Ada sebuah kisah unik yang bisa mengarahkan keinginan aktualisasi menjadi semakin terarah, berikut kisahnya:
Dalam rangka mengaktualisasi diri, Seorang memulai tangga potensi aktualisasi dengan belajar berprofesi sebagai seorang pelamar kerja (employee) karena potensi kecerdasan hal bersifat material yang dimilikinya, setelah memiliki banyak modal dan memulai untuk berwirausaha, ia harus memiliki modal motivasi berjiwa pemimpin suatu lapangan pekerjaan, sampai akhirnya sukses dapat memberikan kehidupan layak kepada para pekerja yang bernaung dibawah kepemimpinannya.
Karena ingin merasakan menjadi seorang pejabat pelayan publik dengan modal dimilikinya guna kepuasan bathin/rohani, ia mulai berusaha mendaftar sebagai salah satu pejabat pelayan publik guna mengabdikan diri kepada negara dengan jiwa ksatriya yang penuh semangat pelayanan tulus dan penuh kebaikan dan kebenaran.
Setelah melalui 3 anak tangga aktualisasi diri dalam berprofesi. Ia merasa ingin menjadi guru untuk berbagi pengalaman indah dari petualangan profesi mulianya, hingga akhirnya ia menjadi seorang guru yang ahli dibidangnya guna memberikan pelajaran berharga kepada para anak didik untuk belajar menjadi seorang yang bermanfaat bagi nusa dan bangsa dengan penuh dedikasi luhur.
Kebutuhan (Need) mau tidak mau suka tidak suka haruslah terpenuhi, atau tubuh manusia kelak bermasalah, seperti rentan terkena penyakit, kelaparan (Pemenuhan Fisiologis) dan penderitaan badan lainnya seperti dampak peperangan atau konflik dan sebagainya (Pemenuhan Rasa Aman).
Kecuali ada upaya untuk menjadikan diri semakin terlatih dan menerima suatu kondisi krisis yang mempengaruhi Need seorang dengan tirakat pengekangan diri seperti puasa Daud sepanjang tahun sesuai aturan agama yang ditetapkan para Ulama.
Contoh akan hal ini bisa dilihat resilience/ketahanan warga yang terbiasa hidup dan tinggal di daerah gersang atau daerah konflik, sebagai pembeda dengan kita yang hidup dengan keberlimpahan sumber daya dan penuh perdamaian tanpa konflik bersenjata dan perpecahan kelompok separatis di daerah yang kita tinggali.
Sementara Desire sejatinya bisa dikendalikan, karena Desire terletak dari proses berfikir seseorang ketika merespon adanya peluang dan kesempatan untuk memenuhi Desirenya.
Contoh saya berkebutuhan untuk berangkat ke rumah saudara saya di Jakarta, tiba-tiba saya melihat banyak jaket sesuai selera terpandang di toko pakaian di Kota Cimahi. Akhirnya saya memutuskan untuk memenuhi keinginan saya yang baru saja terbesit di pikiran untuk membeli jaket sesuai selera. Proses tawar menawar terjadi, namun pedagang bersikukuh dengan harganya yang tinggi.
Sayapun memutuskan untuk membatalkan keinginan saya, karena bisa menguras keuangan saya untuk kebutuhan finansial perjalanan saya ke kota Jakarta, karena saya sadar bahwa jaket bisa dibeli kapan saja dan saya tidak butuh-butuh amat, masih banyak kok jaket bagus di lemari pakaian saya.
Demikianlah pembeda Need dan Desire. Need harus dipenuhi saat itu juga dan bersifat urgensi, namun Desire dapat dikendalikan dan tidak terlalu urgent. Pertanyaannya apakah kita malah dikendalikan oleh Desire sehingga kita menjadi serakah akan keinginan yang tak terbatas itu, sehingga kebutuhan yang paling utama menjadi terbengkalai?