Mohon tunggu...
Dwi Wahyu Intani
Dwi Wahyu Intani Mohon Tunggu... Lainnya - Freelancer - content writer

"The pen is the tongue of the mind" -- Miguel de Cervantes

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Sepucuk Asa dari Pedalaman Mansinam, Papua Barat

9 November 2024   09:30 Diperbarui: 9 November 2024   09:42 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi oleh Papua Future Project

Siang itu cuaca di Pulau Mansinam begitu cerah. Laut biru membentang indah dengan pepohonan hijau menjuntai hingga bibir pantainya. Suasananya begitu asri. Gelak tawa anak-anak yang sedang bermain di pantai pun mewarnai ketenangan pulau tersebut.


Terlihat beberapa sekelompok pemuda menyeberangi pulau dengan menenteng beberapa peralatan ajar sederhana, seperti buku tulis, buku cerita, hingga alat peraga. Mereka datang dari kota seberang yang tak jauh dari Mansinam, yaitu Kota Manokwari. Sesampainya di bibir pantai, mereka bergegas turun dari perahu dan menghampiri anak-anak yang sudah menunggunya sedari tadi.

Anak-anak pun sangat antusias menyambut kedatangannya. "Horeee!!! Kakak-kakak sudah datang! Hore! Hore!" Begitu teriak riuhnya. Nampaknya, kedatangan pemuda-pemuda dari kota itu sudah sangat ditunggu oleh anak-anak Mansinam. Dengan langkah kaki penuh semangat dan keceriaan, mereka kemudian berjalan bersama menuju pendopo bambu untuk berkumpul.

Hari itu adalah hari Sabtu. Hari di mana anak-anak Mansinam belajar dengan kakak-kakak dari Papua Future Project, sebuah komunitas belajar sukarela yang diinisiasi oleh relawan-relawan setempat. Di sebuah pendopo bambu sederhana, mereka berkumpul dan belajar. Anak-anak belajar membaca, menulis, mengenal huruf, mengenal angka, dan berbagai literasi dasar lainnya.

Proses belajar mengajar pun terlihat sangat sederhana. Mereka hanya berbekal papan tulis kecil, selembaran kertas, meja belajar kayu, dan memanfaatkan barang atau benda-benda di sekitar. Meski begitu, suasana kelas tampak begitu hidup. Anak-anak begitu aktif menyimak dan bertanya dengan tingkah-tingkahnya yang lucu dan lugu.

Papua Future Project dan tekadnya meningkatkan literasi di Papua Barat

Dokumentasi Papua Future Project
Dokumentasi Papua Future Project

Papua adalah salah satu wilayah timur Indonesia yang memiliki indeks literasi sangat rendah. Menurut Yayasan Wahana Visi Indonesia (WVI), Papua memiliki angka literasi paling rendah se-Indonesia. Manager Pendidikan WVI, Marthen S. Sambo, juga menambahkan, rata-rata siswa kelas 3 SD di Papua baru bisa membaca 31 kata per menit. Di mana ini seharusnya sudah mencapai 60 hingga 80 kata per menit. Artinya, mereka membutuhkan sekitar 2--3 detik untuk mengenali sebuah kata.


Kenyataan ini tentu saja terasa sangat miris. Terlebih di kehidupan yang semakin modern dan harus pandai melek literasi seperti saat ini. Bagaimana mereka bisa memperluas literasinya, jika membaca dan menulis saja mereka tidak bisa?

Papua Future Project merupakan sebuah komunitas yang digagas untuk membantu meningkatkan literasi anak-anak di Papua, khususnya yang berada di wilayah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar). Komunitas ini lahir dari keprihatinan terkait pendidikan di Papua yang seakan tidak pernah berubah dari waktu ke waktu. Terlebih saat terjadinya pandemik COVID-19, pendidikan di Papua seolah mati suri dan berantakan.

Dokumentasi Papua Future Project
Dokumentasi Papua Future Project


Sistem pembelajaran daring yang direkomendasikan pemerintah kala itu, sama sekali tidak merangkul pendidikan di Papua. Kurangnya fasilitas yang memadai serta faktor sosial ekonomi masyarakat, sama sekali tidak bisa mengadopsi sistem belajar online. Alhasil, anak-anak di Papua tidak belajar sebab kehadiran guru juga dibatasi karena adanya peraturan lockdown.

Untuk alasan inilah, Papua Future Project (PFP) kemudian digagas pada akhir tahun 2020. Idenya, mereka bisa menjadi jembatan untuk anak-anak Papua agar bisa tetap belajar di tengah keterbatasan yang ada. Mereka memulai kegiatannya dari Pulau Mansinam yang lokasinya tak jauh dari Kota Manokwari, hanya membutuhkan waktu tempuh sekitar 15--20 menit dengan perahu.

Pulau Mansinam merupakan salah satu pulau bersejarah bagi peradaban Papua. Di sini, pertama kali Injil masuk yang kemudian mengubah kehidupan religius masyarakat Papua dari yang tidak mengenal Tuhan menjadi beragama. Meski memiliki nilai sejarah yang agung, sayangnya Mansinam masih menjadi wilayah tertinggal dan terabaikan, terutama soal pendidikan. Banyak anak-anak Mansinam yang tidak mengenal huruf dan angka, apalagi bisa menulis dan membaca, meski usianya sudah setara anak SMA (Sekolah Menengah Atas).

Kekhawatiran akan tergerusnya nilai sejarah dan budaya Mansinam menjadi faktor pendorong lain bagi Papua Future Project untuk bergerak. Mereka khawatir, bagaimana generasi muda disana akan meneruskan warisan sejarah dan budayanya jika tidak mengenali atau pun memahami nilai-nilai tersebut?

Dokumentasi oleh Papua Future Project
Dokumentasi oleh Papua Future Project

Setiap hari Sabtu, relawan pengajar dari komunitas Papua Future Project datang ke Pulau Mansinam untuk mengajarkan literasi dasar pada anak-anak. Dalam kelompok-kelompok kecil, anak-anak dibagi berdasarkan kemampuannya. Anak-anak yang sudah bisa mengenali huruf, dimasukkan ke dalam satu kelompok yang sama. Anak-anak yang sudah bisa membaca, dimasukkan dalam satu kelompok, dan seterusnya. Pembagian ini tanpa melihat usia atau tingkatan sekolah anak, melainkan murni dari kemampuannya. Jadi, meskipun anak sudah tingkatan sekolah menengah atas, tetapi tidak bisa membaca, maka akan dimasukkan ke dalam kelas anak sekolah dasar yang baru belajar membaca. Begitu seterusnya. Ini dimaksudkan agar pembelajaran bisa tepat sasaran dan efektif.

Mereka juga diperkenalkan dengan lingkungan sekitar tempat tinggalnya. Diperkenalkan dengan kekayaan alamnya yang luar biasa dan cara melestarikannya. Mereka juga dikenalkan pada kisah-kisah sejarah, adat istiadat, dan budaya penting di Mansinam, tempat tinggal mereka.

Tidak hanya Mansinam, Papua Future Project juga menyasar wilayah-wilayah pelosok Papua lainnya, seperti Raja Ampat dan wilayah-wilayah terluar pulau. Mereka berkeliling ke kampung dan pulau-pulau untuk mengajar dan membagikan buku-buku bacaan. Mereka berharap anak-anak di Papua bisa tetap belajar meski tanpa kehadiran guru dengan buku.

Masih mengutip pernyataan Marthen S. Sambo, tidak bisa dipungkiri, rendahnya literasi di Papua juga disebabkan kurangnya paparan anak terhadap tulisan dan bacaan. Mereka terbiasa dengan budaya tutur yang sudah turun temurun dan jarang sekali memiliki bacaan sehingga mereka tidak bisa mengasah kemampuan baca-tulisnya.

Dokumentasi Papua Future Project
Dokumentasi Papua Future Project


Selain kegiatan belajar mengajar di kelas, PFP juga aktif memberikan edukasi terkait kesehatan untuk anak-anak dan masyarakat Mansinam. Secara aktif, mereka turun ke lapangan mengajak anak-anak maupun warga sekitar sadar akan pentingnya menjaga kesehatan.  Mereka mensosialisasikan pentingnya vaksinasi kepada para orangtua yang selama ini ditakuti. Mereka mengajarkan cara cuci tangan yang benar pada anak-anak agar tidak mudah tertular penyakit, dan sebagainya. 

Dalam hal ini, PFP berkolaborasi dengan UNICEF Indonesia dan Kementerian Kesehatan agar semakin kompleks jangkauan edukasi yang bisa diberikan. Selain literasi membaca dan menulis, Papua Future Project juga bertekad memberikan akses kesehatan yang terjangkau bagi daerah tertinggal. Karena seperti  yang kita ketahui, akses kesehatan juga menjadi momok bagi daerah tertinggal di Indonesia. Bagai peribahasa 'sekali dayung dua tiga pulau terlampui', inklusivitas inilah yang juga ingin diwujudkan oleh PFP untuk Papua.


Belajar dari Brischo Jordy Padatu, penggagas Papua Future Project

Dokumentasi oleh Papua Future Project
Dokumentasi oleh Papua Future Project

"Seribu orang tua bisa bermimpi, satu orang pemuda bisa mengubah dunia" --- Bung Karno


Sepertinya, inilah yang ingin diaminkan oleh Brischo Jordy Padatu, penggagas Papua Future Project. Laki-laki kelahiran Jayapura ini memiliki tekad yang amat besar untuk mewujudkan pendidikan dan literasi yang inklusif di Papua.  Ia ingin anak-anak di Papua bisa belajar dan mendapatkan pendidikan yang  merata agar tidak tertinggal dengan daerah-daerah lain yang sudah maju.

Jordy, nama sapaannya, menginisiasi Papua Future Project ketika ia masih duduk di bangku kuliah. Saat itu, ia sedang belajar di President University jurusan Hubungan Internasional. Ketika pandemik COVID-19 merebak, ia kembali ke kampung halamannya, yaitu Kota Manokwari. Saat itulah, ia menyadari bahwa kesenjangan pendidikan di papua ternyata begitu tajam. Selama pandemik, anak-anak di Papua banyak yang tidak belajar. Ketika ia mendatangi beberapa pulau sekitarnya, seperti salah satunya Pulau Mansinam, ia juga mendapati betapa tertinggalnya literasi di wilayah ini. Padahal, pulau ini hanya berjarak sekitar 6 kilometer dari pusat kota Manokwari.

Bayangkan saja, di sebuah pulau yang lokasinya tak jauh dari pusat kota saja memiliki akses pendidikan yang sangat minim. "Bagaimana dengan wilayah-wilayah lain yang lebih terpencil?", pikirnya.

Tak banyak mengambil waktu, Jordy akhirnya memutuskan untuk membentuk suatu komunitas relawan mengajar untuk anak-anak Papua. Ia ingin anak-anak Papua tetap belajar di tengah pandemik. Ia kemudian mengajak lima orang rekannya untuk memulai kegiatan volunteering di Pulau Mansinam.

Dokumentasi Papua Future Project
Dokumentasi Papua Future Project


Jordy bersama kawan-kawanya akhirnya mendatangi Mansinam dengan menggunakan perahu kecil yang biasa digunakan warga sekitar untuk menyeberang pulau. Ia menemui kepala kampung dan kepala sekolah untuk mensosialisasikan programnya. Gayung bersambut, tawaran Jordy ternyata mendapat sambutan yang luar biasa. Programnya direstui oleh banyak pihak di sana.

Meski tak ada kendala berarti selama perizinan, namun Jordy mengaku banyak mengalami kesulitan selama merintis Papua Future Project, terutama perihal dana dan relawan yang mau diajak mengajar secara berkelanjutan. Pasalnya, wilayah yang jauh, transportasi yang mahal, dan tidak ada honorarium banyak menjadi pertimbangannya.

Tak patah arang, Jordy terus memutar otak agar komunitasnya bisa terus berjalan dan anak-anak Mansinam bisa terus belajar. Bahkan, ia rela menjadi barista dan pelayan restoran demi mengumpulkan pundi-pundi rupiah.

Sebagai pemuda yang melek teknologi, ia juga memanfaatkan media sosial Instagram untuk mempromosikan kegiatan-kegiatannya bersama Papua Future Project. Melalui Instagram, ia memposting berbagai keseruan kegiatan belajar mengajar bersama komunitas PFP. Jordy juga melakukan penggalangan dana secara online agar bisa menggaet donatur-donatur dari seluruh nusantara. Baik uang tunai, buku, dan berbagai alat ajar akhirnya ia kumpulkan dari kegiatan open donasi online tersebut.

Tak hanya itu, Jordy juga melakukan open volunteering melalui Instagram untuk mengajak generasi-generasi muda turut berbagai dengan anak-anak di Papua. Ia membuka beragam jenis program volunteer yang diperlukan oleh PFP, seperti volunteer untuk mengajar dan volunteer untuk membantu menjalankan operasional komunitas. Dalam sistemnya, komunitas PFP dijalankan secara regional, yaitu di wilayah Papua. Akan tetapi, ia juga melibatkan jangkauan yang lebih luas melalui media sosial agar bisa menjangkau siapa saja yang ingin berkontribusi pada program tersebut, baik sebagai donatur atau relawan.

Saat ini, komunitas yang memiliki jargon 'Every Child Matters' tersebut sudah banyak menjangkau berbagai wilayah tertinggal di Papua. Beragam program belajar juga mereka terapkan untuk anak-anak disana dengan kurikulum kontekstual yang disesuaikan dengan kebutuhan. Jika menilik Instagramnya di @papuafutureproject, komunitas ini sudah memiliki ribuan pengikut media sosial dan semakin aktif terlibat dalam berbagai kegiatan kolaboratif dengan berbagai pihak. Misalnya, pada Mei 2024 lalu, Brishco Jordy Padatu atas nama Papua Future Project diundang dalam acara Asia Pacific Media Forum (APMG) bersama Astra Internasional untuk memperkenalkan komunitasnya di mata dunia. Pada Oktober 2024, Papua Future Project juga berkolaborasi dengan PT PLN (Persero) untuk mengadakan program Pojok Baca untuk memberantas buta aksara di Papua Barat.

Sebelumnya, pada tahun 2022, Brishco Jordy Padatu juga mendapatkan penghargaan SATU (Semangat Astra Terpadu Untuk) Indonesia Awards atas kegigihannya membangun Papua Future Project dan menginisiasi pendidikan yang inklusif di daerah tertinggal. Ia mendapatkan penghargaan sebagai sosok pemuda inspiratif dalam bidang pendidikan. SATU Indonesia Award merupakan sebuah ajang penghargaan tahunan yang diselenggarakn oleh PT Astra Internasional Tbk. Ajang ini bertujuan untuk mengapresiasi dan memotivasi generasi muda untuk terus berkarya dan berkontribusi membangun negeri melalui beberapa bidang, yakni pendidikan, kesehatan, lingkungan, kewirausahaan, dan teknologi.

Bersama, berkarya, dan berkelanjutan

Dokumentasi Papua Future Project
Dokumentasi Papua Future Project

Sebuah tujuan besar memang tidak akan bisa dicapai sendirian. Sebuah tujuan besar juga tidak bisa dicapai dengan langkah penuh angan. Bergerak, bersama, dan berkolaborasi adalah sebuah upaya nyata untuk mewujudkan impian dan tujuan yang terus berkelanjutan.

Inilah yang telah dilakukan Brishco Jordy Padatu mewujudkan pendidikan literasi untuk anak-anak tertinggal di Papua melalui Papua Future Project. Di tengah keterbatasannya, ia tak menyerah justru semakin jeli melihat setiap peluang yang ada di depan mata. Mulanya, ia yang hanya berjuang 'seorang diri', kini semakin banyak yang berkontribusi. Ia berkolaborasi, berinisiatif, dan berkarya, untuk mengentaskan ketertinggalan pendidikan di Papua.

Sekecil apa pun langkah yang kita tapakkan, percayalah mereka tak pernah membawamu semakin mundur. Mari terus bergerak,  bersama, berkarya, dan berkelanjutan untuk mewujudkan peradaban-peradaban yang lebih baik dan maju. 

Sumber artikel:

Wawancara by zoom


https://suarapapua.com/2024/05/17/literasi-di-papua-sangat-rendah-30-persen-anak-belum-bisa-membaca/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun