Selanjutnya dijelaskan tentang filsafat ilmu dan perkembangannya. Sebagaimana yang telah diketahui, bahwa filsafat adalah pengetahuan tentang kebijaksanaan, prinsip-prinsip mencari kebenaran, atau berpikir rasional-logis, mendalam dan bebas (tidak terikat dengan tradisi, dogma agama) untuk memperoleh kebenaran. Kata ini berasal dari bahasa Yunani, Philos yang berarti cinta dan Sophia yang berarti kebijaksanaan (wisdom).
Ilmu merupakan bagian dari pengetahuan, demikian pula seni dan agama. Jadi dalam pengetahuan tercakup didalamnya ilmu, seni dan agama. Pengetahuan pada hakikatnya merupakan segenap apa yang kita ketahui tentang objek tertentu, termasuk didalamnya adalah ilmu. Dengan demikian ilmu merupakan bagian dari pengetahuan yang diketahui oleh manusia disamping berbagai ilmu pengetahuan lainnya, seperti seni dan agama.
Filsafat ilmu adalah penyelidikan tentang ciri-cir mengenai pengetahuan ilmiah dan cara-acara untuk memperoleh pengetahuan tersebut (Beerling, et al., 1988:1-4). Filsafat ilmu erat kaitannya dengan filsafat pengetahuan atau epistemologi, yang secara umum menyelidiki syarat-syarat serta bentuk-bentuk pengalaman manusia, juga mengenai logika dan metodologi.
Filsafat ilmu pengetahuan (theory of knowledge) dimana logika, bahasa, matematika termasuk menjadi bagiannya lahir pada abad ke-18. Dalam filsafat ilmu pengetahuan diselidiki apa yang menjadi sumber pengetahuan, seperti pengalaman (indera), akal (verstand), budi (vernunft) dan intuisi.
Filsafat ilmu sebgai kelanjutan dari perkembangan filsafat pengetahuan, adalah juga merupakan cabang filsafat. Ilmu yang objek sasarannya adalah ilmu, atau secara populer disebut dengan ilmu tentang ilmu. (Koento Wibisono, 1988:6).
Objek kajian Filsafat ilmu ada tiga yaitu, 1) Ontologi, yang menjelaskan mengenai pertanyaan apa, 2) Epistemologi, yang menjelaskan pertanyaan bagaimana dan 3) Aksiologi, yang menjelaskan pertanyaan untuk apa. Ontologi merupakan azaz dalam menetapkan batas ruang lingkup wujud yang menjadi objek penelaahan serta penafsiran tentang hakikat realitas (metafisika) (Jujun, 1986:2).
Ontologi meliputi permasalahan apa hakikat ilmu itu, apa hakikat kebenaran dan kenyataan yang inheren dengan pengetahuan itu, yang tidak terlepas dari pandangan tentang apa dan bagaiaman yang ada (being) itu. Paham idealism dan spiritualisme, materialism, dualism, pluralism dan seterusnya merupakan paham ontologis yang akan menetukan pendapat dan bahkan keyakinan kita masing-masing tentang apa dan abgaimana kebenaran dan kenyataan yang hendak dicapai oleh ilmu itu (Koento Wibisono, 1988:7).
Ada beberapa pertanyaan ontologis yang melahirkan aliran-aliran dalam filsafat. Misalnya seperti pertanyaan : apakah yang ada itu? (what is being?), bagaimanakah yang ada itu? (how is being?) dan dimanakah yang ada itu? (where is being?).
Ontolgi keilmuan juga merupakan penafsiran tentang hakikat relitas dari objek ontologis keilmuan, sebagaimana dituturkan diatas. Penafsiran metafisik keilmuan harus didasrkan kepada karakteristik objek ontologis sebagaimana adanya (das sein) dengan deduksi-deduksi yang dapat diverifikasi secara fisik. Ini berarti, secara metaisik ilmu terbebas dari nilai-nilai dogmatis.
Suatu pernyatan diterima sebagai premis dalam argumentasi ilmiah hanya setelah melalui pengkajian/penelitian berdasrkan epistemology keilmuan. Untuk membuktikan kebenaran pernyataan tersebut maka langkah pertama adalah, melkukan penelitian untuk menguji konsekuensi deduktifnya secara empiris,sejalan dengan apa yang dikatakan Einsten: "Ilmu dimulai dengan fakta dan diakhiri dengan fakta pula, apapun juga teori yang disusunnya".
Objek kajian filsafat ilmu yang selanjtnya adalah Epistemologi. Objek kajian ini adalah cabang filsafat yang menyelidiki asal muasal, metode-metode dan sahnya ilmu pengethuan (Katsoff, 1987:76). Secara umum pertanyaan epistemolgi menyangkut dua macam, yakni epistemology kefilsafatan yang erat hubungannya dengan psikologi dan pertanyaan-pertanyaan semantic yang menyangkut hubungan antara pengetahuan dengan objek pengetahuan tersebut (Katsoff, 1987:76).