigasi dataran rendah sampai ketinggian 500 m dpl (Suprihatno et al. 2010). Aroma pandan pada beras bersifat turun-temurun yang dikontrol oleh gen khusus, tetapi berbeda untuk setiap varietas (Tzou et al. 2008). Ada dua gen spesifik yang mempengaruhi aroma yang bersifat resesif yang terletak pada kromosom 5 dan 9 pada varietas India (Siddiq et al. 1986). Pinson menyatakan bahwa gen yang mempengaruhi aroma beras aromatik dari lima varietas padi adalah satu atau dua gen resesif, bergantung pada varietasnya. Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa aroma pandan beras aromatik dipengaruhi oleh gen pada kromosom 8, seperti varietas Surjarmkhi (Bangladesh), Della (Amerika), dan Azucena (Filipina). Penelitian biosintesis 2AP masih sedikit dilakukan, tapi perkiraan prekursor dari 2AP sudah diketahui, yaitu asam amino yang mengandung prolin, asam glutamate, dan ornitin (Yoshihashi et al. 2002). Biosintesis senyawa senyawa volatil seperti 2AP masih menjadi pertanyaan (Dudareva et al. 2006)

BERAS PULEN DAN BERAS AROMATIK

Pulen karena kandungan dari amilopektin dan amilosa, ketan lebih tinggi kandungan amilopektin dari amilosa, demikian juga, demikian juga aroma pada beras disebabkan. Kualitas beras dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti mutu fisik, mutu tanak (cooking quality), dan mutu rasa (eating quality). Mutu rasa dan mutu tanak beras umumnya dipengaruhi oleh kandungan amilosa dan amilopektin yang terdapat di bulir beras.

Berdasarkan kandungan amilosa dan amilopektin, beras dibagi menjadi lima kelompok, yaitu: beras ketan (0-2% amilosa), beras beramilosa sangat rendah (2-12%), beras beramilosa rendah (12-20%), beras beramilosa sedang (20-25%), dan beras beramilosa tinggi (25-33%).

Di Indonesia, Beras Pulen merupakan jenis beras populer yang terkenal dengan kualitas dan rasanya yang premium: Sangat dicari konsumen karena teksturnya yang lembut dan empuk. Dikenal karena aroma dan rasanya yang khas yang menyempurnakan berbagai masakan. Sering disukai untuk acara-acara khusus dan upacara karena kualitasnya yang unggul. Tersedia di pasar lokal dan supermarket di seluruh Indonesia. Dianggap sebagai makanan pokok di banyak rumah tangga Indonesia. Sering digunakan dalam resep tradisional Indonesia seperti Nasi Goreng dan Rendang. Beras Pulen di Indonesia merupakan varietas beras premium yang dihargai karena kualitas, rasa, dan keserbagunaannya dalam masakan tradisional.

(Sumber : FB-Petani Padi Indonesia) 
(Sumber : FB-Petani Padi Indonesia) 

Keharuman pada biji-bijian merupakan salah satu sifat kualitas biji-bijian yang paling dihargai pada beras, namun asal usul dan evolusi gen betaine aldehyde dehydrogenase (BADH2) yang mendasari sifat ini masih belum jelas. Dalam penelitian ini, kami mengidentifikasi delapan alel gen BADH2 yang diduga tidak berfungsi dan menunjukkan bahwa alel ini memiliki asal geografis dan genetik yang berbeda. Meskipun sifat wewangian berasal dari berbagai asal usul, satu alel, badh2.1, merupakan alel utama di hampir semua varietas beras wangi saat ini, termasuk jenis Basmati dan Melati yang dikenal luas. Analisis haplotype memungkinkan kami untuk menetapkan satu asal alel badh2.1 dalam kelompok varietas Japonica dan menunjukkan introgresi alel ini dari Japonica ke Indica. Aksesi mirip Basmati hampir identik dengan haplotipe leluhur Japonica di wilayah 5,3 Mb yang mengapit BADH2 terlepas dari fenotip wewangiannya, yang menunjukkan hubungan evolusioner yang erat antara varietas Basmati dan kumpulan gen Japonica. Hasil ini memperjelas hubungan antar varietas padi wangi dan menantang asumsi tradisional bahwa sifat wangi muncul pada kelompok varietas Indica

BERAS AROMATIK ROJOLELE

Rojolele merupakan varietas padi asli Indonesia yang berasal dari desa Delanggu, kota Klaten, Jawa Tengah provinsi, Indonesia yang menjadi varietas beras premium dan memiliki harga lebih tinggi di pasaran karena rasa lezat dan aroma harum. Berdasarkan status taksonomi padi aromatik, Rojolele termasuk dalam grup VI bersama Mentik Wangi (Indonesia), Xiang Keng 3 (China), Sukanandi (Indonesia), Milfore 2 (Filipina), Azucena (Filipina), dan Milagrosa (Filipina). Rojolele tergolong tropis subspesies japonica (javanica) dan kultivar padi dataran rendah . Luas budidaya Rojolele mencapai 10.000 ha di tiga wilayah berbeda di Pulau Jawa, antara lain Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Jawa Timur.

Ciri-ciri agronomi Rojolele adalah mempunyai perawakan tanaman tinggi dengan batang kokoh dan tegak bentuk tanaman, daun tebal dan kasar, sistem perakaran kuat dan dalam, panjang malai panjang, dan umur panjang hidup. Karena umurnya yang panjang, mencapai 150 hari setelah tanam (das), produktivitas padinya menurun Rojolele tergolong tinggi yaitu bisa mencapai 8-10 ton/ha. Varietas padi biasa hanya membutuhkan waktu 120 hari untuk dipanen . Waktu berbunga Rojolele sekitar 116 hari dan waktu masak bulir mencapai 150 hari. Rojolele menunjukkan karakteristik agronomi yang unggul dibandingkan varietas padi populer lainnya di Indonesia seperti Ciherang, Mamberamo, dan Inpari 19 khususnya untuk tinggi tanaman, jumlah anakan, luas daun, bobot basah, bobot kering, jumlah anakan produktif, panjang akar, panjang malai, dan bobot gabah per tanaman. Ini

Keunggulan tersebut dipengaruhi oleh umur Rojolele yang lebih panjang sehingga mampu mendukung pertumbuhan yang optimal tanaman, seperti aktivitas fotosintesis optimal yang berhubungan dengan proses pengisian biji-bijian menuju ke arah yang lebih tinggi biji-bijian Rojolele. Sedangkan Rojolele mempunyai jumlah gabah tidak terisi lebih tinggi, jumlah anakan produktif rendah, dan jumlah akar total lebih sedikit dibandingkan dengan Ciherang, Mamberamo, dan Inpari 19. Selanjutnya, Rojolele tidak punya berbeda nyata pada luas daun, indeks panen, laju asimilasi bersih (NAR), laju pertumbuhan relatif (RGR), laju pertumbuhan tanaman (CGR), dan bobot spesifik daun (SLW) dengan Ciherang, Mamberamo, dan Inpari 19

Butir beras Rojolele termasuk beras berkualitas tinggi yang memiliki butiran panjang dan ramping dengan warna putih cerah atau warna putih susu. Kualitas fisik butiran Rojolele, meliputi ukuran, bentuk, dan warna butiran dari ketiganya berbagai daerah di Jawa Tengah seperti Karanganom, Polanharjo, dan Banyudono tidak signifikan berbeda. Di sisi lain, Rojolele rentan terserang beberapa penyakit, salah satunya adalah penggerek batang kuning (Scirpophaga incertula). Rojolele juga sensitif terhadap kondisi cekaman kekeringan meskipun tingkat kekeringannya rendah -0,03 MPa. Kultivar padi aromatik seperti Rojolele lebih sensitif terhadap kondisi cekaman kekeringan dibandingkan dengan kultivar padi non-aromatik, karena kandungan total prolin pada kultivar padi aromatik lebih rendah pada kultivar padi aromatik. kondisi stres kekeringan tingkat rendah. Selain itu, Basu dkk. , juga menjelaskan bahwa di bawah kekeringan kondisi cekaman pada kultivar padi aromatik mengalami peningkatan kadar peroksida (H2O2), lipoksigenase (LOX) dan aktivitas malondialdehyde (MDA), dan mengakumulasi turunan protein berkarbonilasi. Harga Rojolele Harganya lebih mahal dibandingkan varietas padi lainnya karena kualitas gabah yang tinggi, jangka waktu tanam yang lama, dan rumitnya pengendalian hama pada masa pasca panen. Oleh karena itu, sebagian besar petani menolak menanam Rojolele di bidang mereka.

Mutu Masakan, Aroma Wangi dan Interaksi dengan Lingkungan Biji-bijian Rojolele berkualitas tinggi memiliki butiran yang panjang dan ramping dengan gelatinisasi sedang suhu, kadar amilosa sedang, dan diberi nilai aroma wangi yang kuat. Setelah proses memasak, butirannya memiliki tekstur yang lembut, rasa yang lezat serta rasio pemanjangan yang tinggi . Nama Rojolele adalah berasal dari tekstur, rasa, dan aroma wangi yang baik sehingga memenuhi permintaan konsumen beras, yaitu beras konsumen menganggap Rojolele sebagai raja di antara varietas padi di Indonesia. Sejak butiran beras Rojolele Wanginya, beberapa serangga dan burung seperti wereng dan burung pipit tertarik untuk memakan biji-bijian tersebut membuat para petani harus bekerja lebih keras dalam mengelola ladangnya.

Kandungan gizi pada beras Rojolele antara lain karbohidrat, amilosa, protein, lemak, dan abu diidentifikasi Rojolele mengandung amilosa lebih tinggi dibandingkan mega-varietas IR-64. Letak geografis mempengaruhi kandungan nutrisi Rojolele. Misalnya saja kandungan karbohidrat, amilosa dan proteinnya berbeda nyata di tiga wilayah Karanganom, Polanharjo, dan Banyudono

Beberapa peneliti pertanian telah mempelajari Rojolele dari segi ciri morfologi biji-bijiannya sifat kualitas, dan teknik budidaya tetapi tidak pada karakteristik genom dan pemuliaan molekuler. Meski rentan terhadap kekeringan, penggerek batang kuning, dan hama penginapan, petani Indonesia telah belajar untuk berhasil membudidayakan Rojolele dengan menerapkan keterampilan praktis sehingga dapat meningkatkan produktivitas padi. Meningkatkan ketahanan terhadap kekeringan, penggerek batang kuning, dan hama merupakan fokus utama perbaikan padi Rojolele. Beras konsumen menginginkan butiran beras berkualitas tinggi seperti karakteristik Rojolele yang menyebabkan peningkatan nilai dari Rojolele. Pengembangan kultivar padi Rojolele dengan hasil gabah tinggi yang dipadukan dengan budidaya padi rendah biaya, dan memberikan keuntungan yang tinggi kepada para peternak, merupakan tujuan pemuliaan Rojolele yang penting dan diterima secara luas oleh para petani. Sangat penting untuk memahami dasar genetik agronomi dan fisiologi Rojolele karakteristik, diikuti dengan penerapan teknologi genomik canggih secara ekstensif dan ini akan meningkatkan kualitas ekonomi budidaya padi Rojolele.

BERAS AROMATIK BASMATI ASAL INDIA

Salah satu contoh beras aromatic di Dunia adalah beras Basmati, diucapkan ['bsmti], adalah varietas beras aromatik berbutir panjang dan ramping yang secara tradisional ditanam di anak benua India, terutama India, Pakistan, Sri Lanka, dan Nepal. Pada tahun 2019, India menyumbang 65% perdagangan internasional beras basmati, sementara Pakistan menyumbang 35% sisanya.] Banyak negara menggunakan tanaman padi basmati yang ditanam di dalam negeri;[5] namun, basmati secara geografis eksklusif untuk distrik tertentu di India dan Pakistan.

Beras basmati dianggap sebagai kelompok varietas yang unik karena aromanya dan kualitas bijinya yang unggul (Ahuja et al., 1995; Siddiq et al., 2012). Kelompok varietas unik ini menempati status khusus di kalangan konsumen karena ciri-ciri kualitasnya yang unik seperti butiran ramping ekstra panjang, pemanjangan inti yang berlebihan saat dimasak, tekstur lembut dan halus setelah dimasak, dan aromanya. Oleh karena itu, varietas Basmati ditetapkan sebagai kelompok yang paling banyak diproduksi dan sukses secara ekonomi (Civ et al., 2019). Istilah Basmati berasal dari dua kata Sansekerta, "Vas" yang berarti "aroma" dan "matup" yang berarti "memiliki". Kombinasi dua kata Sansekerta, "Vaasmati," diucapkan sebagai "Basmati" (Siddiq et al., 2012). Penelitian menunjukkan bahwa varietas padi Basmati mewakili kelompok aromatik dari subspesies indica dan japonica (Glaszmann, 1987; Garris et al., 2005).

Selama beberapa dekade, kurang perhatian diberikan pada asal usul kelompok Basmati. Hal ini terutama disebabkan oleh konflik hubungan filogenetik yang diamati antara Basmati dan kelompok padi lainnya (Choi et al., 2017). Selain itu, analisis polimorfisme genom pada padi budidaya di Asia menunjukkan bahwa varietas padi Basmati memiliki hubungan filogenetik yang erat dengan varietas japonica . Temuan terbaru Choi dkk. (2018) dan Civ dkk. (2019) memberikan lebih banyak bukti bahwa genom Basmati secara genetik dekat dengan padi japonica dan aus. Namun, penelitian ini dilakukan dengan menggunakan genom Basmati tunggal, yang memiliki informasi terbatas mengenai variasi genom Basmati. Meskipun beberapa kemajuan telah dicapai dalam pemahaman asal usul genom Basmati, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengidentifikasi fitur genom spesifik Basmati dan variasi genom dengan merakit varietas Basmati tradisional dibandingkan dengan kelompok japonica, indica, dan aus. Teknologi pengurutan generasi berikutnya (NGS) penting untuk analisis genom dan pemuliaan molekuler , dan memungkinkan identifikasi variasi genom fungsional, dan SNP unik, serta polimorfisme penyisipan-penghapusan (InDels) di seluruh genom, yang menawarkan peluang menarik untuk studi keanekaragaman genetik pada tanaman.

Menurut Otoritas Pengembangan Ekspor Produk Pertanian dan Makanan Olahan India (APEDA), suatu varietas beras memenuhi syarat untuk disebut basmati jika memiliki rata-rata panjang beras giling rata-rata minimal 6,61 mm (0,260 inci) dan lebar beras giling rata-rata rata-rata lebih tinggi. hingga 2 mm (0,079 in), di antara parameter lainnya.

AROMA DAN RASA

Nasi basmati mempunyai rasa khas seperti pandan (daun Pandanus amaryllifolius) yang disebabkan oleh aroma senyawa 2-asetil-1-pirolin.Biji basmati mengandung sekitar 0,09 ppm senyawa kimia aromatik ini secara alami, yaitu sekitar 12 kali lebih banyak dibandingkan varietas beras non-basmati, sehingga memberikan aroma dan rasa yang khas pada basmati. Aroma alami ini juga terdapat pada keju, buah dan sereal lainnya. Ini adalah bahan penyedap yang disetujui di Amerika Serikat dan Eropa, dan digunakan dalam produk roti untuk memberi aroma.

Selama pemasakan, kadar 2-asetil-1-pirolin menurun. Merendam beras selama 30 menit sebelum dimasak memungkinkan waktu memasak 20% lebih singkat dan mempertahankan lebih banyak 2-asetil-1-pirolin.

INDEKS GLIKEMIK

Indeks glikemik adalah angka dari 0 hingga 100 yang ditetapkan untuk suatu makanan, dengan glukosa murni diberi nilai 100 secara acak, yang mewakili kenaikan relatif kadar glukosa darah dalam dua jam. setelah mengonsumsi makanan itu.[GI suatu makanan tertentu terutama bergantung pada kuantitas dan jenis karbohidrat yang dikandungnya, namun juga dipengaruhi oleh jumlah molekul karbohidrat yang terperangkap dalam makanan, kandungan lemak dan protein dalam makanan, jumlah asam organik ( atau garamnya) dalam makanan, dan apakah makanan tersebut dimasak dan, jika demikian, bagaimana cara memasaknya. Tabel GI, yang mencantumkan berbagai jenis makanan dan GI-nya, tersedia. Suatu makanan dianggap memiliki GI rendah jika nilainya 55 atau kurang; GI tinggi jika 70 atau lebih; dan GI kelas menengah jika 56 hingga 69.

Menurut Asosiasi Diabetes Kanada, nasi basmati, coklat, liar, pendek dan panjang memiliki indeks glikemik sedang (antara 56 dan 69), dibandingkan dengan nasi putih melati dan instan dengan indeks glikemik 89, sehingga lebih cocok untuk dikonsumsi. penderita diabetes dibandingkan dengan biji-bijian dan produk tertentu lainnya yang terbuat dari tepung putih.

PEMALSUAN

Sulitnya membedakan beras basmati asli dengan jenis beras lainnya serta perbedaan harga yang cukup jauh menyebabkan para pedagang curang memalsukan beras basmati dengan varietas basmati hasil persilangan dan varietas non-basmati berbiji panjang. Di Inggris, Badan Standar Makanan menemukan pada tahun 2005 bahwa sekitar setengah dari seluruh beras basmati yang dijual telah dipalsukan dengan jenis beras berbiji panjang lainnya, sehingga mendorong importir beras untuk menyetujui kode praktik tersebut. Pengujian di Inggris pada tahun 2010 terhadap beras yang dipasok oleh pedagang grosir menemukan bahwa 4 dari 15 sampel berisi beras yang lebih murah dicampur dengan basmati, dan satu sampel tidak mengandung basmati sama sekali.

Pengujian berbasis PCR yang mirip dengan sidik jari DNA pada manusia memungkinkan strain pemalsuan dan non-basmati terdeteksi, dengan batas deteksi mulai dari 1% pemalsuan ke atas dengan tingkat kesalahan 1,5%. Eksportir beras basmati menggunakan sertifikat kemurnian berdasarkan tes DNA untuk pengiriman beras basmati mereka. Berdasarkan protokol ini, yang dikembangkan di Pusat Sidik Jari dan Diagnostik DNA, perusahaan India Lab India telah merilis kit untuk mendeteksi pemalsuan basmati.

PERTARUNGAN PATEN

Pada bulan September 1997, sebuah perusahaan Amerika, RiceTec, diberikan Paten AS No. 5.663.484 tentang "jalur dan biji-bijian beras basmati". Paten tersebut mengamankan lini beras basmati dan sejenis basmati serta cara menganalisis beras tersebut. RiceTec, yang dimiliki oleh Pangeran Hans-Adam dari Liechtenstein, menghadapi kemarahan internasional atas tuduhan pembajakan biologis. Hal ini juga menyebabkan krisis diplomatik singkat antara India dan Amerika Serikat, dimana India mengancam akan membawa masalah ini ke WTO sebagai pelanggaran terhadap TRIPS, Perjanjian tentang Aspek Terkait Perdagangan Hak Kekayaan Intelektual. Baik secara sukarela maupun karena peninjauan kembali keputusan Kantor Paten dan Merek Dagang Amerika Serikat, RiceTec kehilangan atau menarik sebagian besar klaim patennya, termasuk, yang paling penting, hak untuk menyebut produk beras mereka basmati. Paten varietas yang lebih terbatas diberikan kepada RiceTec pada tahun 2001 atas klaim yang berhubungan dengan tiga galur beras yang dikembangkan oleh perusahaan tersebut.

PENGELOLAAN TANAMAN PADI .

Beberapa yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan Padi antara lain. Untuk mengatasi tantangan budidaya padi di masa depan, petani harus mempertimbangkan hal-hal berikut:

  • Pertama, Adaptasi perubahan iklim: Menerapkan praktik-praktik yang tahan terhadap perubahan pola cuaca. Memahami iklim vs. cuaca: Iklim mengacu pada tren jangka panjang, sedangkan cuaca menggambarkan kondisi jangka pendek seperti suhu dan curah hujan.Petani harus memahami, Penyebab perubahan iklim: Faktor-faktornya meliputi emisi gas rumah kaca, penggundulan hutan, dan aktivitas industri yang meningkatkan efek rumah kaca.

Dampak terhadap ekosistem: Perubahan iklim dapat mengubah habitat, mengganggu populasi spesies, dan menyebabkan hilangnya keanekaragaman hayati.

Dampak terhadap pertanian: Perubahan pola suhu dan curah hujan berdampak pada hasil panen, ketahanan pangan, dan mata pencaharian petani.

Risiko terhadap kesehatan manusia: Meningkatnya suhu dapat memperburuk kualitas udara, meningkatkan penyebaran penyakit, dan menyebabkan penyakit yang berhubungan dengan panas. Strategi kebijakan dan adaptasi: Pemerintah dan organisasi menerapkan kebijakan untuk mengurangi emisi, mempromosikan energi terbarukan, dan beradaptasi terhadap perubahan kondisi iklim. memahami kompleksitas perubahan iklim sangat penting untuk memitigasi dampaknya dan melindungi ekosistem dan kesejahteraan manusia.

  • Kedua, Pengelolaan air: Metode irigasi yang efisien harus digunakan untuk melestarikan sumber daya air.
  • Ketiga Pengendalian hama dan penyakit: Menerapkan strategi pengelolaan hama terpadu.
  • Keempat Pemeliharaan kesehatan tanah: Fokus pada praktik yang meningkatkan kesuburan dan keberlanjutan tanah.
  • Kelima, Kemajuan teknologi: Gunakan teknologi baru untuk meningkatkan produktivitas dan hasil. Akses pasar: Meningkatkan akses ke pasar dan memastikan harga yang adil bagi petani. Dukungan kebijakan: Mendukung kebijakan yang mendukung produksi beras berkelanjutan. Penelitian dan inovasi: Berinvestasi dalam penelitian untuk mengatasi tantangan yang muncul dalam budidaya padi.

Kesimpulannya, keberhasilan pengelolaan tantangan budidaya padi di masa depan memerlukan pendekatan holistik yang mengintegrasikan berbagai strategi, teknologi, dan kebijakan. Moga bermanfaat*****

Reference

Anandito, R. B. K., Nurhartadi, E., & Iskandar, B. D. (2019, October). Effect of various heat treatment on physical and chemical characteristics of red rice bran (Oryza nivara L.) Rojolele. In IOP Conference Series: Materials Science and Engineering (Vol. 633, No. 1, p. 012046). IOP Publishing.

Kishor, D. S., Seo, J., Chin, J. H., & Koh, H. J. (2020). Evaluation of whole-genome sequence, genetic diversity, and agronomic traits of Basmati rice (Oryza sativa L.). Frontiers in Genetics, 11, 503924.

Nugroho, S., Sari, D. I., Zahra, F., Rachmawati, S., Maulana, B. S., & Estiati, A. (2021, May). Resistant performance of T10 Rojolele transgenic rice events harboring cry1B:: cry1Aa fusion genes against the rice yellow stem borer Scirpophaga incertulas Wlk. In IOP Conference Series: Earth and Environmental Science (Vol. 762, No. 1, p. 012067). IOP Publishing.

Tarigan, E., Jumali, J., & Kusbiantoro, B. (2014). Karakteristik flavor beras varietas padi aromatik dari ketinggian lokasi yang berbeda. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan, 33(1), 124487.

Zahid, M. A., Akhter, M., Sabar, M., Manzoor, Z., & Awan, T. (2006). Correlation and path analysis studies of yield and economic traits in Basmati rice (Oryza sativa L.). Asian J. Plant Sci, 5(4), 643-645.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun