Mohon tunggu...
Dwi Wahyu Intani
Dwi Wahyu Intani Mohon Tunggu... Lainnya - Freelancer - content writer

"The pen is the tongue of the mind" -- Miguel de Cervantes

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Sepucuk Asa dari Pedalaman Mansinam, Papua Barat

9 November 2024   09:30 Diperbarui: 9 November 2024   09:42 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi oleh Papua Future Project

Siang itu cuaca di Pulau Mansinam begitu cerah. Laut biru membentang indah dengan pepohonan hijau menjuntai hingga bibir pantainya. Suasananya begitu asri. Gelak tawa anak-anak yang sedang bermain di pantai pun mewarnai ketenangan pulau tersebut.


Terlihat beberapa sekelompok pemuda menyeberangi pulau dengan menenteng beberapa peralatan ajar sederhana, seperti buku tulis, buku cerita, hingga alat peraga. Mereka datang dari kota seberang yang tak jauh dari Mansinam, yaitu Kota Manokwari. Sesampainya di bibir pantai, mereka bergegas turun dari perahu dan menghampiri anak-anak yang sudah menunggunya sedari tadi.

Anak-anak pun sangat antusias menyambut kedatangannya. "Horeee!!! Kakak-kakak sudah datang! Hore! Hore!" Begitu teriak riuhnya. Nampaknya, kedatangan pemuda-pemuda dari kota itu sudah sangat ditunggu oleh anak-anak Mansinam. Dengan langkah kaki penuh semangat dan keceriaan, mereka kemudian berjalan bersama menuju pendopo bambu untuk berkumpul.

Hari itu adalah hari Sabtu. Hari di mana anak-anak Mansinam belajar dengan kakak-kakak dari Papua Future Project, sebuah komunitas belajar sukarela yang diinisiasi oleh relawan-relawan setempat. Di sebuah pendopo bambu sederhana, mereka berkumpul dan belajar. Anak-anak belajar membaca, menulis, mengenal huruf, mengenal angka, dan berbagai literasi dasar lainnya.

Proses belajar mengajar pun terlihat sangat sederhana. Mereka hanya berbekal papan tulis kecil, selembaran kertas, meja belajar kayu, dan memanfaatkan barang atau benda-benda di sekitar. Meski begitu, suasana kelas tampak begitu hidup. Anak-anak begitu aktif menyimak dan bertanya dengan tingkah-tingkahnya yang lucu dan lugu.

Papua Future Project dan tekadnya meningkatkan literasi di Papua Barat

Dokumentasi Papua Future Project
Dokumentasi Papua Future Project

Papua adalah salah satu wilayah timur Indonesia yang memiliki indeks literasi sangat rendah. Menurut Yayasan Wahana Visi Indonesia (WVI), Papua memiliki angka literasi paling rendah se-Indonesia. Manager Pendidikan WVI, Marthen S. Sambo, juga menambahkan, rata-rata siswa kelas 3 SD di Papua baru bisa membaca 31 kata per menit. Di mana ini seharusnya sudah mencapai 60 hingga 80 kata per menit. Artinya, mereka membutuhkan sekitar 2--3 detik untuk mengenali sebuah kata.


Kenyataan ini tentu saja terasa sangat miris. Terlebih di kehidupan yang semakin modern dan harus pandai melek literasi seperti saat ini. Bagaimana mereka bisa memperluas literasinya, jika membaca dan menulis saja mereka tidak bisa?

Papua Future Project merupakan sebuah komunitas yang digagas untuk membantu meningkatkan literasi anak-anak di Papua, khususnya yang berada di wilayah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar). Komunitas ini lahir dari keprihatinan terkait pendidikan di Papua yang seakan tidak pernah berubah dari waktu ke waktu. Terlebih saat terjadinya pandemik COVID-19, pendidikan di Papua seolah mati suri dan berantakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun